Lima Bintang Sepak bola Timbul-Tenggelam

oleh Deny Adi Prabowo diperbarui 22 Apr 2015, 07:32 WIB
Ilustrasi Bola (REUTERS/Susana Vera)

Bola.com, Jakarta - Semua berawal dari sebuah bola dan balita. Sensasi kaget karena melihat bola menggelinding karena mendapat sentuhan dari si balita menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Ratusan bahkan ribuan simulasi tendang menendang menjadi kegiatan harian yang tak asing baginya. Tak butuh waktu lama, cinta kepada ini kian besar dan banyak talenta-talenta luar biasa yang akhirnya memutuskan untuk masuk ke ranah profesional.

Namun saat berada di level tertinggi, mereka khilaf. Terbuai rayuan uang, wanita, obat-obatan, alkohol mayoritas menjadi perusak karier. Di luar faktor-faktor tersebut, ada juga faktor keapesan karena cedera, tak sanggup menjaga konsistensi sampai pilihan klub yang buruk membuat mereka tak bisa memaksimalkan potensinya. Imbasnya meski dulu mendapat sorotan dari media karena popularitasnya, kini mereka hanya menjadi pengisi daftar Wikipedia saja.

2 dari 6 halaman

1

Bernardo Corradi

Bernardo Corradi

Bila anda penggila sepak bola, anda pernah mendengar kata-kata "late bloomer"? Frasa itu bisa disematkan kepada Bernardo Corradi, pria Italia bersia 39 tahun ini baru benar-benar menarik minat media di umur 24 tahun. Sebelumnya, Corradi lebih sering memperkuat klub-klub semenjana seperti A.S.D. Casciana Pelli Sport (klub amatir) dan U.S. Poggibonsi (sekarang bermain di Serie D)

Tampil menggunakan besar badannya yang mencapai 189 cm, Corradi menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam tim kuda terbang alias Chievo besutan Luigi Del Neri. Dua musim di sana, dia mencetak 22 gol dari 68 penampilan. Inter pun melihat potensi Corradi yang berencana diduetkan dengan Christian Vieri, namun yang terjadi justru La Beneamata memboyong Hernan Crespo dan sang pemain pun dijadikan alat tukar guling meski hanya bermain di satu laga!

Namun ini menjadi berkah tersembunyi bagi atlet yang sempat membela timnas Italia 13 kali tersebut, di Lazio dia berpasangan dengan Claudio Lopez dan kemudian Roberto Muzzi. Situasi tukar guling kembali dirasakan Corradi ketika dia menjadi bagian transfer Gaizka Mendieta ke Stadio Olimpico dari Valencia.

Pasca bermain di Spanyol semua makin memburuk baginya, performa kian menurun dan puncaknya terjadi saat membela Manchester City.  Pada Desember 2006, Corradi diusir wasit dalam laga Manchester City kontra Manchester United karena ia melakukan diving.

Tindakan ini membuat manajerThe Citizens saat itu yakni Stuart Pearce marah besar. "Saya tidak akan diam di sini seperti 19 manajer tim dan mengatakan anda cerita omong kosong. Dia melakukan diving, saya akan berbicara dengan Bernardo. Itu tak akan terjadi lagi," ucapnya dalam acara Match of The Day.

Setelah itu, posisinya kian tergeser oleh Emile Mpenza dan ia pindah ke Reggina dan Udinese. Sempat kembali ke Italia pada Maret 2012 tapi pada Desember di tahun yang sama dan setelah itu dia tak punya klub.

3 dari 6 halaman

2

Gary Speed

Gary Speed

Anda tidak pernah mengetahui jalan pikiran seseorang. Membela Leeds United, Everton, Newcastle United sampai mengapteni timnas Wales tidak membuatnya bahagia. Karier Speed sebagai pemain sepak bola tak banyak diganggu cedera, mantan pemain sayap ini dikenal sebagai figur yang memberikan inspirasi kepada orang-orang di sekitarnya.

Berkat dedikasi maksimal dia tampil di 535 pertandingan, hanya David James dan Ryan Giggs saja yang bisa mengalahkan catatannya. Usai gantung sepatu di tahun 2010, dia dipercaya untuk memegang Sheffield United tapi pada 8 Februari 2011, Speed mengawali partai perdananya bersama tim nasional Wales.

Semasa menangani The Dragons, keputusan berani diambil Speed. Dia memercayakan ban kapten timnas Wales ke lengan Aaron Rames yang kala itu masih berusia 20 tahun menjadi kapten timnas termuda sepanjang sejarah. Meski tak sempat menemani negaranya berlaga di kompetisi internasional tapi Speed turut andil membawa Wales meraih penghargaan tim dengan perbaikan posisi terbaik edisi 2011.

Namun usai tampil sebagai pembicara dalam acara diskusi olahraga buatan BBC pada 26 November 2011, keesokannya ia ditemukan gantung diri. Dua minggu sebelum menghabisi nyawanya sendiri, dia sempat berkirim pesan dengan istrinya soal potensi tindakan bunuh diri tapi itu tak jadi dilakukannya karena sadar akan keberadaan dua anaknya yang masih kecil.

Berita meninggalnya Speed yang disebut istrinya memiliki karakter tertutup itu membuat seluruh Britania Raya berduka dan beberapa partai yang diselanggarakan sempat menggelar mengheningkan cipta untuk menghormati jasa-jasanya.

 

4 dari 6 halaman

3

Carsten Jancker

Carsten Jancker

Sosok tinggi plus berkepala plontos mengilap memudahkan para penggemar mengingat sosoknya. Dia adalah Carsten Jancker, nama pria yang lahir di Jerman Timur itu melonjak ketika dia membela selama enam musim. Di Allianz Arena, Carsten tampil 143 kali dan mencetak 48 gol yang mayoritas berasal dari duelnya di udara. Kerja samanya dengan Giovane Elber sempat didaulat sebagai pasangan serangan tertajam di Liga Jerman

Namun ia mengambil langkah yang salah ketika usianya mulai menua. Pindah ke Udinese pada 2002, karakteristika pria bertinggi 193 cm yang sangat berguna di Bundesliga justru membuatnya melempem di Serie A. Salah satu media negeri Pizza bahkan menyebut ia terlalu lambat dan gerakannya mudah dibaca.

Hanya dua tahun bertahan, ia mencoba peruntungan dengan kembali ke tanah airnya untuk membela Kaiserslautern. Namun meski performanya sempat membaik Kaiserslautern justru terdegradasi dan ini membawanya sampai ke Tiongkok untuk memperkuat Shangha Shenhua.

Di benua kuning performanya kian menurun dan puncaknya pada Oktober 2006, pengoleksi 33 caps untuk timnas Jerman itu memilih untuk menjadi penggawa SV Mattersburg dan pensiun pada akhir musim 2010. Usai gantung sepatu, Carsten kini melatih tim muda SK Rapid Vienna U-15 per 1 Juli 2010.

 

5 dari 6 halaman

4

Daniel Guiza

Daniel Guiza

Usai mencetak gol di babak semifinal Euro 2008 kontra Rusia, Daniel Guiza berlari menghampiri tempat tiang sepak pojok terpancang. Seketika ia mengangkat dua tangannya layaknya Action Man, sebuah tokoh pahlawan di kartun film Crayon Sinchan. Terpancar jelas di matanya yang menyiratkan ia tak percaya bisa mencetak gol untuk tim nasional Spanyol di ajang sekelas Euro.

Kisah bak dongeng ini memang berjalan indah bagi pria yang sekarang berusia 34 tahun tersebut. Maklum sebelum dipanggil La Roja, dia hanya bermain di klub sekelas Xerez, Mallorca dan Getafe. Namun rataan golnya yang selalu di atas 20 gol plus kian memburuknya hubungan pelatih Luis Aragones dengan golden Boy Raul Gonzales melapangkan jalan Guiza.

Tampil hebat di ajang seperti Euro membuat berita soal ia diisukan bakal membela klub top ini di liga anu menjadi santapan media tiap harinya. Akan tetapi Guiza lebih memilih memperkuat Fenerbahce dan sontak sorotan media tak seterang dulu.

Sempat kembali ke Getafe pada 2011, dia mencicipi bermain di Malaysia untuk Darul Takzim tapi sejak 2013 Guiza terdaftar di klub bernama Cerro Porteno, klub Argentina yang berkompetisi di Liga Apertura.

6 dari 6 halaman

5

Cosmin Contra

Cosmin Contra

Cosmin Contra dikenal sebagai bek beringas layaknya pemain asal Eropa timur. Sering membantu serangan dan bisa berposisi sebagai gelandang, Contra dibeli pada musim 2001-2002. Di San Siro dia sempat membuat heboh media karena perseteruannya dengan Edgar Davids tapi ia sempat tampil 29 kali.

Semusim di Italia, ia hijrah ke Atletico Madrid selama empat tahun tapi dia hanya tampil 34 kali saja. Temperamen yang kadang tak terkontrol dan memburuknya cedera engkel membuat Contra kerap gagal bersinar pasca pindah ke Getafe. Pada 2005, dia kembali ke mantan lubnya yakni Politehnica Timisoara di mana pada akhirnya ia kembali dipanggil timnas Rumania.

Per 9 September 2010, dia mengumumkan menjadi pemain-manajer Politehnica dan kemudian manajer penuh waktu bersama Fuenlabrada, Petrolul Ploiesti, Getafe dan terakhir Guangzhou R&F sejak 2015.

Baca Juga:

Salip Arsenal & Chelsea, MU Siapkan Tawaran Fantastis Bagi Cavani

Rodgers Berang Kinerja Lini Serang Liverpool

Carragher: Mustahil Liverpool Tembus Liga Champions