Bola.com, Jakarta - FIFA akhirnya menjatuhkan sanksi untuk Indonesia. Keputusan tersebut dikeluarkan oleh induk tertinggi sepak bola dunia seusai melakukan rapat Komite Eksekutif (Exco) FIFA di Zurich, Swiss, Sabtu (30/5).
Organisasi yang dipimpin Sepp Blater itu memberikan sanksi akibat adanya campur tangan Pemerintah Indonesia terhadap PSSI, karena itu bertentangan dengan Pasal 13 dan Pasal 17 Statuta FIFA. Selama dihukum PSSI bekal kehilangan hak keanggotaannya.
Selain itu juga seluruh wakil asal Indonesia timnas maupun klub dilarang melakukan hubungan internasional, termasuk terlibat di kompetisi FIFA dan AFC. Serta setiap anggota PSSI dan ofisial tidak bisa mendapatkan keuntungan apapun dari program pengembangan FIFA dan AFC, kursus, atau latihan selama dijatuhi sanksi.
Meski demikian menurut Kemenpora ada beberapa keanehan dalam surat sanksi FIFA untuk PSSI yang ditandatangani Sekretaris Jenderal FIFA, Jerome Valcke. Sehingga pihak Kementrian meminta masyarakat tidak berlebihan dalam menyikapi persoalan ini.
Sebab serangkaian kebijakan yang dilakukan Kemenpora akhir-akhir ini semata-mata sebagai terobosan agar ada terapi efektif untuk meningkatkan kualitas persepakbolaan nasional.
Berikut 11 sikap Kemenpora terhadap sanksi FIFA:
1. Menilik surat FIFA tersebut ada beberapa kejanggalan yang perlu dipertanyakan kepada FIFA: a. Pada paragraf pertama dalam surat tersebut disebutkan, bahwa dalam suratnya tertanggal 18 Pebruari 2015 PSSI telah memberitahukan FIFA bahwa BOPI telah melarang klub Arema dan Surabaya untuk tidak turut bertanding dalam kompetisi ISL 2015. Surat PSSI tertanggal 18 Pebruari 2015 perihal "Uncertainty of Indonesia Super Legue 2015 Kick Off" hanya menyebutkan keluhan tentang ketatnya verifikasi BOPI dan akibatnya kick off menjadi tertunda. FIFA merespon surat PSSI tersebut pada tanggal 19 Pebruari 2015 dengan menekankan tentang kick off ISL 2015 tidak perlu ditunda. Dengan demikian, tidak ada penyebutan tentang dilarangnya Arema dan Persebaya dalam surat PSSI tersebut, karena tidak diberikannya rekomendasi kepada Arema dan Persebaya baru diputuskan BOPI pada tanggal 1 April 2015; b. Pada paragraf kedua dalam surat tersebut disebutkan antara lain bahwa BOPI pada tanggal 8 April 2015 dalam suratnya mengancam sanksi pada PSSI jika tetap melanjutkan kompetisi. Yang benar adalah bahwa pada tanggal 8 April 2015 tersebut yang mengirimkan surat kepada PSSI adalah dari Kemenpora berupa surat peringatan agar PSSI mematuhi peraturan, jadi tidak ada surat dari BOPI pada tanggal tersebut kepada PSSI; c. Masih di paragraf kedua tersebut juga disebutkan adanya Kongres PSSI, yang benar adalah Kongres Luar Biasa PSSI; d. Pada paragraf kedua dari paragraf terakhir disebutkan, bahwa ...that the Indonesian national team was competing in the 2015 South East Asian Games in Singapore..... Sebagai informasi, Timnas Indonesia baru akan memainkan pertandingan pertama di cabang sepakbola Sea Games 2015 pada tanggal 2 Juni 2015. Bagaimana mungkin kalimat tersebut terstruktur dalam bentuk past continous tense, sesuatu yang sedang terjadi pada masa lalu, sementara Sea Games nya itu sendiri belum berlangsung.
2. Menyimak butir 1 tersebut di atas, selain ada sejumlah kejanggalan substansi surat, juga ada kejanggalan beberapa bagian surat dari aspek gramatikal. Sehingga ini menyamgkut kredibilitas FIFA itu sendir dalam mengambil keputusan yang sangat krusial terhadap nasib keberadaan salah satu anggota federasinya.
3. Terlepas dari sejumlah kejanggalan tersebut, sesungguhnya Kemenpora telah berusaha keras agar PSSI dapat terhindar dari sanksi FIFA. Berulang kali surat resmi disampaikan kepada FIFA, tetapi FIFA tetap tidak merespon positif terhadap rangkaian kegiatan pembenahan yang dilakukan oleh Kemenpora dalam 4 bulan terakhir ini bagi tujuan pembenahan persepakbolaan nasional Indonesia. Tujuan Kemenpora tersebut sesungguhnya tetap mengacu pada Statuta FIFA, FIFA Club Licensing Regulation, AFC Club Licensing Regulation, Statuta PSSI dan PSSI Club Licensing Regulation, dengan tujuan adanya pembenahan persepakbolaan nasional Indonesia yang sangat signifikan. Indonesia tentunya tidak menghendaki prestasi sepak bolanya berputar pada tingkat tertentu yang belum menggembirakan masyarakat pada umumnya. Ini belum lagi dengan sejumlah persoalan PSSI yang membutuhkan sejumlah pembenahan.
4. Dijatuhkannya sanksi oleh FIFA terhadap PSSI sama sekali tidak kita hendaki bersama, namun demikian pemerintah merasa bertanggung-jawab terhadap masalah dijatuhkannya sanksi oleh FIFA kepada PSSI. Pemerintah tidak abai untuk harus segera melakukan sejumlah langkah strategis sebagai konsekuensi dari sanksi tersebut.
5. Kemenpora akan bersinergis dengan berbagai lembaga terkait untuk segera menyempurnakan Blue Print pembenahan sepakbola nasional dalam waktu secepatnya sehingga dapat diperoleh grand strategi yang lebih komprehensif, transparan, obyektif dan dengan target total prestasi yang signifikan dalam penataan ulang sistem pengelolaan persepakbolaan nasional Indonesia.
6. Kepada seluruh pihak yang terkait langsung atau tidak langsung dengan masalah kelanjutan kompetisi, Kemenpora melalui Tim Transisi akan sesegera mungkin menggulirkan kembali berbagai tingkatan kompetisi baik untuk tataran profesional maupun tataran amatir. Ini perlu ditekankan, karena tidak semata-mata terkait dengan aspek teknis persepakbolaan, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, kreativitas masyarakat dan dimensi dinamika kemaslahatan umum yang menyertainya.
7. Kepada para pemain sepakbola baik yang domestik maupun asing diharapkan tidak perlu khawatir, karena pemerintah tetap berkomitmen untuk kembali menggulirkan kompetisi dengan standar dan kualitas yang lebih baik, sehingga hak dan kewajiban para pemain, pelatih dan perangkat pertandingan dapat terpenuhi secara lebih baik.
8. Kepada PSSI, diharapkan menyikapi sanksi FIFA ini secara obyektif dan bijak. Tidak perlu menyalahkan pemerintah, karena yang dibutuhkan sekarang adalah langkah dan tindakan dalam menghadapi situasi yang sesungguhnya tidak kita hendaki ini. Kemenpora dan KOI harus tetap bersinergis agar sanksi FIFA ini tidak terlalu lama diberlakukan.
9. Kepada Pimpinan Pemda baik Pemrov maupun Pemkot dan Pemkab, diharapkan untuk turut bersama-sama membangun persepakbolaan nasional ke arah yang lebih baik.
10. Sanksi FIFA ini tidak perlu diratapi secara berlebihan. Memang kita dihadapkan pada pilihan sulit karena untuk sementara waktu kita harus prihatin, karena tidak bisa menyaksikan tim nasional Indonesia dan beberapa klub kita tidak bisa berlaga di event internasional, terkecuali di event Sea Games 2015 di minggu depan ini di Singapura. Namun demikian, kita harus percaya diri dan yakin, bahwa jika pembenahan persepakbolaan nasional kita bisa dilakukan dengan penuh kesungguhan, konsisten, transparan dan dengan tata kelola organisasi yang lebih baik, maka yang namanya prestasi juara yang lebih baik bukan lagi suatu impian.
11. Memang Statuta FIFA harus kita hormati, tetapi pengalaman pahit ini memberi pelajaran pada kita semua, bahwa loyalitas pada FIFA harus dilakukan secara proporsional. Tidak ada sesungguhnya niat pemerintah untuk melakukan intervensi sedikitpun, karena serangkaian kebijakan yang dilakukan Kemenpora akhir-akhir ini semata-mata sebagai terobosan agar ada terapi efektif untuk meningkatkan kualitas persepakbolaan nasional Indonesia.
Baca Juga:
Tim Transisi Tak Khawatir Indonesia Disanksi FIFA