Bola.com, Surabaya Kondisi sepak bola Indonesia yang sedang amburadul membuat karier beberapa pemain muda bertalenta harus tersendat. Begitulah yang dialami gelandang serang Persebaya Surabaya, Fandi Eko Utomo (23 tahun), yang saat ini harus bersabar karena tak bisa bermain menyusul terhentinya kompetisi ISL karena konflik PSSI-Kemenpora.
Bagaimana putra kandung striker legendaris Indonesia, Yusuf Ekodono, tersebut menyikapi situasi yang sedang terjadi? Berikut petikan wawancara Fandi dengan Bola.com di Surabaya.
Bagaimana Anda melihat kondisi sepak bola Indonesia sekarang?
Sangat prihatin, karena terlalu banyak yang dikorbankan. Kondisi ini seharusnya tidak perlu terjadi jika semua pihak tak mengedepankan kepentingan kelompok atau pribadinya. Sebab, banyak orang yang tak bersalah menjadi korban dari konflik ini.
Apa saja kerugian yang Anda rasakan dari situasi tersebut?
Banyak, salah satunya karena karier saya harus terhenti. Padahal ini saya memasuki usia emas sebagai pemain bola. Pendapatan saya juga jauh menyusut, kesempatan menabung untuk menata masa depan juga menjadi kabur. Saya juga tidak bisa berbagi dengan orang-orang di sekitar saya yang butuh bantuan, seperti fakir miskin dan anak yatim, dan orang tua. Karena biasanya sebagian penghasilan bulanan saya sisihkan untuk mereka.
Bagaimana sikap mereka melihat karier Anda macet?
Semua sedih, terutama mama. Karena biasanya saya bantu mama untuk bayar cicilan di bank. Dengan kondisi seperti ini, usaha mama jual kerudung dan jilbab juga terganggu, kasihan mama.
Apa yang Anda lakukan untuk mengisi kekosongan aktivitas sekaligus pundi-pundi uang?
Tidak ada, hanya bantu ayah melatih di klub PS Fajar (klub internal Askot PSSI Surabaya) sekaligus latihan untuk jaga kondisi saja. Supaya kalau setiap saat sepak bola Indonesia pulih, saya tidak memulai dari nol.
Apa harapan Anda tentang sepak bola Tanah Air ke depan?
Saya harap semua ini cepat berlalu. Menpora mencabut pembekuan dan mengembalikan wewenang PSSI, dan sanksi FIFA dicabut. Sehingga saya dan semua pemain sepak bola di dalam negeri bisa kembali bermain, melanjutkan karier, dan bisa menghidupi keluarga. (zaidan nazarul)
Baca Juga:
(Wawancara) Adam Alis : Saya Tak Gentar Ladeni Tantangan Thailand
(Wawancara) Samsul Arif: Mohon Manusiakan Pesepak Bola
(Wawancara) Pieter Huistra: Misi ke Final, Bukan Kalahkan Kamboja
Baca Juga