Bola.com, Milan - Ketika menyebut nama Sinisa Mihajlovic, semua dihadapkan dengan dua kata yang melekat dengan atribut yang dimilikinya. Tendangan bebas maut dan figur kontroversial. Dengan torehan 28 gol, Miha menjadi sosok top scorer sepanjang sejarah Serie A untuk urusan tendangan bebas. Namun di sisi lain, namanya sempat mengudara karena hal yang negatif. Pada tahun 2000 silam dia diduga melakukan tindakan rasis kepada Patrick Vieira. Tiga tahun kemudian dia menendang dan meludahi Adrian Mutu.
Kendati demikian mungkin dosa paling besar Mihajlovic di mata pendukung AC Milan adalah fakta bahwa ia sempat membela Internazionale semasa aktif bermain. Sebegitu pasrahkah Milan untuk mengejar prestasi? Apa yang bisa diberikan Mihajlovic untuk Rossoneri sampai-sampai mereka harus menutup mata terkait dua hal yang dianggap tabu tersebut? Namun mari bersikap profesional, dia seorang pelatih dan resiko melatih sebuah tim yang dibenci oleh mantan klubnya merupakan hal yang sudah disadari Mihajlovic. Menurut Bola.com, ada beberapa masalah utama yang harus menjadi perhatian bagi pelatih berusia 46 tahun tersebut.
Ekspektasi Tak Berjalan Sesuai di Milan?
Rabu (17/6) ada pemandangan yang tak biasa di Milanello lantaran seorang Interisti menunjukkan batang hidungnya di tempat latihan Milan. Datang dengan mobil Audi mewahnya, pria Serbia yang lahir di Kroasia itu keluar dari kendaraannya sembari mengenakan setelan perlente. Tak banyak basa-basi, Miha pun diajak oleh beberapa staf Rossoneri untuk melihat fasilitas apa saja yang dipunya Si Setan Merah.
Meski jarang tersenyum dalam kunjungan itu, Mihajlovic tak bisa membohongi kamera kalau ia tampak seperti bocah laki-laki yang diberikan mainan baru oleh ayahnya. Wajar saja, semasa di tanah Italia dan berlaku sebagai full time coach, Milan merupakan klub top perdananya. Meski sempat membesut timnas Serbia, mantan penggawa Red Star Belgrade hanya pernah melatih tim-tim "semenjana" untuk urusan fasilitas. Tapi di Milan? Mihajlovic hanya tinggal menjentikkan jari.
Terjun kurang lebih sembilan tahun di dunia kepelatihan membuat Miha perlahan menyadari bahwa sepak bola bukanlah lagi sebuah permainan belaka saja. Ketika dia melakukan tindakan bodoh semasa aktif bermain, mungkin hanya kariernya saja yang dipertaruhkan. Namun saat berlaku sebagai pelatih, banyak faktor yang membuatnya harus menahan diri karena di posisinya terlalu banyak yang harus dipertaruhkan. Miha sadar kalau dirinya bukan lagi seorang bocah dan sudah ada setumpuk masalah yang menunggunya.
Masalah pertama bernama Carlo Ancelotti
Mengapa dia? Milan bak kejatuhan durian runtuh ketika Carlo Ancelotti ditendang Real Madrid karena gagal mempersembahkan satu trofi pun untuk Los Blancos di musim 2014/2015. Gerak-gerik strategi menggoda Don Carletto pun dimulai, tangan kanan Silvio Berlusconi yakni Adriano Galliani yand dikenal sangat dekat dengan Ancelotti diberangkatkan ke Madrid.
Publik penggemar Milan pun senang bukan kepalang. Kisah cinta Ancelotti dengan Milan merupakan kisah cinta yang abadi. Ancelotti memiliki banyak kenangan bersama Milan. Selama delapan musim membesut I Rossoneri, pelatih 55 tahun itu berhasil mempersembahkan delapan gelar juara, beberapa diantaranya adalah satu titel juara Liga Italia Serie A, dua trofi Liga Champions, dan satu gelar Piala Dunia Antarklub.
"Saya akan kembali ke Milan. Hanya itu tempat saya untuk kembali," kata Ancelotti seperti dikutip dari Football Italia.
Namun alih-alih menepati janjinya, Don Carletto memilih untuk menjilat ludah sendiri. Mantan arsitek Chelsea dan Paris Saint-Germain tersebut lebih memilih untuk beristirahat demi mengembalikan kondisi fisiknya yang sempat menurun.
"Terima kasih kepada AC Milan atas ketertarikan mereka. Sulit untuk mengatakan tidak kepada klub tercinta saya. Tapi, saya butuh istirahat. Saya mengharapkan yang terbaik untuk mereka," jelas Ancelotti di akun Twitternya @MrAncelotti.
Banyak yang yakin kalau para pemain Milan mengikuti perkembangan berita di media dan ekspektasi mereka terhadap Ancelotti sangat besar. Namun dunia ini bukanlah dongeng, terkadang semua tak berjalan semua rencana. Usai ditolak Carlo Ancelotti, manajemen Milan bergerak cepat. Mereka kemudian menunjuk Mihajlovic yang jelas-jelas merupakan pilihan kedua.
Seperti apa karakter Mihajlovic?
Menjadi prioritas kedua memang tidak enak, tapi itulah masalah yang dihadapi Mihajlovic sekarang. Strateginya, dia harus menemukan kata-kata motivasi yang pas ketika bertemu skuat Milan jelang kompetisi dimulai. Kesuksesan sebuah tim tergantung pada respek tidaknya seorang pemain terhadap pelatihnya. Untuk hal ini, tampaknya Mihajlovic sudah berada di jalur yang tepat.
Ketika didapuk sebagai pelatih Sampdoria dan diperkenalkan kepada publik pertama kali dua tahun silam, Mihajlovic menyodorkan kepalanya menuju mikrofon dan sebuah kata-kata unik keluar dari mulutnya. Mihajlovic memparafrasekan kata-kata terkenal John Fritzgerald Kennedy yang merupakan presiden Amerika Serikat era-60 an:
"Jangan tanya apa yang bisa klub lakukan untuk Anda, tapi tanya kepada diri Anda apa yang bisa diberikan untuk klub," tutur pelatih bertinggi 185 cm tersebut.
Respek bagi Mihajlovic adalah segalanya. Semasa membesut timnas Serbia, Adem Ljajic menolak untuk menyanyikan lagu kebangsaan karena ia merupakan seorang muslim menganggap agamanya "dilecehkan" oleh bait-bait lagu nasional tersebut. Tanpa ampun, Ljajic yang berpeluang menjadi kekuatan utama dalam skuatnya dicoret.
Kala menangani Sampdoria, dirinya dihadapkan dengan fakta bahwa Angelo Palombo cs dibekuk oleh Torino 1-5 akhir Januari lalu. Lantas sehari pasca laga, Mihajlovic menggelar sesi latihan ganda demi menghukum timnya. Dalam peristiwa tersebut, dia sempat bertengkar dengan Eto'o yang dianggapnya tak memberikan hormat karena menolak ikut ambil bagian.
"Untuk membuat sebuah pertengkaran, Anda butuh dua orang dan tampaknya Eto'o melakukan semuanya sendiri. Dia pergi begitu saja. Dia mengatakan kepada klub alasannya dan itu adalah sikap yang sama sekali tidak memberikan respek kepada saya dan seluruh tim," jelas Miha kepada Gazzetta dello Sport dan Sport Mediaset.
Peristiwa serupa sempat terjadi di era Inzaghi. Pasca kalah dari Udinese akhir April lalu, Pippo memutuskan untuk melakukan ritiro alias pemusatan latihan sebagai bentuk introspeksi diri. Namun nyatanya ini tidak membuat performa Milan menjadi bagus, karena mereka takluk dua kali pasca menggelar pemusatan latihan.
Menarik ditunggu apakah Mihajlovic bisa menerapkan karakter tough guy-nya dalam skuat Milan yang diisi oleh tokoh-tokoh yang dianggap sebagai tetua dan punya karakter yang keras.
Kunci Miha terletak pada perkenalan awal kepada anak asuhnya. Andai Miha menemukan kata-kata motivasi yang tepat dan terus berlanjut di setiap pekan, maka kebangkitan Milan bukan hal yang aneh lagi.
Adakah Inovasi Taktik yang Dibawanya?
Ketika seorang pelatih baru diperkenalkan kepada publik, banyak pertanyaan yang dilontarkan kepadanya terlebih jika pelatih itu menangani Italia. Penikmat sepak bola asal negeri Gladiator itu memang kerap kali bersikap kritis ketika membicarakan sebuah formasi.
Pertanyaan seperti 'Jika tim Anda diserang, berapa orang dalam pertahanan yang tersisa, empat atau tiga? Apakah Anda akan menggunakan trequartista atau fokus mengeksploitasi sayap lawan? Bagaimana operan yang dijalankan tim Anda, pendek atau panjang? Apakah Anda menyukai karakter permainan menekan atau mengandalkan serangan balik?' hal itu lumrah didengar di bar-bar Italia.
Pertanyaan itu tak bisa dihindari oleh Mihajlovic dan adakah inovasi taktik yang dibawanya dari Sampdoria ke Milan? Bersama dengan Vincenzo Montella (Fiorentina), Maurizio Sarri (Empoli- Napoli), Mihajlovic dipandang sebagai salah satu juru racik taktik dengan potensi bagus. Dengan sumber daya seadanya, dia memoles nama-nama tak beken seperti Pedro Obiang, Eder, Roberto Soriano, Stefano Okaka dan Manolo Gabbiadini menjadi incaran klub-klub Eropa.
Ketika Mihajlovic membesut Sampdoria, ia menerapkan sistem 4-2-3-1 (mengingatkan pada Ancelotti) yang bekerja cukup apik. Manolo Gabbiadini yang semula berposisi sebagai penyerang dipindahkan ke sayap kanan, dimana kecepatan dan tembakan kencangnya bermanfaat betul untuk Il Samp.
Namun Miha tak hanya melulu memakai 4-2-3-1 saja. Dia juga menerapkan formasi 4-3-3 dan ketika Gabbiadini hijrah ke Napoli dia kembali merubah strategi menjadi 4-3-1-2. Dalam skema ini, mantan pemain Lazio itu memposisikan rekrutan baru Luis Muriel di belakang Samuel Eto'o dan Eder. Ini menggambarkan kalau Mihajlovic bukanlah sosok yang kolot. Dia siap untuk melakukan adaptasi andai ada beberapa pemain senior yang absen.
Kabar ini bakal terdengar indah untuk para pemain seperti Suso, Stephan El Shaarawy dan Mattia De Sciglio. Dengan Milan di fase yang sedang berada dalam proses pembangunan kembali, pengalaman Mihajlovic di Sampdoria tahun ini akan sangat berharga.
Meski dikabarkan mengejar tanda tangan Zlatan Ibrahimovic, Rossoneri kemungkinan akan memaksimalkan kualitas yang dipunya Rossoneri dan dia tahu bagaimana memeras 100 persen kemampuan dari para pemainnya.
Namun bukankah itu juga sudah dilakukan oleh Inzaghi? Apakah Mihajlovic akan keluar sebagai tokoh pembangkit Milan? Ataukah dia akan menjadi korban keganasan Silvio Berlusconi?
*Penulis adalah salah satu wartawan Bola.com yang menghabiskan mayoritas waktunya menonton pertandingan Serie A. Anda bisa memfollownya di akun Twitter @DenyAdiPrabowo
Baca Juga:
Dipecat, Inzaghi : Milan Tetap di Hati
AC Milan Tunjuk Sinisa Mihajlovic Gantikan Inzaghi
Akhirnya, Inzaghi Resmi Dipecat AC Milan