Bola.com, Tulehu - Desa Tulehu, Maluku Tengah, dikenal gila bola. Di desa ini lahir banyak pesepak bola berbakat yang meghiasi pentas kompetisi sepak bola Tanah Air dan juga Timnas Indonesia. Sebuah tradisi unik dilakukan pesepak bola asal Tulehu di hari raya Idul Fitri. Mereka ramai-ramai mudik ke kampung halamannya untuk tampil di turnamen ekshibisi di Lapangan Matawaru, Tulehu, yang dihelat 19-26 Juli 2015.
Tradisi ini sudah berjalan bertahun-tahun, turun-temurun lintas generasi pemain. Di Lebaran 2015 turnamen sepak bola Tulehu terasa berwarna dengan kehadiran sejumlah pesepak bola beken luar Maluku.
Diego Michiels (Mitra Kukar), Jajang Mulyana (Mitra Kukar), dan Vennard Hutabarat (mantan kapten Timnas Futsal Indonesia) bergabung dengan pemain-pemain asal Tulehu dan seantero Maluku untuk menghibur masyarakat setempat. Pemilik klub ISL, Nabil Husain juga terlibat di turnamen ini.
"Tahun ini lebih terasa ramai dibanding biasanya. Selain kehadiran pesepak bola luar Maluku, turnamen ekshibisi Lebaran Tulehu dihiasi banyak pemain putra daerah. Karena kompetisi profesional sedang terhenti imbas konflik PSSI-Menpora, banyak pemain yang menganggur. Mereka yang tidak terikat aktivitas klub pilih mudik untuk meramaikan hajatan rutin di desa kami," ujar Imran Nahumarury, mantan bintang Persija Jakarta yang gantung sepatu kini aktif melatih SSB ASIOP Jakarta.
Tahun ini total ada delapan tim yang berlaga di turnamen kelas kampung (tarkam) di desa yang mayoritas warganya muslim tersebut. Tim-tim tersebut antara lain: Tulehu All-Star, Tulehu Putra, Mahainu Tulehu, Turnala Tulehu, dan empat tim luar asal Maluku.
Rata-rata tim yang berlaga banjir pemain bintang sebut saja Tulehu All-Star. Ada sosok Hendra Bayauw, Ricky Ohorella (Semen Padang), Abduh Lestaluhu (Persija Jakarta), Hasim Kipuw (Arema Cronus), dan Rizky Pellu (Barito Putera).
Di tim-tim lain komposisi pemainnya juga mentereng. Pemain-pemain bintang yang menghiasi Timnas Indonesia macam Ramdani Lestaluhu (Persija Jakarta) dan Manahati Lestaluhu (Barito Putera) juga berlaga di di Lapangan Matawaru.
Kehadiran bintang-bintang top mengundang antusiasme warga, lapangan selalu penuh dibanjiri penonton."Ikatan kekeluargaan di kampung kami amat erat. Masyarakat yang haus hiburan berduyun-duyun memadati area lapangan tempat para pemain beraksi. Ada rasa bangga melihat putra-putra kampung halaman yang sudah sukses meretas karier profesional beraksi di hadapan mereka," tutur Imran.
Bukan besaran hadiah yang diburu para pesepak bola top. Momen bertanding dipakai untuk bersilaturahmi sesama putra daerah perantauan. "Bakat saya ditempa di lapangan kelas kampung Tulehu bersama teman-teman lainnya. Momen-momen penuh kenangan kami lalui di sini. Saat sukses saya tidak mau melupakan akar sejarah," ujar Ramdani Lestaluhu.
Meski hanya ekshibisi, para pemain mempertontonkan kemampuan terbaiknya . Baik yang tua maupun yang muda. Bagi para pemain itu, bertanding pada hari Lebaran sudah menjadi semacam tradisi.
”Ini adalah wujud penghormatan saya pada kampung halaman tempat saya tumbuh dan dibesarkan. Kalau pulang kampung tapi tidak main, malah rasanya tidak lengkap,” ucap Ramdani.
Ia menambahkan, pertandingan tersebut menjadi momen yang langka. Sebab, itu adalah waktu kala mereka bisa berkumpul dan bermain bersama. Saat itu mereka juga bisa berbagi teknik dan informasi soal sepakbola antarsesama pemain asal Tulehu di perantauan. Turnamen ini juga dijadikan ajang membagi ilmu kepada para junior mereka yang masih di kampung halaman.
Tulehu dikenal sebagai desa sepak bola. Desa yang terletak 25 kilometer sebelah utara Kota Ambon, ibu kota Provinsi Maluku, itu kerap dijuluki Brasil-nya Indonesia. Pasalnya dari desa di Kecamatan Salahutu tersebut, muncul banyak pemain tenar.
Bakat-bakat baru tak pernah kering. Bisa dibilang sepak bola adalah kultur yang tidak bisa dipisahkan dari penduduk desa tersebut.
Merunut pada akar sejarah, warga Tulehu mengenal sepak bola sejak 1940-an, kala para pelaut desa itu yang pernah merantau ke Singapura dan Amerika Serikat (AS) pulang kembali ke tanah kelahiran mereka.
Di Tulehu sendiri ada tradisi saat bayi akikah, selalu disertakan rumput lapangan. Di film Cahaya dari Timur tergambar kalau sepak bola menjadi ajang yang menyatukan warga Maluku, yang sempat terbelah karena konflik SARA.
Baca Juga:
Ikuti Tarkam, Eks Timnas U-19 Pikat Publik Wonogiri
Jordus Cup : Tarkam Seru saat Ramadan dan Lebaran di Tanahdatar
Wawancara Manahati Lestusen: Kasihani Kami Pemain Muda