Bola.com, Tak ada pebulutangkis yang menyukai kekalahan. Tapi, tak selamanya kekalahan terasa sangat menyakitkan. Begitulah yang tergambar dari sosok pebulutangkis Uganda, Edwin Ekiring.
Datang ke Indonesia mengusung bendera Uganda, dia hanya berusaha memberikan yang terbaik. Tak ada harapan muluk-muluk. Maklum, Uganda bukan salah satu kekuatan tradisional di kancah bulutangkis. Bisa dibilang Uganda adalah seraut wajah baru. Sulit membandingkan pebulutangkis Uganda dengan wakil-wakil Thailand, India, atau Vietnam. Lebih sulit lagi menyejajarkan mereka dengan pengusung bendera Korea, Jepang, Denmark, Tiongkok, atau Indonesia.
Semuanya tergambar jelas di lapangan. Perjuangan Ekiring di babak kedua Kejuaraan Dunia Bulutangkis 2015, di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (12/8/2015), berakhir dalam tempo 39 menit. Dia takluk dari pebulutangkis India, H.S. Prannoy, 14-21, 19-21.
Namun, untuk seseorang yang lahir dari berbagai bentuk kesulitan, kekalahan itu tak terlalu terasa getir. Hidup telah mengajari Ekiring dengan kegetiran-kegetiran yang lebih mendalam. Apa yang lebih pedih selain kehilangan seorang ibu saat masih kecil dan pernah mengalami kecelakaan parah pada 2009?
“Saya punya peluang (memenangi pertandingan), tetapi saya tidak mengambilnya. Ia (Prannoy) lebih berpengalaman dibanding saya. Saya tertekan dan dia terus menekan saya,” kata Ekiring, seperti dilansir situs resmi BWF.
Ambil bagian di Kejuaraan Dunia 2015 dari sebuah negara Afrika yang kurang familier dengan bulutangkis, Ekiring sama sekali tak minder. Dia justru punya mimpi besar. Ekiring ingin mematahkan stereotipe. Pria kelahiran 22 September 1983 ini punya mimpi besar untuk bulutangkis Benua Hitam. “Orang-orang harus tahu bahwa orang Afrika bisa bermain bulutangkis,”ujarnya.
“Saya tahu, saya tak bisa juara dunia. Tapi mungkin seseorang dari Afrika bisa. Saya selalu memikirkan hal itu,” imbuhnya.
Ekiring menyadari tak mudah mengembangkan bulutangkis di Afrika. Butuh dana besar dan kesabaran. Namun, dia tak patah harapan. Dia menunjuk India sebagai sampel ideal untuk pengembangan bulutangkis di Afrika. “Sekarang India punya banyak pebulutangkis hebat. Lima atau 10 berada di jajaran 100 besar di dunia. Itu adalah prestasi. Itu yang ingin saya lakukan di Afrika,” ujar Ekiring membagi impiannya.
Tragedi Parah
Ekiring terbelit berbagai kesulitan sejak masih bocah. Ia kehilangan sang ibu saat berusia 10 tahun gara-gara kecelakaan. Si bocah Uganda ini kemudian dibesarkan sang nenek. Tak lama kemudian, Ekiring dikirim ke Amerika Serikat untuk hidup bersama bibinya.
Keahliannya dalam olahraga bulutangkis membuatnya mendapat tempat untuk berlatih di BWF Training Centre di Saarbrucken, Jerman, setelah ia mengirimkan aplikasi ke universitas di Belanda. Saat ini dia hidup di negara tersebut bersama orang tua angkatnya. Dia biasanya berlatih bersama tim nasional bulutangkis Belanda pada siang hari dan kuliah pada malam hari.
Lalu sebuah tragedi terjadi pada 2009. Saat itu Ekiring sedang mengendarai sepeda. Sebuah mobil melanggar lampu merah dan menabraknya. Ekiring terkapar dan cedera parah. Tangannya patah, begitu juga tulang keringnya. Tulang rusuknya memar dan ligamennya juga bermasalah.
Ekiring harus dirawat di rumah sakit selama empat hari dan sepanjang 2010 mesti menjalani rehabilitasi. Jangankan membicarakan bulutangkis, bisa berdiri dan berjalan tegak pun susah.
“Setiap orang bilang saya tak bisa bermain bulutangkis lagi. Tapi ketika Anda memiliki orang-orang baik di sekitar Anda yang selalu memberi dukungan, selalu memotivasi Anda, Ada bisa kembali. Anda butuh orang baik di sekitar Anda yang percaya kepada Anda,” beber dia.
“Sangat sulit untuk kembali. Secara mental, mungkin Anda berpikir bisa cepat pulih, tapi secara fisik harus memulai dari nol. Saya harus belajar berjalan. Saya butuh kruk dan pelindung lutut. Itu tak mudah. Bagi saya bisa bermain lagi adalah sebuah pencapaian spesial. Saya merasa bangga bisa bermain di level ini,” imbuh Ekiring.
Kejuaraan Dunia bukan tujuan akhir Ekiring. Ia masih punya mimpi lebih besar. Terkualifikasi ke Olimpiade untuk kali kedua dan kembali ke ranking 100 besar. Saat ini Edwin Ekiring berada di peringkat 137 dunia. Bagi pemenang turnamen Zambia Internasional dan Nigeria Internasional itu, bulutangkis bukanlah sekadar olahraga. Ada nilai istimewa di dalamnya.
“Bulutangkis membuat saya jadi orang yang lebih baik. Saya belajar banyak hal: bersabar, baik kepada semua orang, dan jangan frustrasi. Frustrasi itu membunuhmu.”
Baca Juga:
Kejuaraan Dunia 2015: Linda: Suporter Indonesia Paling Juara!
Kejuaraan Dunia 2015: Ahsan / Hendra Tak Mau Telat Panas Lagi