Kisah Benny Dollo, Pelatih "Arema Masuk Desa"

oleh Riskha Prasetya diperbarui 05 Sep 2015, 12:11 WIB
KENANGAN - Benny Dollo menceritakan kenangannya kala melatih Arema Cronus. (Bola.com/Riskha Prasetya)

Bola.com, Malang - Benny Dollo merupakan salah satu pelatih senior yang dimiliki Indonesia. Pelatih asal Manado, Sulawesi Utara itu tercatat sudah menangani sejumlah klub selama lebih dari 30 tahun. Bendol, begitu Benny Dollo biasa disapa, juga pernah melatih timnas Indonesia.

Meski pengalaman melatihnya sudah seabrek, Benny mengaku tidak akan pernah melupakan kenangan kala membesut Arema Cronus. Bukan kebetulan, bila tim yang saat ini dilatih Benny, Sriwijaya FC, akan bertemu dengan Arema di laga kedua Grup B Piala Presiden 2015.

Advertisement

Secara terang-terangan, Benny mengakui salah periode terbaik dalam karier kepelatihannya adalah sewaktu menangani Arema pada kurun waktu 2004-2006. "Jika ukurannya adalah prestasi, juara Divisi Utama dan dua Piala Indonesia adalah satu pencapaian yang cukup baik," ungkapnya.

Diakuinya, saat menerima pinangan Arema, dirinya yang saat itu masih membesut Persita Tangerang sudah menyadari tantangan yang akan dihadapinya.

"Arema saat itu sedang terdegradasi dan saya sadar punya tanggung jawab besar untuk mengembalikan klub itu ke tempat sesungguhnya. Dan saya bersyukur kami mampu mewujudkan target tersebut hanya dalam satu musim,” kenangnya.

Ketika itu Benny kerap dipanggil dengan julukan pelatih Arema Masuk Desa, sebuah guyonan yang dilemparkan pencinta sepak bola nasional terkait situasi yang dialaminya.

"Ungkapan itu sering saya dengar karena Arema saat itu terdegradasi sehingga harus main ke daerah-daerah yang kecil, yang sebelumnya jarang didatangi saat berlaga di kompetisi tertinggi di Indonesia," tambahnya.

Pelatih yang kini berusia 64 tahun ini bersyukur saat itu punya materi yang sangat membantunya mewujudkan target yang diembankan manajemen kepadanya.

"Saya punya Firman Utina, lalu gelandang senior Putu Gede, kemudian ada juga Joao Carlos yang dalam pandangan saya merupakan pemain asing terbaik yang pernah bermain di Indonesia," jelasnya.

Selain itu, striker Emmanuel Serge dan Franco Hitta juga diakuinya sangat memberikan kontribusi positif dalam tim.

"Hitta sangat temperamental, namun semua dibayar dengan kontribusi gol untuk tim. Soal Serge, saya sekarang pun masih sangat ingat bagaimana di Arema waktu itu, dia mampu bikin gol yang sangat indah dengan tendangan salto dari setengah lapangan," bebernya.

Publik Malang menurut Benny juga sangat penting dalam kesuksesan Arema. "Aremania sangat keras memberikan kritik, namun semuanya positif dan murni untuk kepentingan serta kemajuan tim. Jadi, jangan harap pemain bisa main ke alun-alun Kota Malang kalau kalah. Kami pernah dilempari telur busuk jika bermain jelek di kandang," ungkapnya.

Semua kenangan itu tentunya harus ditanggalkan untuk sementara. Sebagai nahkoda Sriwijaya FC saat ini, Benny wajib memberikan kemenangan untuk timnya. Arema adalah lawan sepanjang 90 menit yang mesti ditaklukkan.

Baca Juga :

Sepenggal Kisah Anak Gawang di Sudut Si Jalak Harupat

Feature: Penantian Panjang Jakmania Menyaksikan Kejayaan Persija

Feature: Suara Hati Ibu Penjual Telur di Stadion H. Agus Salim