Bola.com, Kudus - Muhammad Nur Ikhram tak kuasa membendung air matanya saat kalah dari Vincentius Suwarland, di pertandingan grand final Audisi Djarum Beasiswa Bulutangkis 2015, di GOR Djarum, Kudus, Sabtu (5/9/2015). Itu adalah pertandingan ketiga atau yang terakhir pebulutangkis berusia 14 tahun tersebut dalam sesi audisi tahap pertama.
Ikhram memang kalah. Namun, bukan itu penyebab utama kesedihan pebulutangkis U-15 asal Makassar, Sulawesi Selatan tersebut. Ikhram menangis karena senar raket kesayangannya putus. Itu memang bukan raket biasa karena merupakan hadiah dari legenda bulutangkis Indonesia, Christian Hadinata.
Saat senar raketnya putus, Ikhram sedang unggul 20-18 di gim ketiga. Dia akhirnya gagal memenangi pertandingan, setelah kalah 20-22. Rupanya kepercayaan diri Ikhram langsung terjun bebas setelah raket “jimatnya” putus senar. Biasanya dalam setiap pertandingan, dia selalu menggunakan raket itu dan jarang kalah.
“Itu raket kesayangan, diberi Koh Chris saat couching clinic di Makassar pada 2013. Koh Chris atlet favorit saya, sama Tontowi (Ahmad) juga,” kata Ikhram malu-malu, saat ditemui seusai pertandingan.
Ketika Ikhram menangis itulah, Christian menghampiri dan memberikan pesan khusus. Ikhram diminta tak perlu kecewa. Setiap atlet pasti pernah kalah, termasuk Christian. Yang terpenting bagaimana bisa bangkit lagi setelah kekalahan itu. “Saya juga dipesani supaya latihan terus,” kata Ikhram.
Setelah perjumpaan di Makassar pada 2013, baru hari ini Ikhram kembali bertemu Christian Hadinata. Sayangnya, momen itu malah ditandai dengan senar raket yang putus. Beruntung, Ikhram langsung mendapat penghiburan. Dia berhasil lolos dari sesi eliminasi pertama grand final.
Kebahagiaannya berlipat karena sang adik, Nurul Ismi Aprilia, 12, juga lolos dari sesi eliminasi pertama. Kini kedua bersaudara itu tinggal mengikuti sesi akhir untuk memastikan bisa mendapat beasiswa dari PB Djarum atau tidak.
Dalam kesempatan terpisah, Christian mengaku sebenarnya tidak melihat langsung saat Ikhram bertanding. Dia cuma diberi tahu salah seorang staf pelatih bahwa Ikhram sedang menangis di perpustakaan. "Saya diminta menghiburnya. saya bilang untuk jadi juara harus melalui rintangan kalah juga. Seorang juara itu bukan yang tak terkalahkan. Tapi yang bisa bangkit setelah kalah. Saya bilang supaya dia jangan kecewa. Ternyata dia masih diberi kesempatan main lagi dan akhirnya lolos," beber Christian.
Perjalanan dua bersaudara tersebut ke Kudus tidak mudah. Setelah memenangi audisi umum di Makassar, keduanya harus berangkat menuju Kudus. Yang jadi masalah, mereka tak bisa menggunakan moda transportasi pesawat untuk berangkat mengikuti audisi final. Kondisi finansial keluarga mereka tak memungkinkan. Ayah Ikhram, Ishak Rusli, bekerja sebagai sopir taksi. Sedangkan sang istri, Salawati, seorang ibu rumah tangga biasa.
PB Djarum hanya memberikan subsidi Rp 2 juta per anak untuk peserta audisi luar Jawa. Uang tersebut tak mencukupi untuk membiayai perjalanan mereka sekeluarga ke Kudus. Alhasil, satu-satunya alternatif murah adalah menumpang kapal laut. Itu pun mereka masih harus meminjam uang sebesar Rp 2 juta kepada tetangga.
“Akhirnya naik kapal laut, biar murah. Satu orang hanya Rp 300.000. Kalau pesawat satu orang bisa sampai Rp 600.000. Kami turun di Surabaya, kemudian melanjutkan perjalanan ke Kudus via travel yang harga tiketnya Rp 120.000 per orang. Nginepnya juga cari yang murah, di wisma PMI. Per malam cuma Rp 100.000 untuk berempat. Untungnya lagi biaya makan di sini juga murah-murah, sekali makan sekitar Rp 50.000 untuk berempat,” beber Ishak.
Demi mengantarkan kedua buah hatinya, Ishak terpaksa mengambil cuti selama sepekan. Meskipun berat dari sisi finansial, dia mengaku ikhlas demi masa depan kedua buah hatinya.
“Kalau tanding di mana-mana saya selalu mengantarkan. Saya rela demi anak-anak. Saya penginnya mengubah nasib anak, apalagi kemauan mereka sangat tinggi,” timpal Salawati.
Baca Juga:
10 Anak Absen Grand Final Audisi Beasiswa Djarum, Ini Alasannya
Saat Dua Bocah Gorontalo Bermimpi Menembus Pelatnas
Christian Hadinata Rindu Suasana Bulutangkis ala Kampung