Bola.com, - Saat welcome dinner para peserta grand final Audisi Djarum Beasiswa Bulutangkis 2015 di GOR Djarum, Kudus, Kamis (3/9/2015), ada pemandangan mencolok. Legenda bulutangkis Indonesia, Lim Swie King, paling banyak dikerubuti para peserta audisi yang ingin berfoto bersama.
Sebenarnya ada 14 legenda bulutangkis yang hadir malam itu. Sebut saja Christian Hadinata, Lius Pongoh, Eddy Hartono, Hariyanto Arbi, Kartono Hari Atmanto, Heryanto Saputra, Liem Swie King, Denny Kantono, Bobby Ertanto Kurniawan, Simbarsono Sutanto, Johan Wahyudi, Maria Kristin Yulianti, Hastomo Arbi, dan Fung Permadi. Namun, King menjadi magnet terbesar.
Ia sabar meladeni permintaan foto bersama maupun tanda tangan. Saat hendak beranjak lagi-lagi ada yang mencegat foto bersama. King tak pernah menolak. Sambil tersenyum dia meluluskan permintaan para atlet muda tersebut.
Pebulutangkis yang terkenal punya King smash tersebut akhirnya baru bisa meninggalkan lokasi welcome dinner paling belakangan dibanding rekan-rekannya sesama legenda. Interaksi antara pengoleksi tiga gelar All England tersebut dengan para pebulutangkis muda tersebut cukup unik dan menarik.
Ditilik dari segi umur, para pebulutangkis muda tersebut jelas tak pernah menyaksikan penampilan King di lapangan bulutangkis. Semua peserta audisi usianya masih di bawah 15 tahun. Saat mereka lahir, King sudah gantung raket dan sepenuhnya undur diri dari dunia bulutangkis.
Para pebulutangkis muda tersebut hidup di era Taufik Hidayat, Lin Dan, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, Carolina Marin atau Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. Lalu mengapa magnet King terasa begitu kuat di mata mereka?
Ada dua alasan rasional yang bisa menjelaskan fenomena tersebut. Yang pertama, mayoritas para atlet muda itu memang suka berburu foto bersama dan tanda tangan hampir semua legenda. Adapun alasan kedua adalah film King.
Film bertema bulutangkis yang dirilis pada 29 Juni 2009 tersebut ternyata bisa memangkas jarak waktu yang lebar antara para pebulutangkis muda dan sang legenda, Liem Swie King.
Film King bukan merupakan autobiografi Liem Swie King, lebih menyoroti inspirasi dari semangat dan kesuksesan sang pebulutangkis di masa jayanya. Dikisahkan, perjuangan anak bernama Guntur dalam menggapai impiannya menjadi juara bulutangkis seperti idola dia dan ayahnya, yaitu Liem Swie King. Selain tentang bulutangkis dan sportivitas, ada begitu banyak pesan yang disampaikan dalam film tersebut, antara lain mengenai cinta kasih, persahabatan, kebersamaan, dan semangat.
Pemilihan tema, pemeran, hingga lokasi syuting membuat film ini bisa dinikmati semua kalangan, termasuk anak-anak. Penyelenggara Djarum Beasiswa Bulutangkis 2015 tampaknya menangkap hal itu. Apalagi King adalah atlet binaan PB Djarum yang menjelma menjadi legenda bulutangkis Indonesia dan punya prestasi mengkilap.
Sangat Inspiratif
Selama masa audisi umum hingga grand final di Kudus, film King beberapa kali diputar di televisi dekat pintu masuk GOR. Para peserta seleksi maupun orang tua mereka kadang menyempatkan diri menonton. Saat ditanyai, sejumlah peserta seleksi mengaku sangat menyukai film tersebut. Salah satunya Rifka Siswati, peserta asal Abepura, Jayapura, Papua. Pemain U-13 tersebut terlihat antusias saat ditanyai tentang film besutan Ari Sihasale dan Nia Zulkarnaen tersebut.
“Sudah nonton dong. Ceritanya bagus. Jadi tambah suka bulutangkis habis nonton film tersebut. Saya juga sudah dapat tanda tangannya (Liem Swie King),” ujar Rifka, saat diajak berbincang Bola.com di GOR Djarum, Jumat (4/9/2015).
Peserta seleksi asal Bekasi, Jawa Barat, Zulfan Dehan Maylano, juga merespons senada. “Film King bagus, sangat inspiratif. Jadi tambah semangat bermain bulutangkis,” kata Zulfan, yang juga masih berusia di bawah 13 tahun.
Keduanya jelas tak menjadi saksi hidup masa kejayaan Liem Swie King. Namun, lewat film, kisah inspiratif King dan kecintaan terhadap bulutangkis berhasil tersampaikan kepada mereka. Tak heran, King menjadi paling diburu untuk berfoto bersama dan dimintai tanda tangan.
Ini artinya misi mengenalkan dan menggelorakan semangat bulutangkis cukup berhasil. Di sisi lain, gap antargenerasi berhasil dipangkas.
Liem Swie King juga mengakui film bisa menjadi salah satu sarana efektif untuk promosi bulutangkis dan mengedukasi para atlet muda. “Film memang salah satu cara termudah untuk mengenalkan bulutangkis kepada mereka. Salah satu promosi yang efektif. Nanti kalau mereka tertarik, baru ditingkatkan dengan cara-cara lain,” ujar King.
Jadi, kapan ada film bertema bulutangkis lagi?
Baca Juga:
Beasiswa Djarum: Kisah Senar Raket Putus dan Nasihat Sang Idola
10 Anak Absen Grand Final Audisi Beasiswa Djarum, Ini Alasannya