Bola.com, Jakarta - Sejarah tercipta di Stadion Laugardalsvollur, Reykjavik, Islandia, Senin (7/9/2015) dinihari WIB. Islandia hanya bermain imbang 0-0 lawan Kazakhstan. Namun, hasil tersebut sudah cukup buat mengantar mereka meraih tiket ke Piala Eropa Prancis.
Setelah pertandingan, seluruh pemain Islandia merayakan keberhasilan itu seperti mereka sudah memenangkan Piala Eropa. Di bawah siraman rintik hujan di tengah lapangan, para pemain bernyanyi dan menari dalam lingkaran. Sekitar 10 ribu fans yang memenuhi stadion juga enggan beranjak. Pantas jika mereka larut dalam kebahagiaan.
Islandia memenangi persaingan di Kualifikasi Piala Eropa grup A yang diisi Rep Ceska, Turki, dan Belanda, rival yang lebih besar seperti raksasa, tenar, dan secara tradisi lebih kuat. Sepanjang penyisihan, Islandia menang dua kali atas Belanda (1-0, 2-0), saling mengalahkan dengan Rep. Ceska (2-1, 1-2), dan menang 3-0 atas Turki.
Kegembiraan itu memang cukup beralasan. Islandia hanyalah sebuah negara kecil di Eropa. Penduduknya hanya berjumlah sekitar 320 ribu jiwa. Hanya sekitar empat kali jumlah penonton di Stadion Gelora Bung Karno jika terisi penuh.
Jumlah pesepakbola yang teregistrasi di Islandia cuma 21.508 pemain saja. Sebagai perbandingan, Belanda, yang dua kali dikalahkan Islandia di penyisihan grup A dan terpuruk di peringkat empat, punya 1.138.860 pemain yang terdaftar. Sementara Jerman, juara dunia 2014, memiliki 6.308.946 pemain.
Keberhasilan Islandia tak diraih dengan instan. Mereka sebetulnya hampir lolos ke Piala Dunia 2014. Islandia tersingkir karena kalah dalam dua laga play off lawan Kroasia. Sehari sebelum memastikan lolos ke Piala Eropa, tim U-21 Islandia menang 3-2 dari Prancis, salah satu kekuatan utama sepak bola Eropa. Sebuah bukti lolosnya Islandia bukan kebetulan belaka.
PEMBINAAN SERIUS
Jika melihat apa yang dilakukan oleh KSI yang merupakan Asosiasi Sepak Bola Islandia dan pemerintah, prestasi yang diraih Gylfi Sigurdsson dkk. memang tak mengejutkan. Mereka merintis jalan menuju langkah besar ini sejak 10 tahun yang lalu. Butuh perencanaan serius dan matang, serta pelaksanaan yang konsisten untuk meraih hasil ini.
Pemerintah Islandia menyediakan sarana dan prasarana untuk mendukung lahirnya pemain. Tak mudah untuk berlatih sepak bola di Islandia. Musim dingin negara ini yang berdurasi lebih panjang dibanding negara Eropa lain membuat anak-anak Islandia tak bisa leluasa berlatih.
Selain suhu dingin yang menusuk tulang, lapangan yang tertutup salju membuat anak-anak Islandia hanya bisa bermain sepak bola selama empat hingga lima bulan saja dalam setahun. Namun hal tersebut sudah berubah sekarang.
Sejak awal tahun 2000-an, pemerintah membangun lapangan tertutup yang hangat dengan rumput artifisial. Imbasnya, pemain belia tetap bisa berlatih saat musim dingin. Saat ini ada 27 lapangan dengan rumput artifisial, tujuh diantaranya dalam bangunan tertutup yang bisa dipakai di seantero negeri Islandia. Itu masih ditambah 150 lapangan kecil yang sebagian besar berada di sekolah-sekolah.
Dibangunnya fasilitas itu dibarengi dengan kesiapan sumber daya manusia untuk memproduksi pemain. Adalah Sigurdur Ragnar Eyjolfsson yang bertanggung jawab dalam hal SDM. Pria ini menjabat sebagai Direktur Pendidikan di KSI pada 2002 dan sejak saat itu ratusan orang di Islandia mendapatkan Lisensi Kepelatihan UEFA.
Pada 2010, ada 630 orang pelatih dengan lisensi UEFA dengan berbagai level di Islandia. Jumlah ini sama dengan 0,2 persen dari keseluruhan populasi negeri tersebut. Mereka inilah yang menjadi salah satu kunci keberhasilan Islandia saat ini.
“Saya ingin memberikan kredit khusus buat pelatih pemain usia muda di negara kami. Mereka mungkin adalah salah satu yang terbaik di dunia,” puji Heimir Hallgrimsson, asisten pelatih timnas Islandia, seperti dikutip The Guardian.
Di Islandia, bayaran yang tinggi diberikan buat pelatih buat pemain usia muda. Pekerjaan ini menjadi populer dan menarik, karena klub berlomba-lomba mempekerjakan pelatih dengan kualitas yang bagus. Jika hal itu tak dilakukan, KSI tak akan memberikan lisensi buat klub.
Mereka, para pelatih tersebut, adalah pihak yang menghasilkan pemain Islandia yang kini berkelana di sejumlah klub Eropa. Sebut saja Gylfi Sigurdsson, gelandang Swansea City yang menjadi pencetak gol terbanyak buat Islandia di kualifikasi Piala Eropa dengan koleksi lima gol. Lalu ada kapten Aron Gunnarsson (Cardiff City), Hannes Halldorsson (NEC), Kari Arnason (Malmo FF), Birkir Bjarnason (Basel) dan Kolbeinn Sigthorsson (Nantes).
Beredarnya para pemain Islandia di Eropa membuat perlakuan KSI berubah. Mereka sadar pemain adalah aset yang harus dilindungi dan dilayani dengan layak.
“Dulu pemain timnas yang akan bertanding ke luar Islandia memakai pesawat seperti turis biasa. Mereka harus berganti pesawat dan menunggu berjam-jam di airport. Tapi kini hal tersebut tak terjadi lagi. KSI selalu menyewa pesawat khusus. Pemain yang terbiasa dengan perlakuan profesional di klub merasakan hal yang sama ketika kembali ke timnas,” kata Tomas Thor Thodarson, seorang jurnalis lokal Islandia.
FAKTOR LAGERBACK
Faktor lain yang ikut menentukan keberhasilan Islandia adalah keberadaan pelatih Lars Lagerback. Pria asal Swedia ini mampu mengubah mentalitas pemain. Ia membuat para pemain muda yang mengisi skuad Islandia memiliki rasa percaya diri yang tinggi.
Pada masa awal kepelatihan Lagerback yang dikontrak sejak 2011, target yang diusung Islandia tiap berhadapan dengan lawan yang kualitasnya lebih bagus adalah memetik hasil seri. Kini, siapapun lawannya, Islandia mengincar kemenangan, bahkan saat bertarung di kandang lawan. Tak heran kalau Belanda pun mampu dibekuk dengan skor 1-0 di Amsterdam.
Lagerback, yang sebelumnya melatih Swedia selama hampir 10 tahun, tak mau berlebihan dalam menyikapi keberhasilan anak asuhnya lolos ke Prancis. Ia memilih berada di tepi lapangan ketimbang bergabung dengan keriaan Sigurdsson dkk. di tengah lapangan usai laga lawan Kazakhstan. Pria berusia 67 tahun itu lebih suka menyembunyikan badan dan kepalanya dalam balutan jaket di bawah siraman hujan. Ia juga menolak disebut sebagai pahlawan.
“Banyak orang yang bilang kisah ini seperti dongeng. Sebagian diri saya setuju dengan anggapan itu. Tapi sebagian lainnya tidak. Hasil ini diraih karena kerja keras dari banyak orang. Semuanya mengalami perkembangan. Keberhasilan ini dicapai berkat kerja dari sejumlah orang di dalam lingkungan yang bagus. Dengan cara itu, kami memiliki pemain yang bagus,” jelas Lagerback.
Satu lagi hal yang tak boleh dilupakan adalah dukungan suporter Islandia kala tim kesayangan mereka bertanding di kandang sendiri atau markas lawan. Sebanyak 3000 suporter berangkat ke Amsterdam kala Islandia dijamu Belanda. Jumlah tersebut sekitar 1% populasi total penduduk Islandia. Jika dibandingkan dengan penduduk total Inggris, jumlah tersebut setara dengan 550 ribu orang Inggris yang berangkat mendukung tim Inggris melakoni laga away.
“Dukungan mereka sungguh luar biasa. Saya bahkan merinding ketika mendengar mereka menyanyikan lagu kebangsaan,” ujar Lagerback.
Kedekatan suporter dan pemain tercermin usai kepastian lolos ke Prancis. Pemain larut dalam pesta bersama suporter di Ingolfur Square yang ada di pusat kota Reykjavik. “Saya tak punya kata-kata yang tepat untuk menggambarkan hal ini. Ini adalah mimpi saya sejak kecil saat mulai bermain sepak bola,” ucap kapten tim Gunnarsson.
Secara keseluruhan, dunia olah raga Islandia kini sedang berbahagia. Tim sepak bola Islandia lolos ke putaran final Piala Eropa di Prancis 2016. Tim basket sedang bertanding di Kejuaraan Eropa saat ini. Sedangkan tim bola tangan bakal berlaga di Kejuaraan Eropa pada Januari 2016.
Jika mengacu pada prestasi Islandia, selayaknya jika pengelola olah raga di Indonesia merenung. Sudah layakkah mereka mengelola olah raga di Indonesia?
Baca Juga:
Permalukan Belanda, Islandia Selangkah Lagi Lolos ke Piala Eropa
Belanda di Ujung Tanduk, Rep Ceska dan Islandia Lolos
Belanda Kalah Lagi, Blind Tak Mau Mundur