Bola.com, New York - Sesaat setelah menundukkan petenis nomor satu dunia, Serena Williams, di semifinal AS Terbuka, Sabtu (12/9/2015) dini hari WIB, seseorang melontarkan pertanyaan menggelitik kepada Roberta Vinci. Petenis Italia tersebut ditanyai apakah ingat kekalahan terburuk di ajang tenis putri dunia. Dia menjawab singkat, “Tidak. Hanya hari ini.”
Kemenangan Vinci memang sangat mengguncang. Tak ada yang menduga dia bisa mengalahkan Serena dengan skor 2-6, 6-4, 6-4. Di atas kertas, Serena punya segalanya untuk melaju ke final. Performanya sangat ciamik, nyaris tak tersentuh.
Perhatian tercurah ke petenis Amerika Serikat tersebut karena dia punya kans menjadi petenis putri pertama yang mengukir Calendar Slam sejak 1988. Serena juga tinggal dua langkah lagi menyamai koleksi 22 Grand Slam milik Steffi Graf. Namun, semuanya buyar di tangan Vinci, yang sama sekali tak diunggulkan.
Bisa jadi jawaban Vinci benar. Situs Five Thirty Eight merilis data lab untuk menguji jawaban Vinci. Dengan pendekatan kuantitatif, mereka mengambil kesimpulan yang sama dengan jawaban petenis peringkat ke-43 dunia tersebut. Kemenangan Vinci adalah kekecewaan terbesar dalam sejarah tenis putri modern, alias di era Open.
Sebelum turnamen, situs ini memakai sistem Elo untuk meranking petenis putri terbaik sepanjang masa. Elo adalah sistem peringkat untuk menghitung hasil pertandingan sang pemain dan kualitas lawannya, kemudian terciptalah ranking-ranking.
Bukan Terhebat
Menurut sistem tersebut, Serena adalah salah satu yang terbaik, tapi bukan yang terhebat. Sistem ini bisa menunjukkan betapa kemenangan Vinci sangat bersejarah.
Pada 23 Agustus 2015 lalu, rating Elo milik Serena adalah 2505 dan Vinci 1852. Perbedaannya 652 poin. Menurut hitungan, peluang Vinci mengalahkan Serena hanya tiga persen. Sebelumnya, gap Elo terbesar untuk kekalahan terburuk di perempat final, semifinal, atau final Grand Slam adalah 574, saat petenis Republik Ceko, Helena Sukova, mengalahkan Martina Navratilova di semifinal Australia Terbuka 1984.
Hasil itu menghentikan laju Navratilova yang memenangi enam Grand Slam beruntun. Kegembiraan Sukova hanya bertahan sekejap. Chris Evert mengalahkannya dan memenangi titel.
Satu peringkat di bawahnya lagi adalah kekalahan Hana Mandlikova dari Barbara Jordan di perempat final Australia Terbuka 1979. Gap Elo kedua pemain tersebut adalah 513 poin.
Yang membuat kekalahan Serena tambah buruk dan unik adalah fakta Vinci lah yang dihadapinya di semifinal. Kondisi ini jarang terjadi karena di turnamen Grand Slam jika sudah mencapai babak perempat final dan seterusnya, rating kedua pemain biasanya berdekatan. Tak seperti Serena dan Vinci.
Kekalahan yang buruk juga juga terjadi di sektor putra. Yang terbesar di babak perempat final, semifinal atau final adalah saat Christophe Roger-Vasselin mengalahkan Jimmy Connors, di perempat final Prancis Terbuka 1983. Saat itu rating Elo milik Connors lebih tinggi 680 poin dibanding sang lawan.
Selain faktor ranking, yang membuat hasil semifinal putri sangat mengguncang adalah fakta Serena punya modal yang sangat mentereng. Dia sedang dalam performa terbaik, sudah mengantongi 21 gelar grand slam, dan telah memenangi turnamen Australia Terbuka, Prancis Terbuka, dan Wimbledon. Jadi apa yang sesungguhnya terjadi pada pertandingan itu?
“Saya rasa dia memainkan tenis terbaik sepanjang kariernya. Sepertinya dia bermain sangat lepas, tak terpikirkan,” kata Serena mengomentari kekalahannya kontra Vinci.
Baca Juga: