Bola.com, Jakarta - Akhir Agustus lalu, Imran Nahumarury tak butuh waktu panjang untuk mengiyakan permintaan Bola.com untuk memberi testimoni pada Stadion Lebak Bulus yang sedang dalam proses diruntuhkan karena akan dipakai untuk membangun terminal MRT. Buat Imran, tempat itu tak akan terlupakan karena memiliki banyak kenangan manis dan juga pahit.
Pria asal Tulehu, Maluku, itu adalah salah satu pelaku sejarah ketika Persija Jakarta meraih gelar Liga Indonesia pada tahun 2001. Saat itu Persija memakai Stadion Lebak Bulus sebagai kandang di sepanjang babak penyisihan.
Daya tampung stadion, yang sebelumnya pernah dipakai sebagai markas klub Pelita Jaya itu, sebetulnya tidak besar. Jumlah tempat duduknya hanya cukup buat sekitar 12.500 penonton saja. Namun jika para penonton tersebut dipaksa berdiri berhimpitan, kapasitas stadion bisa melar menjadi sekitar 20 ribu.
Meski kapasitasnya terbilang kecil, ada satu ciri khas yang tetap akan melekat di memori pemain yang pernah berlaga di stadion yang dibangun pada 1987 itu. Ciri khas tersebut itu adalah faktor kedekatan pemain dengan penonton.
“Letak tribun penonton yang dekat dengan lapangan membuat semangat kami selalu berlipat kalau bermain di Lebak Bulus. Dukungan suporter The Jakmania sangat terasa buat pemain saat bertanding,” ujar Imran, yang kini berusia 36 tahun.
Teror Mental
Buat pemain yang didukung, teriakan, yel-yel, dan nyanyian The Jak dari tribun menjadi suntikan semangat yang luar biasa. Tapi buat pemain lawan, hal tersebut bagaikan teror. Saking dekatnya dengan penonton, pemain yang berada di bagian pinggir lapangan dipastikan akan mendengar dengan jelas makian penonton yang ada di balik pagar besi, yang membatasi tribun dan lapangan.
“Kalau sedang main jelek, makian penonton juga terdengar oleh kami. Untungnya kami jarang main jelek kalau sedang bertanding di Lebak Bulus,” kata Imran sambil tertawa.
Tekanan buat pemain lawan sudah bisa dirasakan sebelum masuk ke stadion. Akses jalan masuk, yang hanya satu-satunya, membuat kendaraan yang ditumpangi pemain mau tak mau harus berbarengan dengan suporter yang datang ke stadion.
Tambahan lagi, sebelum masuk ke komplek stadion biasanya kendaraan lawan akan dihadang kemacetan akibat penonton yang datang. Praktis, tak ada tempat bagi tim tamu buat menghindar dari penonton jika bertanding di Lebak Bulus.
Dukungan melimpah Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, kala itu membuat Persija tampil solid. Pemain dengan kualitas jempolan yang disokong dana melimpah adalah alasan terbesar tim Macan Kemayoran bisa menjuarai Liga Indonesia, yang hingga kini tak kunjung bisa terulang.
Semua faktor tersebut terangkum dalam rumah yang bernama Stadion Lebak Bulus. Saat ini, tempat bersejarah buat Persija itu sedang dalam proses diruntuhkan. Tak heran kalau siang itu Imran tampak sempat terdiam ketika masuk ke dalam stadion, melewati lorong yang biasa dipakai pemain jika akan masuk ke lapangan dari ruang ganti. Tentu banyak memori yang berkelebatan di kepalanya.
“Tempat ini sangat bersejarah. Saya meraih kesuksesan bersama Persija di sini,” ujar Imran. Perasaan itu pasti dimiliki oleh siapapun pemain yang bergabung bersama tim Persija kala menjadi juara pada 2001. Ia sempat mengabadikan kondisi lapangan dengan rumput yang sudah mengering dengan ponselnya. Namun, aksi itu tak lama berlangsung karena sejumlah petugas dengan nada keras meminta Imran dan Bola.com untuk pergi.
Semasa bermain, Imran adalah pilihan utama di lini tengah Persija. Ia berdampingan dengan Luciano Leandro dan Agus Supriyanto. Kala itu, Persija punya skuat yang mewah. Di belakang ada bek sayap Budiman dan Anang Ma’ruf. Keduanya punya pengalaman menjadi juara bersama Bandung Raya dan Persebaya sebelum bergabung bersama tim Macan Kemayoran.
Pada posisi kiper ada Mbeng Jean Mambolou. Ia dibentengi oleh bek tangguh seperti Aris Indarto, Nuralim, dan Antonio Claudio. Sementara lini depan mengandalkan Bambang Pamungkas yang dilapis Gendut Dony. Mereka dilatih oleh Sofyan Hadi.
Tanpa Pengganti
Imran memang meraih sukses di Persija. Setelah pulang dari berlatih bersama tim Baretti di Italia, ia sempat bermain buat PSB Bogor dan Persikota Tangerang. Namun, baru saat bersama Persija ia mencicipi manisnya juara. Setelah meninggalkan Persija, bergabung bersama Persib, Persita, Persita, Persikabo dan Persitara, ia tak lagi pernah merasakan gelar LI.
Memori Imran tak akan lekang meski nantinya Stadion Lebak Bulus hilang dan digantikan oleh bangunan lain. Hal lain yang disesalkan Imran, dan mungkin oleh banyak pihak yang peduli dengan sepak bola di Jakarta, adalah stadion pengganti yang belum ada.
“Mana stadion pengganti buat stadion yang sudah diruntuhkan? Belum ada kan? Hingga kini, Stadion Menteng saja belum ada gantinya, sekarang Lebak Bulus menyusul hilang,” ujar Imran dengan nada pahit.
Imran, seperti skuat Persija 2001, juga memiliki kenangan bersama Stadion Menteng, karena mes Persija berada di tempat itu. Memori yang akan terus ada meski Menteng sudah dihancurkan dan kini menyusul Lebak Bulus. Sayang, realisasi tempat pengganti yang tak kunjung ada membuat kenangan Menteng dan Lebak Bulus menjadi sebuah hal yang pahit buat diingat.
Baca Juga:
Cover Story: Bali Merajut Mimpi
Lembaran Baru Oktovianus Maniani
Karier Sepak Bola Alfin Tuasalamony di Persimpangan (1)
Cerita M. Nasuha, Bintang AFF 2010 Berjuang Pulih dari Cedera (1
Kisah Getir Bintang ISL Bermain Tarkam di Ciputat (1)
Cover Story: Runtuhnya Saksi Kejayaan Persija (I)