Bola.com, Jakarta - Aksi Walk Out (WO) yang dilakukan Persebaya "Bonek FC" United di laga leg kedua perempat final Piala Presiden 2015 melawan Sriwijaya FC, Minggu (27/9/2015), bukan kasus pertama di dunia sepak bola Indonesia. Kasus boikot keluar gelanggang beberapa kali terjadi.
Rata-rata kasus WO yang terjadi perhelatan sepak bola Tanah Air dipicu ketidakpuasan terhadap kinerja wasit. Terlepas kepemimpinan para pengadil tidak memuaskan, aksi menolak bertanding tidak semestinya dilakukan. Tindakan yang satu ini termasuk kategori melanggar sportivitas sekaligus mencoreng wajah persepak bolaan Indonesia.
Bola.com merangkum kasus-kasus WO yang terjadi di Indonesia. Uniknya, baik Persebaya atau Sriwijaya FC pernah terlihat kasus yang satu ini. Bagaimana detail kejadiannya?
1. Libya di final Piala Kemerdekaan 2008
Timnas Indonesia menjuarai Piala Kemerdekaan 2008 pada Minggu (28/8/2008) di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, dengan cara yang kurang elegan. Lawan yang dihadapi di laga final, Libya, menolak melanjutkan pertandingan usai jeda paruh pertama pertandingan.
Saat Libya WO, Indonesia dalam posisi tertinggal 0-1. Kasus mogok kubu lawan terjadi setelah pelatih mereka, Gamal Adeen Nowara, dipukul oleh pelatih kiper Timnas Indonesia, Sudarno, di lorong menuju ruang ganti.
Sudarno melakukan tindakan tidak sportif karena panas melihat Gamal Adeen Nowara cerewet melakukan protes ke wasit Shahabuddin Moh Hamiddin asal Brunei Darussalam yang memimpin jalannya laga.
Gamal protes karena melihat pengadil lapangan berulangkali luput menangkap aksi kasar pemain Tim Merah-Putih. Ambil contoh aksi sikut striker Timnas Indonesia, Budi Sudarsono, ke salah satu bek lawan yang tertangkap kamera televisi. Pelanggaran keras dilakukan bek sayap kanan, Isnan Ali, ke pemain depan Libya juga didiamkan wasit.
Pandangan berbeda dirasakan Timnas Indonesia. Pelatih Benny Dollo dan para asistennya menilai para pemain Libya jago sandiwara. Mereka kerap berpura-pura kesakitan seakan-akan dikasari pemain Indonesia.
Upaya mendamaikan kedua tim dilakukan inspektur pertandingan. Namun, Libya tetap menolak melanjutkan pertandingan karena melihat mereka kurang mendapat perlindungan dari pihak keamanan.
2. Persebaya di babak 8 besar Liga Indonesia 2005
Persebaya Surabaya menggemparkan sepak bola nasional saat memutuskan WO ketika bersua Persija di babak 8 besar Liga Indonesia 2005 pada 21 September 2005. Manajer Tim Bajul Ijo, H. Susanto (almarhum), jadi aktor utama di balik kasus balik badan tim yang kala itu berstatus sebagai juara bertahan kompetisi kasta elite.
Saat itu, Persebaya menempati urutan buncit Grup Barat, dengan hasil sekali imbang 2-2 (vs PSM) sekali kalah 0-1 (vs PSIS). Peluang Cristian Carrasco dkk. lolos ke partai puncak amat tipis.
Kubu Persebaya yang diarsiteki Jacksen F. Tiago melempar isu bila ada skenario memunculkan Persija, yang bertindak sebagai tuan rumah, sebagai juara kompetisi. Menjelang pertandingan antara Persebaya vs Persija, situasi memanas.
Gesekan antarkelompok suporter pendukung Persebaya, Bonek Mania dengan fans Persija, The Jakmania, terjadi di area Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan. Pihak Bajul Ijo merasa suporter mereka kurang mendapat pengamanan dari pihak kepolisian. Selain bentrok dengan The Jakmania, Bonek Mania juga terlibat perseteruan dengan ormas yang menghalang-halangi kedatangan suporter dari Surabaya ke Jakarta.
Sehari sebelum laga, di Surabaya, Ketua Umum Persebaya sekaligus Wali Kota Surabaya, Bambang D.H., mengumumkan pengunduran diri Bajul Ijo. H. Santo menambah gempar suasana saat menitipkan Piala Presiden ke PSSI Pers untuk diserahkan ke PSSI.
Keputusan Persebaya WO disesalkan PSM Makassar. Peluang mereka melenggang ke final tertutup. Apapun hasil pertandingan PSM dan PSIS, tidak memengaruhi posisi Persija sebagai pemuncak klasemen babak perempat final wilayah barat. Macan Kemayoran melaju tanpa hambatan ke partai final setelah menikmati kemenangan gratis 3-0.
Pada kenyataannya Persija tidak menjadi juara Liga Indonesia, setelah kalah 2-3 dari Persipura. Komite Displin PSSI pun langsung bereaksi atas ulah Persebaya yang melanggar fair play. PSSI langsung menjatuhkan sanksi berupa larangan mengikuti kompetisi liga nonamatir di lingkungan PSSI selama dua tahun berturut-turut serta denda sebesar Rp 25 juta kepada Persebaya. Setelah melalui banding, hukuman ini lalu dikurangi menjadi 16 bulan dan degradasi ke Divisi Satu.
Pada musim yang sama juga terjadi insiden mogok bertanding yang dilakukan Arema Indonesia di final Piala Indonesia. Tim Singo Edan saat itu menggugat kinerja wasit yang mereka nilai cenderung memihak Persija. Hanya, setelah ditenangkan pengurus PSSI, Arema yang saat itu dilatih Benny Dollo bersedia melanjutkan pertandingan. Pada akhirnya Arema keluar sebagai juara setelah memenangi pertandingan dengan skor 4-3.
3. Persipura di final Piala Indonesia 2008
Final Copa Dji Sam Soe Indonesia (Piala Indonesia) 2008-2009 ternoda dengan aksi walk out yang dilakukan Persipura Jayapura.
Tim Mutiara Hitam dinyatakan kalah WO saat dalam posisi tertinggal 0-1 dari Sriwijaya FC, Minggu (28/6/2009). Mereka memprotes keputusan wasit senior Purwanto yang tidak luput melihat insiden handsball di kotak penalti Sriwijaya FC pada menit ke-61.
Amarah pemain Persipura meledak setelah Purwanto melayangkan kartu merah buat Ernest Jeremiah karena melakukan aksi protes handsball pemain Tim Laskar Wong Kito diabaikan sang pengadil. Satu per satu pemain Persipura meninggalkan gelanggang. Pertandingan terhenti sampai 30 menit.
Upaya Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid, dan Gubernur Sumatra Selatan, Alex Noerdin, membujuk Tim Mutiara Hitam gagal. Boaz Solossa dkk. telanjur emosi. Kubu Persipura sejak awal merasa keberatan dengan pemilihan lokasi menggelar pertandingan final di Stadion Gelora Sriwijaya, Jakabaring, Palembang. Mereka menilai venue cenderung menguntungkan bagi lawan mereka. Namun, pihak sponsor dan PSSI menolak memindahkan lokasi pertandingan.
Bagi Purwanto kasus WO Persipura terasa menyesakan, mengingat pertandingan Sriwijaya FC vs Persipura merupakan laga terakhirnya menjadi wasit sebelum pensiun. Wasit asal Kediri itu sejatinya dianggap salah satu hakim pertandingan terbaik di Tanah Air.
4. Persija di Indonesia Super League 2009-2010
Persija Jakarta akhirnya dinyatakan kalah walk out (WO) dari Persiwa Wamena dan diganjar hasil 0-3 setelah gagal menggelar lanjutan Indonesia Super League (ISL) 2009-2010 pada Sabtu (13/3/2010). Keputusan ini dikeluarkan Komisi Disiplin (Komdis) PSSI dalam sidang yang digelar Rabu (17/3/2010).
Ketua Komdis Hinca Panjaitan, menyebut Tim Macan Kemayoran dinyatakan kalah WO karena gagal mengantungi izin pertandingan dari pihak kepolisian. Administrator kompetisi, PT Liga Indonesia, sebenarnya memberi toleransi buat klub memindah lokasi pertandingan dengan syarat melayangkan pemberitahuan paling lambat 14 hari sebelum waktu pertandingan.
Akan tetapi, hal tersebut tidak bisa dipenuhi panpel Persija yang secara mendadak kesulitan mengurus izin keramaian di Stadion Lebak Bulus, Jakarta Selatan, ke Polda Metro Jaya. Padahal, Persiwa sudah datang ke Jakarta. Masalah pengurusan izin pertandingan menjadi momok yang menakutkan di ISL 2009-2010 karena saat penyelenggaraan kompetisi berdekatan dengan pelaksanaan Pemilu.
Baca Juga:
Ini Alasan Lain di Balik Aksi WO Persebaya "Bonek FC" United
Persebaya United Tak Mau Keluar Lagi, SFC Menang WO
Amarah CEO Persebaya "Bonek FC" United Meledak, Kecam Jerry Elly