Bola.com, Solo - Potongan rambut yang eksentrik menjadi ciri khas yang membuat sosok Titus Bonai cepat dikenali penikmat sepak bola Tanah Air. Karier penyerang asli Jayapura tersebut cepat melesat, ketika kali pertama memukau publik saat membela Timnas Indonesia U-23 di pentas SEA Games 2011.
Sebagai seorang penyerang Titus Bonai yang akrab disapa Tibo terhitung pemain yang produktif mencetak gol. Jangan heran ia kerap jadi rebutan banyak klub saat musim baru datang.
Aksi-aksi gemilangnya dalam mengolah bola sepak kerap kali diperlihatkannya. Kelincahan pemain Sriwijaya FC itu membuatnya menjadi komoditas yang selalu diburu klub-klub di Tanah Air.
Karier pria yang akrab disapa Tibo tersebut di dunia sepak nasional boleh dikatakan bagus. Pasalnya, ia telah membela lima klub di Indonesia yakni Bontang FC, Persiram Raja Ampat, Persipura Jayapura, Semen Padang dan yang terakhir adalah Sriwijaya FC.
Sejak kecil Tibo sudah menunjukan bakat menjadi seorang pemain bola hebat. Saat masih sekolah dasar ia terpilih mewakili sekolah pergi ke Bandung untuk mengikuti kejuaraan. Meski hanya meraih posisi kedua, pemain berusia 26 tahun itu tetap bangga dengan prestasi yang diraihnya saat itu.
"Awal saya mungkin pernah mengikuti ajang seleksi antar SD dan akhirnya saya terpilih, dari antar SD. Saat itu ada dua teman, termasuk saya salah satunya akhirnya yang diambil cuma saya saja," kata Tibo yang dijumpai bola.com dalam suasana santai di Hotel Riyadi Palace, Solo, menjelang duel semifinal kedua Piala Presiden 2015 melawan Arema Cronus.
"Saya berangkat ke Bandung, kami bermain di sana, dan meraih posisi kedua di sana. Setelah itu ikut Persipura junior dan dididik di sana," imbuhnya.
Namun, bila ditarik jauh ke belakang saat ia memulai jadi pemain sepak bola tak berjalan mulus, banyak rintangan yang harus dilaluinya. Mulai dari tidak ada bola yang bagus, hingga Tibo hanya bisa bermain bola plastik dengan anak-anak seumurannya di dekat tumah tinggalnya.
Sampai tidak mendapat restu dari orang tuanya untuk menjadi pesepak bola. Alasannya, adalah karena orang tua Tibo melihat jenjang karier pesepak bola nasional tidaklah cemerlang, dan lebih baik dirinya menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil mengikuti sang ayah.
"Awalnya bapak mungkin tidak mendukung, ingin saya sekolah lebih bagus dan berada di kantor menggantikan bapak, tapi akhirnya saya memilih bermain bola," ucapnya.
"Akhirnya saya tembus di PON dan bapak mendukung karier saya di sepak bola, karena bapak dulu juga bermain sepak bola," ia menambahkan.
Keputusan bergabung dengan Persipura
Bergabung dengan klub Persipura Junior adalah keputusan yang paling tepat menurut Tibo. Sebab selama membela Tim Mutiara Hitam belia pemain kelahiran 4 Maret 1989 tersebut mendapatkan sokongan dana untuk melanjutkan sekolahnya hingga tamat SMA.
Orang tua Tibo tak perlu mengeluarkan dana sepeser pun untuk menyekolahkan anaknya itu. Sebab pemerintah Papua bekerja sama dengan klub Persipura telah memberikan beasiswa kepada Tibo.
"Orang tua saya bekerja sebagai pegawai negeri, akan tetapi saya tak merepotkan mereka dengan biaya sekolah karena sudah dibantu pemkot Jayapura dan Persipura. Puji Tuhan saya menyelesaikan pendidikan hingga level SMA tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun," ucap sang pemain yang masuk Persipura sejak level usia 13 tahun.
Setelah itu Tibo dipanggil untuk masuk ke dalam tim Pekan Olahraga Nasional Papua (PON) pada tahun 2006. Di sana ia bertemu dengan Stevie Bonsapia, Vendry Mofu, Imanuel Wanggai yang sama-sama memperkuat Papua di pentas multievent nasional empat tahunan tersebut. "Memperkuat tim sepak bola Papua di PON merupakan sebuah kebanggaan, karena proses seleksinya tidaklah mudah," ujar Tibo yang jadi bintang sinetron Si Madun bareng pesepak bola asal Papua lainnya, Oktivianus Maniani itu.
Meski bergabung dengan Persipura sejak berusia muda, karier senior Tibo bukanlah diawali di klub yang membinanya. Bontang FC merupakan klub pertama yang dibelanya pada tahun 2008. Setelah itu ia berseragam Persiram Raja Ampat. Penampilan ciamiknya di pentas Divisi Utama 2009 mengantarkannya kembali ke Persipura di tahun 2010. Adalah sosok pelatih, Jacksen F. Tiago yang melihat Titus Bonai punya kualitas mumpuni yang cocok buat tim asuhannya.
Dua musim berseragam Merah-Hitam Tibo memutuskan berlabuh di Semen Padang. Namun, petualangannya di Tim Kabau Sirah tersebut hanya satu musim saja. Setelah itu Tibo balik lagi ke Persipura selama semusim, sebelum pada akhirnya membela Sriwijaya di tahun 2014 hingga saat ini.
2
Jago dalam bernyanyi dan sosok inspirasinya
Tak hanya padai dalam mengolah si kulit bundar. Pemain yang punya postur terhitung pendek sebagai striker (hanya 169 cm) juga memiliki keahlian dalam olah vokal. Ia sering kali mengisi waktu luangnya dengan bernyanyi.
Selai itu Tibo ternyata juga menyukai pertandingan tinju. Bila ada pertandingan tinju kelas dunia yang disiarkan secara langsung oleh stasiun televisi, ia hampir tidak pernah melewatkan menyaksikan olahraga adu jotos tersebut bersama teman-teman atau keluarganya. "Tapi saya tidak berbakat bermain tinju. Muka saya pun dianggap terlalu manis jika jadi atlet tinju," ujar Tibo sambil tertawa.
Saat diwawancarai bola.com secara khusus ia sempat berdendang lagu berjudul "Natalia" yang dipopulerkan artis pop era 1980-an, Obbie Messakh.
"Natalia kau jelas berubah, natalia kau membagi cinta, aku ingin sang biasa yang selalu tersisih, jangan kan dalam kehidupan, di dalam bercita pun aku kalah, dudududududu.......
Sanking sukanya dengan lagu tersebut Titus Bonai memberi nama putrinya dengan judul lagu. Natalia Krisnalia Bonai demikian nama lengkap anak sang striker hasil buah cinta dengan sang istri, Novalia Metiaman. "Saya biasa bernyanyi diiringi gitar saat sedang kangen dengan putri saya di Jayapura," cerita Tibo.
Sedangkan untuk sosok yang menginspirasi Tibo dalam urusan sepak bola, ia menyebut figur Boaz Solossa. Tibo begitu mengidolakan Boaz, kapten Persipura saat ini. Ia mengaku belajar banyak dari penyerang haus gol bernomor punggung 86 tersebut ketika mereka bermain bersama di Persipura.
"Idola saya adalah kakak Boaz. Itu karena bagi saya, dia tipe striker yang sangat mematikan dan jago sekali dalam menjaga penguasaan bola. Menurut saya kehebatan dia di Indonesia belum ada yang menandingi lagi."
Awal mula pertemuan dengan Wanggai hingga pensiun dari sepak bola
Di Sriwijaya FC musim 2015 ini Tibo bereuni dengan teman lamanya, yakni Patrich Wanggai. Kedua pemain asal Papua tersebut telah berkawan lama. Mereka kian dekat ketika berduet bareng saat membela Timnas Indonesia U-23 di ajang Sea Games 2011.
Wanggai dan Tibo menjelma menjadi duet yang menakutkan di SEA Games yang dihelat di Jakarta dan Palembang. Keberhasilan Tim Garuda Muda menembus final tak lepas ketajaman dua pemain menjebol gawang tim-tim pesaing. "Sayang kala itu kami gagal di partai puncak. Kami kalah adu penalti saat melawan Malaysia. Menyakitkan karena kekalahan terjadi di hadapan pendukung sendiri," kenang Tibo.
Tetapi ajang SEA Games bukanlah awal pertemanan kedua pemain tersebut. Mereka menjalin persahabatan sejak PON edisi 2006. Uniknya keduanya membela tim berbeda. Titus Bonai di Papua, sementara Patrich Wanggai membela Papua Barat. "Walau beda tim kami sering bertegur sapa, persaudaraan sesama putra daerah Papua," papar Tibo.
Sejak lama Tibo mengimpikan bisa tampil satu klub bareng dengan Patrich. Hal itu baru terjadi di Sriwijaya FC.
"Tipikal permainan kami berdua berbeda. Patrich tipe striker 'tembok.' Ia jadi pemain yang bisa diandalkan dalam duel-duel bola atas atau sebagai pemantul pembuka peluang buat pemain lain. Sementara saya tipikal penyerang yang mengandalkan kecepatan. Gaya bermain kami saling melengkapi. Lihat saja saat di SEA Games, kolaborasi kami berdua amat menakutkan bagi tim-tim lawan," cerita Titus Bonai.
"Selepas SEA games 2011, kami sempat berkomitmen bermain bareng satu klub. Tapi dasar belum jodoh, kami bermain di klub berbeda. Ia singgah di Persidafon, sementara saya di Persipura. Saat ia bermain di Persipura saya justru pindah ke klub lain. Walau beda klub hubungan kami tetap baik. Kami sering saling berbagi cerita. Kalau bertemu banyak bercandaan yang membuat suasana terasa lebih hidup. Patrich Wanggai buat saya sudah seperti saudara, kebetulan kami berdua berasal dari satu kampung," imbuhnya.
Kedekatan keduanya ditunjukan dengan gaya unik. "Dalam bertegur sapa kami sering secara sengaja memanggil nama masing-masing dengan nama berbeda secara sembarangan. Orang di sekitar kami mungkin bingung, dekat kok tapi terkesan tidak hafal nama masing-masing," papar Tibo yang sempat hampir bermain di LIga Thailand tiga tahun silam.
Yang menarik Tibo dan Wanggai juga memiliki kesamaan lainnya yakni dalam soal tato. Kedua pemain itu menuliskan nama istrinya masing-masing di lengan mereka. "Istri merupakan sosok terpenting bagi kami berdua. Ia yang memberikan dukungan kala senang atau susah," ujar Tibo yang kini berstatus sebagai kapten Tim Laskar Wong Kito.
Lebih lanjut Tibo menyatakan bila sudah gantung sepatu dari sepak bola, ia bercita-cita melanjutkan kariernya sebagai pelatih. Tetapi sebelum itu ia akan terlebih dahulu mengambil sekolah untuk mengambil lisensi kepelatihan. "Mungkin saya bila sudah pensiun dari sepak bola mau kumpul uang sekolah lagi untuk jadi pelatih di masa depan. Tak tahu kalau Patrich, coba tanyakan langsung ke dia," ujar Titus Bonai sembari melirik Patrich Wanggai yang duduk di sebelahnya saat sesi wawancara dengan bola.com dilakukan.
Mau tahu cerita Patrich Wanggai soal Titus Bonai? Simak tulisan berbeda di Rubrik Couple hanya di bola.com.
Baca Juga:
Ini Kata Titus Bonai Usai Sriwijaya FC Lolos ke Final
Wawancara Titus Bonai: di Antara Sinetron dan Sepak Bola
Biar Asap Dapur Ngebul, Tibo dan Okto Main Sinetron Madun
Couple: Tibo-Wanggai Akhirnya Bisa Berjodoh di Sriwijaya (2)