Bola.com, Solo - Sosok Kone di pentas sepak bola nasional tentu sudah tidak asing lagi. Pemain berusia 36 tahun tersebut sudah malang melintang memperkuat klub Tanah Air seperti Deltras Sidoarjo, Persisam Putra Samarinda, Sriwijaya FC, Persipura Jayapura dan yang terakhir adalah Arema.
Namun, bila menilik jauh ke belakang sebelum Kone menapaki jejak karier di Indonesia, ia sempat merasakan berkompetisi di Afrika, Thailand sampai Jerman. Ia mengawali karier profesional sebagai seorang pesepak bola di klub Africa Sports National pada tahun 2002-2004.
Setelah dua tahun membela klub Africa, Sports National, Kone memutuskan hengkang karena ia gagal bersinar dan tak dapat memberikan trofi untuk klub yang dibelanya.
Issia Wazi menjadi pelabuhan berikutnya bagi pemain bertinggi 1.79 meter itu. Dari 50 penampilannya, ia sukses mencetak 28 gol. Raihan gol tersebut merupakan yang tertinggi selama Kone bermain sepak bola.
Pada musim berikutnya Kone mendapatkan tawaran untuk berlaga di kompetisi Thailand di Thai Premier League. Mantan pemain Sriwijaya itu membela tim Chonburi FC. Kehebatan Kone dalam menjaga lini tengah tim semakin terlihat, karena ia selalu mendapatkan kesempatan sebagai starter tim.
"Saya hanya bermain satu tahun di sana. Setelah itu saya pergi ke Jerman, tapi saya cedera sehingga saya balik lagi ke Pantai Gading."
"Saya kemudian bergabung di Maroko, KAC Marrakech Marakesh. Di sana ada pemain terbaik Afrika yakni Badou Ezzaki. Saya belajar banyak tentang kultur sepak bola Maroko dari dia."
Raja Casablanca menjadi klub terakhir yang dibela Kone sebelum ia memutuskan bermain di Indonesia. Bersama klub ini pria bernama lengkap Lanciné Sanogo Koné itu sukses mempersembahkan dua gelar juara.
"Di sana saya menjabat sebagai kapten tim. Dan berhasil meraih juara. Ini merupakan kenangan yang tak mungkin saya lupakan," ucap Kone.
Pindah ke klub Indonesia
Deltras Sidoarjo menjadi klub Indonesia pertama yang dibela Kone. Namun, sebenarnya ia sempat tidak mau ketika ditawari agennya untuk bermain di Indonesia. Sebab Kone telah mempunyai keinginan membela klub lainnya.
Kone hampir saja meneken kontrak dengan klub asal Uni Emirat Arab, Al Ain FC. Tetapi, klub lama Kone tidak memberikan surat keluar kepadanya. Alhasil, ia tetap berada di Raja Casablanca.
"Kemudian saya ditawarkan agen apakah kamu bisa membantu tim di Indonesia? Saya bilang mau. Saya melakukan negosiasi dengan mereka setelah itu saya diperbolehkan pergi," kenang Kone.
Tetapi keputusan Kone untuk membela Deltras disesalinya karena ia tidak mendapatkan bayaran selama lima bulan. Padahal saat kesepakatan awal, klub berjanji tidak akan ada masalah soal bayaran.
Hal itu membuat Kone mogok bermain. Ia memutuskan pulang kampung ke Pantai Gading untuk bertemu keluarganya yang ada di sana. Ia ingin masukan dari keluarga di kampung halaman.
"Hal yang membuat saya trauma di Indonesia adalah tidak dibayar gaji. Saya bermain di Deltras lima bulan tidak dibayar. Kalau tidak ada uang harus ada komunikasi. Mereka wajib memberi tahu soal ini bila tidak ada uang."
"Kalau saya ingat tidak ada gaji tapi sudah kerja keras pasti sakit hati. Yang saya pelajari di Indonesia adalah kesabaran, karena waktu itu teman saya ada yang mengingatkan saya agar lebih sabar menghadapi kondisi di sini."
"Dulu saya main di sekolah kota ayah saya di Pantai Gading, bersama teman-teman, sampai saya keluar dari negara, ke Mali hingga ke Divisi Satu Pantai Gading," ucap pemain Arema Cronus Lancine Kone saat berbincang dengan bola.com di Solo beberapa waktu lalu.
Baca Juga:
Joko Susilo: Sekarang dan Selamanya Saya Tetap Arema
Gonzales dan Kone, 2 Pemain Arema yang Diperhatikan OK Jhon
Saksikan Mitra Kukar vs Arema Cronus di Sini