Bola.com, Valencia - Juara Dunia MotoGP 2015, Jorge Lorenzo, menilai dirinya layak mendapat respek atas kerja kerasnya sepanjang musim ini. Rekor tujuh kemenangan di seri balap menjadi tolok ukur Lorenzo.
Argumen Lorenzo tersebut memang ada benarnya. Dari total 18 seri balap alias grand prix (GP) yang digelar pada musim 2015, tujuh di antaranya dimenangi X-Fuera.
Baca Juga
Tercatat, pebalap Spanyol yang membela tim Movistar Yamaha itu naik podium kampiun di GP Spanyol, GP Prancis, GP Italia, GP Catalunya, GP Republik Ceska, GP Aragon-Spanyol, dan terakhir, GP Valencia-Spanyol.
Rekor tersebut menjadi yang terbanyak di antara semua pesaing terbaiknya, Valentino Rossi, Marc Marquez dan Dani Pedrosa. Adapun Rossi cuma bisa memenangi empat seri balap, Marquez lima, sedangkan Pedrosa dua.
Puncak kemenangan Lorenzo terjadi pada GP Valencia yang dihelat di Sirkuit Ricardo Tormo-Cheste, akhir pekan lalu. Memulai balapan dari pole position, pebalap berusia 28 tahun itu sukses menjaga posisinya itu sampai tiba di garis finis.
Melahap 30 putaran, Lorenzo mencatat waktu tercepat, 45 menit 59,364 detik. Sedangkan Rossi, harus puas finis keempat setelah memulai balapan dari posisi start paling belakang.
Alhasil, defisit tujuh poin yang semula dipegang Lorenzo sebelum balapan GP Valencia digelar, berbalik menjadi keunggulan lima poin. Lorenzo menuntaskan musim balap MotoGP 2015 dengan 330 poin, Rossi 325 poin.
Berikut wawancara Lorenzo dengan Gazzetta World terkait pandangannya terhadap gelar juara dunia MotoGP ketiganya, seperti dikutip bola.com, Senin (9/11/2015):
Apakah kamu meyakini kamu berhak atas titel ini?
Awal musim ini memang sulit. Saya punya kesempatan untuk meraih hasil baik, tapi pada akhirnya saya cuma bisa mendapat sedikit poin. Saya punya masalah helm di GP Qatar, saya sakit di Austin (GP AS, red), dan saya memilih ban salah di GP Argentina.
Setelah itu, saya tertinggal 29 poin dari Rossi, tapi saya bisa mendekati selisih itu dengan memenangi empat seri balap secara beruntun. Saya kehilangan poin di Silverstone (GP Inggris, red) dan Misano (San Marino), tapi sekali lagi, saya bisa memangkas defisit poin.
Saya memenangi lebih banyak seri balap dibanding pebalap lain di musim ini. Saya selalu tampil tercepat di kualifikasi dan saya selalu berada di depan di banyak lap. Kecepatan dan determinasi saya menunjukkan saya layak memenangi titel ini. Saya berhak mendapat respek.
Bagaimana balapan di Valencia berjalan?
Ada banyak tekanan. Tapi, seperti yang biasa saya lakukan, saya berusaha memacu motor saya di awal balapan dan saya menjaga kecepatan itu. Lalu, ban belakang saya mulai bermasalah, terutama pada sisi kanan.
Saya hampir jatuh beberapa kali, tapi saya tahu saya harus bertahan. Lap terakhir menjadi yang paling sulit. Saya tidak bisa melihat dinding pit secara jelas, dan saya tidak tahu berapa lap lagi yang harus saya lalui. Keunggulan yang saya punya, lalu Dani (Pedrosa) mengejar. Ketika saya melihat chequered flag dikibarkan, rasanya sangat bebas.
Kamu sekarang memegang tiga titel juara dunia MotoGP.
Ya, dan rasanya luar biasa. Tiga titel, setara dengan legenda seperti Wayne Rainey dan Kenny Roberts. Atau Ayrton Senna di Formula 1. Sungguh perasaan luar biasa. Untuk kali pertama saya menangis di balik helm saya.
Apakah ini menjadi balapan tersulit sepanjang karier kamu?
Balapan tadi jelas bukan yang tercepat, tapi yang paling penting. Saya sering dituding tidak bisa melawan tekanan, tapi faktanya, hasil berkata lain. Sejak 2009, saya hampir selalu finis pertama atau kedua di klasemen, kecuali musim lalu, saya finis ketiga.
Saya mengalahkan tiga generasi pebalap, Rossi, Casey Stoner, dan Marc Marquez. Meski saya tertinggal di klasemen, saya tidak pernah berhenti percaya.
Rossi mengatakan hal buruk tentang saya, bagaimana kamu melihat masa depanmu?
Saya sudah mengatakan hal itu, dan saya akan mengulangnya kembali: mimpi saya menyelesaikan karier balap motor saya bersama Yamaha. Apapun yang terjadi di beberapa pekan terakhir seharusnya tidak membayangi gelar juara dunia saya.