Bola.com, Jakarta - Mantan pemain timnas Indonesia, Tumpak Sihite, berjalan tertatih-tatih menggunakan tongkat, saat memberi penghormatan terakhir kepada mantan pelatih timnas, Sinyo Aliandoe di rumah duka Carolus, Jakarta, Rabu (18/11/2015).
Tumpak Sihite (73 tahun) berjalan bergandengan dengan rekan seangkatannya, Ipong Silalahi. Mereka lalu bergabung dengan para junior, yang sudah berada di rumah duka sejak pukul 16.00 WIB. Tumpak dan Ipong merupakan junior mendiang Sinyo, saat mereka masih menjadi pemain sepak bola.
“Begitu diberi kabar, saya langsung SMS Ipong. Ayo, kita melayat, naik taksi saja. Kau yang masih bisa jalan jemput saya. Lalu saya dikabari mau dijemput dan diantar oleh Hermansyah,” begitu ucap Tumpak, yang kebetulan tinggal di Bekasi, berdekatan dengan Ipong.
Sampai di rumah duka, mereka berkumpul dengan adik angkatan, seperti Ronny Pasla, Rully Nere, Hermansyah, Yohanes Auri, dan Benny van Breukellen. Tak lupa, para junior mentraktir mereka makan di kafetaria, sambil menunggu masuk ke ruang duka, untuk memberi penghormatan kepada Sinyo.
“Lepas lagi satu legenda timnas Indonesia. Kabar terakhir saya dengar dia hilang ingatan. Rasanya pedih, meski itu penyakit biasa yang diderita orang tua. Doakan saja kami supaya sehat,” ucap Tumpak.
Baca Juga
Para legenda timnas era 1960 hingga 1990-an sebenarnya punya kegiatan di APSNI (Asosiasi Pelatih Sepakbola Nasional Indonesia). Ipong Silalahi mengatakan, empat tahun yang lalu mereka sering mengirim undangan untuk Sinyo, tapi Sinyo Aliandoe berhalangan hadir karena sakit.
“Yang saya tahu setelah istrinya meninggal, sakitnya tambah parah. Hanya bisa berdoa semoga Sinyo mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan,” ucap Ipong.
Ipong dan Tumpak, pemain yang meraih juara Piala Asia Junior 1961 (sekarang Piala AFC U-19), berharap Indonesia tak melupakan jasa pesepak bola di masa lalu, yang mengharumkan nama Indonesia hingga ke tingkat Asia. Begitu juga Sinyo, berhasil meracik timnas yang bisa disebut sebagai salah satu yang terbaik pada Pra Piala Dunia 1986.
Menurut Ipong, kepergian Sinyo melahirkan pesan, usia para legenda timnas tak lagi memungkinkan untuk melatih secara fisik. Mereka hanya meninggalkan buah pemikiran dan sikap ideal sebagai pesepak bola yang bergabung dengan tim nasional.
“Beban jadi pemain jauh lebih berat di era kami. Bila kalah, dua minggu surat kabar nasional mengulas kekalahan kami. Tapi, kami pernah dapat keistimewaan di mata publik lewat media. Itu bedanya dengan era sekarang. Orang mudah sekali memberi pujian,” lanjut Ipong.
“Satu lagi, kami menomorduakan uang ketika berada di timnas. Saat Sinyo melatih di Pra Piala Dunia juga begitu. Saya tahu karakter dia yang pekerja keras. Pokoknya untuk Indonesia, Sinyo tidak memikirkan materi,” timpal Tumpak.
Tumpak dan Ipong berharap, PSSI dan pemerintah tak lupa terhadap jasa mantan pemain dan pelatih timnas Indonesia. Begitu juga dengan pemain generasi sekarang. Mereka harus belajar dari pengalaman para senior.