Bola.com, Jakarta - Iwan Setiawan memutuskan mundur dari jabatan sebagai pelatih Pusamania Borneo FC setelah tim asuhannya kalah adu penalti 5-6 (2-2) dari PS TNI pada pertandingan Grup C Piala Jenderal Sudirman, Rabu (18/11). Apa yang membuat Iwan melakukan hal tersebut?
Benarkah hanya karena alasan kekalahan tersebut yang membuat pelatih berdarah Aceh itu mundur? Berikut penuturan eks pelatih Persija dan Persela itu pada bola.com, sesaat sebelum ia masuk ke pesawat untuk kembali ke Jakarta, Kamis (19/11/2015) malam.
Apa alasan sebenarnya Anda mundur dari kursi pelatih PBFC?
Sehari sebelum pertandingan lawan PS TNI, saya sudah bilang ke semua pemain. Kalau melihat permainan PS TNI, kami seharusnya menang. Kalau kami tak menang, saya akan mundur. Saya menepati janji dan komitmen itu, tim kalah dan saya mundur.
Kapan mengumumkan hal ini ke tim?
Setelah selesai pertandingan, di dalam ruang ganti. Saya mengucapkan terima kasih atas kerja sama semua elemen tim dan minta maaf kalau punya salah.
Baca Juga
Apa benar tak ada masalah lain? Apa bukan ganjaran yang terlalu mahal jika hanya karena kalah dalam turnamen saja Anda harus mundur?
Tak ada masalah dengan manajemen atau siapapun. Hubungan saya dengan pemain juga baik. Pemain senior seperti Ponaryo Astaman dan Hamka Hamzah banyak membantu kerja saya sebagai pelatih.
Pagi setelah pertandingan, Presiden Klub Nabil Husein sempat meminta saya untuk bertahan, alasannya tim tidak kalah karena sebetulnya bermain imbang dalam waktu normal. Tapi buat saya, kalah dalam adu penalti tetap sebuah kekalahan. Saya harus memegang komitmen untuk mundur.
Lalu apa yang membuat PBFC kalah dari PS TNI?
Soal teknis, kami tidak kalah. Dilihat dari kualitas individu pemain, Borneo FC di atas mereka. Tapi saya salah berhitung dalam hal organisasi permainan. Kami hanya punya waktu dua hari latihan dengan pemain yang lengkap.
Sebagian pemain baru bergabung setelah tampil di Piala Habibie. Padahal ada sejumlah pemain baru. Hal ini yang menjadi kelemahan kami. Di babak pertama, saya masih bisa memberi instruksi karena posisi bangku cadangan masih dekat dengan tim di lapangan. Tapi di babak kedua posisi saya sudah susah buat memberi instruksi lagi. Akibatnya pertahanan bocor di mana-mana.
2
Belakangan ini, Anda sering mengeluarkan komentar bernada psywar pada tim lain. Apa alasannya?
Terserah oleh orang lain mau menyebut apa. Wartawan mungkin menulis saya melakukan psywar. Tapi saya hanya mencoba jujur. Apa yang saya lihat tentang tim lain, itu yang akan saya bicarakan. Mungkin hal ini tak biasa dilakukan di Indonesia. Tapi sekali lagi, saya hanya mau jujur dalam bicara.
Kenapa baru belakangan ini bersikap seperti itu?
Tidak juga. Saat masih melatih Persela (Lamongan) saya sudah melakukan hal itu. Cuma memang hal ini menjadi lebih sering diberitakan saat Piala Presiden.
Bagaimana hubungan dengan pelatih yang Anda komentari?
Baik-baik saja. Dengan Djadjang Nurdjaman (pelatih Persib), setelah pertandingan saya berpelukan dengannya. Begitu juga dengan Suharto AD (pelatih PS TNI). Mereka adalah senior saya, sebagai pemain dan pelatih. Saya panggil mereka dengan panggilan “Abang”.
Apakah tetap akan mempertahankan gaya seperti ini, mengomentari tim dan pelatih lawan?
Iya. Saya tak mau cari sensasi atau melakukan ini buat kepentingan pribadi. Saya hanya mau jujur saja. Contohnya, saya menyesal karena tak ikut ke Istana ketika para pelatih dan manajer tim menemui Presiden. Kalau saya ikut, saya mungkin akan bilang bahwa tidak semua apa yang diputuskan Presiden soal sepak bola Indonesia itu benar.
Sekarang apa yang akan Anda lakukan? Ada rencana melatih lagi?
Belum ada. Saya hanya ingin pulang ke rumah. Menghabiskan waktu bersama keluarga. Melakukan ibadah dengan lebih baik. Kalau melatih seperti kemarin, sholat berjamaah di masjid jadi bolong-bolong. Soal kalau ada tawaran melatih lagi, saya akan lihat situasi dulu. Kalau menurut saya situasinya nyaman untuk bekerja, saya bakal menerima.