20 Tahun Karier Buffon: Momen Tepat Sang Superman untuk Pensiun

oleh Deny Adi Prabowo diperbarui 21 Nov 2015, 11:45 WIB
Gianluigi Buffon saat menghadiri peringatan tragedi Heysel di King Baudouin Stadium, 12 November 2015. Buffon memiliki sejarah panjang di kancah sepak bola Serie A, juga Eropa dan dunia. Saat ini, Buffon memasuki masa karier 20 tahun. (EPA/Laurent Dubrule)

Bola.com, Jakarta - Jelang big match Serie A, Juventus kontra AC Milan, di Juventus Stadium, Minggu (22/11/2015) dini hari WIB, ada beberapa nama yang menarik atensi publik. Mayoritas perhatian tertuju pada kiprah apa yang akan diperlihatkan para pemain anyar di kedua kubu.

Tuan rumah berharap pada Paulo Dybala, Mario Mandzukic, Sami Khedira dan Juan Cuadrado. Sedangkan tim tamu mengandalkan sosok Carlos Bacca, Luiz Adriano, bek Alessio Romagnoli dan kiper yang naik kasta dari tim Primavera, Gianluigi Donnarumma. 

Advertisement

Di balik gemerlap bintang baru, sosok yang justru bakal menyita perhatian adalah kiper utama Juventus, Gianluigi Buffon. Yup, pada laga kali ini, sosok berusia 37 tahun tersebut sedang merayakan kiprah 20 tahun di jagad sepak bola Serie A. Semakin menarik, karena ia akan beradu dengan pemain yang dianggap pantas menjadi penerusnya, Gianluigi Donnarumma.

Terlepas dari itu, sosok Buffon memiliki ragam cerita menarik. Tak pelak, banyak pihak yang mulai mendengungkan, musim 2015/2016 menjadi momen yang tepat bagi eks kiper Parma ini untuk mengakhiri karier. "Saya tak menyangkal kemungkinan itu. Tapi ingat, saya merasa masih memiliki kualitas yang sebenarnya tak berbeda jauh ketika saya masih muda. Saya akan mendemonstrasikan lagi tepat di depan AC Milan," tegas Buffon, di Tuttosport.it, Sabtu (21/11/2015).

Optimisme yang keluar dari mulut Buffon menyamai apa yang ia tunjukkan saat menjalani debut pada Minggu (19/11/1995). Momen kala itu menjadi istimewa, karena sang kiper yang baru berusia 17 tahun sukses menahan gempuran sederet pemain bintang dari AC Milan, yang menjadi lawan.

Pemain terbaik dunia, Marco van Basten dan George Weah harus gigit jari tak bisa menjebol jala Buffon. Perjudian Pelatih Parma, Nevio Scala, membuahkan hasil karena laga berakhir imbang tanpa gol. "Kami seharusnya bisa menang tetapi gagal mendapatkan kemenangan karena Buffon menjaga gawang Parma," ucap Fabio Capello, Pelatih AC Milan.

Seusai pertandingan yang diselenggarakan di Stadion Ennio Tardini tersebut, Gigi disebut-sebut bakal memiliki karir yang cerah dan posisi kiper di timnas Italia hanyalah masalah waktu. Kepiawaiannya melakukan penyelamatan akrobatik membuat julukan Superman tersemat kepadanya. Julukan ini tidak hanya berdasar kepada aksi-aksinya di lapangan, kala membela panji Parma ia selalu mengenakan kaos Superman di dalam jerseynya, namun entah mengapa kebiasaan itu ia tinggalkan kala berbaju Juventus.

Gianluigi Buffon Saat Membela Parma

Kemunculan Gigi Buffon di kancah sepak bola Italia dianggap memiliki momentum yang tepat. Maklum, publik Italia terlanjur kecewa dengan performa Gianluca Pagliuca dan Luca Marchegiani di pos penjaga gawang timnas Italia. Gelaran Piala Eropa 1996 diperkirakan bakal menjadi debutnya di level timnas. Namun pelatih Arrigo Sacchi tidak memanggil Buffon dengan alasan usia sang portiere masih terlalu muda.

Buffon tidak berkecil hati. Ia menjawab tolakan Sacchi. Bersama Parma yang dihuni banyak pemain-pemain muda bertalenta seperti Dino Baggio, Hernan Crespo dan Enrico Chiesa, kiper berpostur 191 cm ini mampu memberi kejutan kala menjuarai Piala UEFA 1995. 

Seiring dengan kematangan usianya, posisi timnas dapat diraih. Buffon menjalani debut bersama timnas kala mengeser Gianluca Pagliuca yang mengalami cedera tangan pada Play-off Piala Dunia 1998. Sayang, ia kembali gigit jari, karena Pelatih timnas Italia, Cesare Maldini justru lebih memilih Francesco Toldo.

2 dari 3 halaman

2

Nomor 88, Nomor "Sial" Buffon

Berita kehebatan Gigi Buffon mulai menghiasi koran-koran di Italia. Namun di awal karier bersama Parma ia justru sempat diguncang isu yang kurang sedap. Buffon yang kala itu mengenakan nomor punggung 88 disebut-sebut sebagai simpatisan diktator asal Jerman, Adolf Hitler. Buffon dianggap melecehkan kaum Yahudi di Italia terkait nomor yang dipilihnya.

Kaum Yahudi beranggapan nomor 88 tersebut merupakan pesan tersembunyi. Simbol 'H' adalah huruf ke-8 dalam alfabet dan 88 bisa dianalogikan sebagai 'HH'. Inisial 'HH' ini sering diidentikkan sebagai pesan neo-Nazi yang berarti 'Heil Hitler' atau Hidup Hitler.

Komentar miring dari pihak Yahudi ini mencuat kala Buffon juga pernah memamerkan kaos bertuliskan “Kematian bagi Pengecut”. Kata-kata ini sempat membahana kala Italia masih dipimpin oleh Benito Mussolini. Konon kata-kata ini juga disampaikan ketika Mussolini masuk ruang ganti pemain timnas Italia di final Piala Dunia 1934 dan 1938 . Hasilnya? Italia juara Piala Dunia dua kali berturut-turut.

Buffon buru-buru menjernihkan masalah. "Saya telah memilih 88 karena mengingatkan saya pada empat bola dan di Italia kita semua tahu apa artinya memiliki bola, yakni kekuatan dan tekad. Musim ini saya harus memiliki nyali untuk mendapatkan kembali tempat saya di tim Italia" kata Buffon.

"Pada awalnya saya tidak memilih 88. Saya ingin 00 tapi liga mengatakan kepada saya itu tidak mungkin, saya juga menginginkan nomor 01 karena mengingatkan saya pada nomor mobil General Lee dalam seri TV Dukes of Hazzard, tapi lagi-lagi pihak liga melarangnya" tambahnya.

Nama tak Dikenal dan Depresi

Semua bakat tentu harus ditemukan dan diasah sebaik mungkin, sama halnya dalam dunia sepak bola. Namun tahukah Anda kalau Carlo Ancelotti nyaris 'kecolongan' tak menemukan harta karun di dalam diri Buffon remaja.

Juventus yang dipilihnya usai mengepakkan kopernya dari Parma dibawanya menuju berbagai titel. Enam gelar Serie A, 1 gelar Serie B, 1 Coppa Italia, 5 Supercoppa Italiana didapatkannya dalam kurun waktu 14 tahun. Meski menjalani karier yang terbilang sempurna, pemain bertinggi 191 cm itu juga memiliki masa-masa buruk.

EPA/ Thonas Eisenhuth

Masa 12 tahun yang lalu. Tepatnya di tahun 2003, Gianluigi Buffon akan masuk ke mobil Fiat 500 nya di pagi hari dan mengemudi ke tempat latihan Juventus dengan dada terisi ketakutan. Tampak luar, Buffon memang selalu tersenyum tetapi di dalam hatinya ia merasa kalut.

Satu momen ia merasa semuanya akan baik-baik saja, di momen berikutnya kakinya tak bisa berhenti bergetar. Kala itu, mantan kekasih atlet Italia, Vincenza Cali mengalami depresi dan ia berkonsultasi dengan teman-teman terdekat dan keluarga, akhirnya ke psikiater adalah jalan yang diambil.

"Problemnya adalah jika saya mengatakan: Saya akan berlibur selama dua bulan untuk berelaksasi, karier saya akan habis. Karena setelah itu jika saya gagal menyelamatkan penalti atau melakukan kesalahan apa pun, saya akan selalu dikenang dalam periode tersebut," papar Buffon seperti dilansir FourFourTwo.

3 dari 3 halaman

3

Saatnya Superman Gantung Jubah?

Namun tak bisa dipungkiri lagi, di usianya yang sudah mencapai 37 tahun refleksnya sudah menurun. Satu di antaranya saat tendangan bebas Miralem Pjanic di laga AS Roma versus Juventus, 30 Oktober silam. Buffon hanya bisa melihat sepakan pemain berkebangsaan Bosnia tersebut mengirim bola untuk merobek jalanya.

Buffon memang pernah menyatakan akan bermain hingga usia 40 tahun sebelum pensiun. Namun pertumbuhan di sektor portiere tak menunjukkan tanda-tanda munculnya kiper baru bakal berhenti.

Dalam seabad terakhir, tanah Italia melahirkan berbagai pemain yang piawai dalam menjaga gawangnya. Ada Federico Marchetti, Salvatore Sirigu, Mattia Perin,  Simone Scuffet dan paling baru Gianluigi Donnarumma.

Pelatih AC Milan, Sinisa Mihajlovic, menebar pujian indah terhadap penjaga gawang belia, Gianluigi Donnarumma. (Reuters/ Juan Media)

Donnarumma bahkan sudah mengukir sejarah dengan menjadi kiper termuda sepanjang perhelatan Serie A. Kiper 16 tahun tersebut tampil apik dalam beberapa laga terakhir.

Bocah yang bahkan belum bisa mendapatkan SIM itu berhasil mencatatkan dua clean sheet, sekaligus membawa AC Milan meraih tiga kemenangan dan dua hasil imbang pada tiga pertandingan sebelumnya di Serie A. Tak heran jika kehebatannya mengawal gawang Milan disamakan dengan Buffon saat menjaga gawang Juventus.

Buffon hanya minta dipandang sebagai seorang manusia biasa. Namun bagi sebagian orang, apa yang dilakukannya bisa dibandingkan dengan kehebatan Superman, sosok superhero yang sempat merekat di balik jersey yang dikenakannya.

Sumber: Buku Biografi Carlo Ancelotti (I Prefer the Cup), Buku Biografi Buffon (Numero Uno), Gazzetta dello Sport, Football Italia, UEFA.com, FourFourTwo