Bola.com, Jakarta - Peribahasa 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya' juga terjadi di dunia sepak bola. Sudah banyak contoh, baik di era sepak bola 'zaman dulu' ataupun era 'modern'. Beberapa di antara mereka juga berstatus sama, yakni ayah dan anak menjadi legenda di dunia lapangan hijau.
Saat ini, fenomena tersebut kembali muncul, tentu dengan era yang berbeda. Setidaknya, sebagian besar dari mereka masih berusia muda, bahkan bisa dibilang remaja. Di antara sederet nama anak dari legenda sepak bola, ada dua remaja yang sedang menjadi sorotan dalam beberapa pekan terakhir, yakni Brooklyn Beckham dan Enzo Zidane.
Baca Juga
Embel-embel nama belakang seolah sudah menjelaskan status mereka sebagai anak seorang legenda di dunia sepak bola. Sosok Brooklyn mencuri perhatian tatkala tampil bersama sang ayah, David Beckham, di ajang partai penggalangan dana, pekan kemarin, di Stadion Old Trafford.
Tak hanya tampil bareng dengan Becks Senior, Brooklyn juga mengenakan nomor punggung tujuh di markas Manchester United tersebut. Sambutan publik juga sangat antusias, dan bisa terlihat dari sorak-sorai penonton setiap kali Brooklyn mengolah si kulit bundar.
Jauh ke sisi Selatan, tepatnya di ibukota Spanyol, Madrid, ada nama Enzo Zidane. Sosok ini juga kerap menuai perhatian media. Corak penampilan yang seperti sang ayah, memberinya atensi. Berstatus sebagai playmaker di Real Madrid Castilla, ia justru dinilai lebih berpotensi ketimbang bintang remaja mahal yang dibeli Real Madrid, Martin Odegaard.
Jadi, dua contoh pengantar tersebut sudah membuktikan saat ini menjadi pijakan penting bagi para remaja anak para legenda untuk menapak ke jenjang berikutnya. Bola.com menyajikan profil singkat bintang lapangan berusia muda, yang kemampuannya tak berbeda jauh dengan sang ayah. Siapa saja?
Enzo, Kalem tapi Selalu Punya Solusi
Brooklyn Beckham (Anak David Beckham)
Sosok pemuda berusia 16 tahun ini sudah mencuri perhatian sejak kecil. Publik menganggap gayanya sangat mirip dengan sang ayah. Ia sudah berlatih sepak bola sejak usia 7 tahun. Uniknya, sekolah sepak bola pertama yang diikutinya adalah Akademi Junior Arsenal!. Tak heran, keputusan Beckham sempat mendapat protes dan kecaman dari penggemar Manchester United.
Namun seiring karier Becks ke Major League Soccer (MLS), perhatian publik sudah beralih. Kejutan istimewa terjadi pada Sabtu (14/11/2015), kala Brooklyn tampil bersama sang ayah pada laga penggalangan dana untuk anak-anak, di Stadion Old Trafford. Di markas tim yang pernah membesarkan Becks Senior, Brooklyn tampil stylish.
Selain penampakan wajahnya yang membuat histeris kaum Hawa, ia memiliki gaya mengumpan yang sangat mirip dengan sang ayah. Faktor akurasi masih menjadi pekerjaan rumah, tapi itu tak jadi masalah. Usai pertandingan, banyak pihak memprediksi jika Brooklyn bisa memiliki karier bagus.
Bukan semata karier di dunia sepak bola, melainkan di luar lapangan, sama seperti David Beckham. Sayang, sampai saat ini Beckham belum melepas sang anak untuk mencoba peruntungan di kawasan Eropa. Satu lagi, kejutan bisa saja terjadi, yakni Brooklyn tak akan terlihat di lapangan hijau lagi sebagai pesepakbola.
Latarnya tak lain wawancara yang dilakukan Hello Magazine, beberapa hari lalu. Brooklyn mengatakan, dirinya memiliki cita-cita menjadi seorang fotografer!. "Fotografi memiliki tantangan lebih, tak hanya mengincar momen, tapi bercita rasa tinggi. Saya bisa menguji kesabaran di sana, dan mencari ide-ide segar yang tak mudah," katanya.
"Brooklyn benar-benar mencintai fotografi. Saya selalu mengatakan kepada anak-anak saya bahwa sepanjang mereka punya gairah terhadap sesuatu, kami akan mendukungnya. Dia mencintai sepak bola, namun dia juga punya minat di fotografi," ucap Beckham.
Beckham Senior merupakan satu di antara ikon di dunia sepak bola. Mantan kapten timnas Inggris itu pernah memperkuat klub-klub besar Eropa, seperti Manchester United, Real Madrid, AC Milan, hingga Paris Saint-Germain.
Christian, Pewaris Bek Kiri
Enzo Zidane (Anak Zinedine Zidane)
Sebagian besar publik menilai, sosok Enzo menjadi replika bagi sang ayah, Zinedine Zidane. Postur tubuhnya yang bertinggi 184 cm, ditambah karakter bermain yang selalu menghadirkan solusi, membuat masa depannya dianggap sangat terang. Kesuksesan ala orang tua, yang juga mentor, bukan isapan khayalan semata.
Sejak tahun 2004, Enzo sudah bermain untuk Real Madrid Castilla. Meniti karier selama 10 tahun, Enzo menjalani debt untuk timnya sebagai pemain pengganti kala Madrid Castilla menang 2-1 atas UB Conquense di Divisi Segunda.
Usai momen tersebut, karierrnya kian menanjak dengan menjabat wakil kapten Castilla pada 12 Agustus 2015. Sepuluh hari kemudian, dia mencetak gol pertamanya di level senior ketika timnya menang 5-1 atas CD Ebro. Enzo sempat dipromosikan ke tim utama Real Madrid saat El Real ditangani Rafael Benitez pada musim 2015-2016.
Karakter bermain Enzo saat ini, tak datang begitu saja. Ia mendapatkan semua itu saat 'berguru' ke tiga tim junior, yakni Akademi Junior Juventus, tim junior San Jose dan baru masuk ke Real Madrid Castilla. Tak heran jika Enzo dibekali ciri permainan tiga tim di atas, yakni stylish namun pasti ala Italia, keras dan pantang menyerah di San Jose, serta tipikal seni kelas tinggi di Real Madrid Castilla.
Hingga berita ini ditulis, Enzo sedang diperebutkan tiga negara yakni Prancis, Spanyol, dan Aljazair. Zidane pun tak ambil pusing negara mana yang akan dipilih oleh anaknya. "Saya rileks terkait negara yang bakal dibela oleh Enzo di level internasional, entah itu Spanyol atau Prancis," ucapnya beberapa waktu lalu.
Zidane menjadi salah satu pemain terbaik yang pernah dimiliki Prancis. Zizou menciptakan trik bernama Roulette yang kerap digunakannya. Berkat kehebatannya, pria 43 tahun itu menuai 13 titel bergengsi dalam 17 tahun kariernya bersama klub papan atas macam Juventus dan Real Madrid.
Prestasi Zidane juga mengilap di level internasional. Dia membawa timnas Prancis menjuarai Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000. Kehebatan pemain yang disebut Monster oleh mantan pelatih timnas Brasil, Carlos Alberto Parreira itu tampaknya menurun kepada anaknya, Enzo.
Romarinho, Tajam tapi Tak Bengal
Christian Maldini (Anak Paolo Maldini)
Keluarga Maldini terkenal memiliki loyalitas tinggi saat membela AC Milan. Setelah generasi terakhir menghasilkan Paolo Maldini sebagai legenda, langkah serupa sudah siap dijalani keturunan berikutnya dari dinasti Maldini, yakni Christian Maldini
Bagi penggemar AC Milan, sosok Christian sebenarnya tak asing lagi bagi mereka. Maklum, mantan penggawa tim Primavera I Rossoneri tersebut sudah mulai beraksi sejak belia. Bahkan, ia memiliki kemampuan yang identik dengan sang ayah, yakni beroperasi dari sisi bek kiri.
Kemampuannya terbilang komplit. Ia tak hanya pandai menjaga sisi kiri pertahanan timnya, melainkan juga melakukan tekanan bagi sisi kanan pertahanan lawan. Beberapa kali, meski masih bergabung dengan tim kecil, penetrasi dan umpan-umpannya seringkali menghasilkan marabahaya bagi musuh, dan atau gol untuk timnya.
Saat sang ayah masih aktif, Christian sudah bergabung dengan tim Milan Junior. Catatan manis sudah sempat ditorehkan Christian, yakni dipanggil ke tim utama saat I Diavolo Rosso dinakhodai Massimiliano Allegri. Saat itu, usia Christian baru menginjak angka 17 dan ia sudah merasakan berlatih bersama tim senior pada Jumat (4/10/2013).
Sayang, kasi rena dianggap masih terlalu muda, ia tak mendapat tempat. Tim pelatih AC Milan langsung mengirimkan Christian ke Brescia pada Januari 2014. Langkah tersebut bertujuan memberi pengalaman bermain alias jam terbang, sebelum nantinya diproyeksikan masuk ke tim senior.
Kabarnya, remaja berusia 19 tahun tersebut bakal masuk dalam gambaran skema skuat AC Milan pada musim depan. Pelatih AC Milan, Sinisa Mihajlovic menyatakan, dirinya akan memberikan kesempatan kepada beberapa pemain muda eks Primavera AC Milan yang dianggap punya potensi besar, seperti Christian Maldini.
Layak ditunggu apakah kiprah Christian Maldini akan sebesar sang ayah, yang menorehkan 647 partai bersama AC Milan, dengan raihan gelar juara tujuh Scudetto, lima piala Super Copa Italia, Liga Champions, Piala Super Eropa, dua Piala Intercontinetal, satu Coppa Italia, dan satu Kejuaraan antar klub dunia.
Simeone, Belajar Posisi Otodidak
Romarinho (Romario)
Lahir di Barcelona, Catalunya, Romarinho bergabung dengan tim muda Vasco da Gama pada 2007. Lima tahun kemudian dia bergabung dengan Brasiliense selama setahun. Di sini dia mendapatkan debut bersama tim senior Brasiliense pada 2013 dan mencetak gol ketika timnya menang 3-0 atas Brasilia.
Namun pada 5 Januari 2015, dia meninggalkan klub dan kembali ke Vasco. Romarinho pun berdebut di Serie A Brasil pada 29 Agustus 2015 dengan berperan sebagai pemain pengganti ketika timnya takluk 0-1 dari Figueirense.
Vasco memang menjadi tim yang erat bagi keluarga Romarinho. Ayahnya yakni Romario mengawali kariernya besama tim tersebut. Cemerlang bersama Gigante da Colina, Romario pun dilirik PSV Eindhoven dan setelah itu menuai banyak kesuksesan bersama Barcelona dan timnas Brasil.
Selama 24 tahun kariernya, Romario telah menjuarai berbagai titel prestisius mulai dari juara Liga Belanda, La Liga sampai Piala Dunia 2002.
5
Giovanni Simeone (Diego Simeone)
Giovanni Simeone yang merupakan buah hati dari Diego Simeone dan Carolina Baldini lahir di Madrid 19 tahun lalu. Keluarganya sempat pindah ke Italia pada 1997 lantaran Simeone memperkuat Lazio dan Inter Milan, tetapi kembali ke Spanyol enam tahun kemudian.
Pada 2008, Giovanni pulang ke Argentina dan bergabung bersama tim muda River Plate. Akibatnya dia punya dua kewarganegaraan Argentina dan Spanyol. Namun Giovanni memilih Argentina sebagai negara yang dibelanya pada pentas internasional.
Setelah berkutat cukup lama di level muda, Giovanni menandatangani kontrak berdurasi tiga tahun dengan River Plate pada November 2011. Pada Juli 2013 dia bahkan sempat dipanggil ke tim utama untuk ikut ambil bagian dalam persiapan pra-musim. Pada akhirnya dia berdebut pada 4 Agustus 2013 ketika timnya takluk 0-1 dari Gimnasia La Plata. Pada laga tersebut, dia bermain selama 90 menit.
Akhir Agustus 2013, dia menandatangani kontrak baru yang mengikatnya sampai 2016. Giovanni yang bermain sebagai striker mencetak gol pertamnya pada 8 September 2013. Kala itu timnya menang 3-0 atas Tigre.
Pada level internasional, dia membawa Argentina menjuarai Kejuaraan Sepak Bola Usia Dini Amerika Selatan pada 2015. Karier yang diretas Giovanni memang masih memasuki tahap awal, namun setidaknya dia menunjukkan talenta bagus.
Sementara itu, sang ayah, Diego Simeone dikenal sebagai gelandang pekerja keras yang kemampuannya terbilang lengkap. Dia bisa merebut bola dari kaki lawan dengan mudah dan menginisiasi serangan yang dibangunnya. Pria yang juga dikenal dengan nama Cholo ini memiliki atribut kepemimpinan, teknik, multiposisi, intelejensi, kekuatan, dan stamina.
Berkat kemampuannya itu, dia mendapatkan tujuh gelar prestisius saat memperkuat Atletico Madrid, Inter Milan, dan Lazio. Prestasinya di level timnas pun terbilang cemerlang. Pria yang kini menginjak usia 45 tahun itu membawa negaranya memenangkan Piala Konfederasi 1992, dua Copa Amerika (1991 dan 1993) dan medali perak Olimpiade (1996).
Sumber : Berbagai sumber