Kisah Fans Taufik Hidayat Jadi Pahlawan Indonesia Vs Malaysia

oleh Yus Mei Sawitri diperbarui 05 Des 2015, 18:40 WIB
Pebulutangkis difabel, Suryo Nugroho, memimpin Indonesia menang 2-0 atas Malaysia di final bulutangkis beregu putra ASEAN Para Games 2015, Jumat (4/12/2015). (The Straight Times)

Bola.com, Jakarta Tim Indonesia berhasil merebut medali emas nomor bergengsi bulutangkis beregu putra, pada ajang ASEAN Para Games 2015 di Main Stadium Singapore Sports Hub, Singapura, Jumat (4/12/2015). Prestasi tersebut bertambah manis karena kemenangan diraih setelah mengalahkan salah satu musuh bebuyutan, Malaysia.

Pebulutangkis difabel, Suryo Nugroho, memimpin timnya menang 2-0 atas Malaysia. Rekan setimnya, Fredy Setiawan, mengalahkan Bakri Omar 21-14, 21-16, di pertandingan pertama. Setelah itu Suryo menyegel kemenangan dengan menundukkan Mohamad Faris Ahmad Azri 21-11, 21-15. Emas pun masuk genggaman.

Seusai pertandingan, Suryo mengurai kisahnya hingga akhirnya bisa menjadi pahlawan Indonesia di ajang Para Games. Ternyata, ambisi besarnya datang berkat kecintaannya kepada legenda bulutangkis Indonesia, Taufik Hidayat.

Saat masih bocah, Suryo tak bakal mau tidur sebelum melihat video Taufik Hidayat. Mungkin saat itu dia ingin tidur sembari memimpikan juara Olimpiade 2004 tersebut. Suryo pun tumbuh dengan harapan suatu saat bisa mengikuti jejak kejayaan sang idola.

Advertisement

Tetapi, sebuah kecelakaan nyaris menghancurkan mimpinya. Saat berusia 12 tahun, Suryo mengendarai sepeda motor bersama seorang temannya dan mengalami kecelakaan. Tangan kiri Suryo hancur dan harus diamputasi.

“Dokter mengatakan amputasi hanya satu-satunya jalan. Setelah itu saya berhenti bermain bulutangkis selama 3 tahun,” kata Suryo kepada The Straits Times, Sabtu (5/12/2015).

Namun, Suryo tak patah semangat. Tak hanya kembali bergelut dengan raket, pria berusia 20 tahun tersebut juga menjadi bintang bulutangkis difabel Indonesia.

“Setelah insiden kecelakaan itu, saya berpikir tak bisa bermain bulutangkis lagi. Saya berhenti belajar, berhenti latihan, dan tak ingin pergi ke luar rumah,” ujar Suryo mengenang masa lalunya.

Sebelum kecelakaan, karier bulutangkis pria yang hidup di Solo ini menanjak. Dia berhasil menjadi runner-up di Turnamen Internasional Bulutangkis di Surabaya pada 2005. Sayang sekali jika semuanya ditinggalkan begitu saja. Beruntung, sang pelatih tak lelah menguatkan dan mengangkat lagi semangat Suryo. Tapi, tubuhnya tetap butuh adaptasi.

Setelah tangan kirinya diamputasi hingga mendekati sikut, Suryo kesulitan mengayunkan raket karena sering hilang keseimbangan, terutama saat melakukan smash. Dia harus berlatih keras di gym agar kedua kakinya menjadi lebih kuat dan tubuhnya seimbang.

Usahanya tak sia-sia. Apa yang ditampilkan Suryo di final kemarin menjadi bukti upaya kerasnya selama ini. “Hidup harus terus berjalan. Itu motivasi saya,” ujarnya.

Kini, Suryo menatap impian yang lebih besar. Dia bertekad meraih medali emas di ajang Paralimpiade 2020 di Tokyo. Untuk kali pertama, cabang bulutangkis dipertandingkan di ajang itu.

“Bulutangkis adalah hidup saya. Melalui olahraga ini, saya bisa memberikan yang terbaik untuk negara saya. Saya juga bisa membuat negara ini bangga. Di lapangan, apapun bisa terjadi,” tegas pria kelahiran 17 April 1995 ini.

 

Berita Terkait