Bola.com, Jakarta - Drama Pemier League 2015-2016 tak hanya berkaitan dengan persaingan gelar juara, nasib pemain ataupun rivalitas antartim sekota. Di sisi manajer, banyak hal tak terduga yang menjadi bukti kekejaman kompetisi kasta tertinggi di Inggris tersebut.
Satu fakta teranyar adalah keputusan bersama manajemen Chelsea dan Jose Mourinho untuk menghentikan kerja sama. The Special One, julukan Mou, harus mengakhiri perjalanannya musim ini di Stamford Bridge, dengan lebih cepat.
Baca Juga
Hal yang sebenarnya tak mengejutkan, karena performa Chelsea terus menurun, dan saat ini harus bertengger di peringkat 16 klasemen sementara. Kondisi tersebut memberi 'cantelan' untuk Chelsea agar memutus kontrak kerja Mou lebih awal.
Alasan performa tim menjadi mayoritas seorang pelatih kehilangan pekerjaan mereka. Tak hanya Mourinho, sudah ada empat manajer yang harus terdepak. Berikut ini daftar manajer yang tak sanggup mengangkat performa anak asuh masing-masing:
1. Dick Advocaat
Ia menjadi manajer pertama yang harus merelakan jabatannya berpindah ke tangan orang lain. Pria berkebangsaan Belanda ini sempat menjadi pahlawan bagi publik Sunderland setelah menyelamatkan tim kesayangan mereka dari jurang degradasi. Datang pada 17 Maret 2015, Advocaat awalnya terbilang sukses.
Setelah masuk ke musim baru, sebenarnya Advocaat sudah meninggalkan klub, namun menganulir itu dan kembali lagi pada 4 Juni 2015. Di awal musim, The Black Cats mendatangkan beberapa pemain berkualitas seperti Jeremain Lens, mengembali Fabio Borini, Yann M'Vila, DeAndre Yedlin dan Ola Toivonen.
Sayang, ekspektasi publik tak menjadi kenyataan karena mengawali musim dengan dua kekalahan, yakni saat bersua Leicester City (2-4) dan Norwich City (1-3). Setelah menuai hasil seri 2-2 versus West Ham, Advocaat 'pergi' pada 4 Oktober 2015. Sejak menangani Sunderland, ia mencatat 4 menang, 6 seri dan 9 kekalahan.
2. Brendan Rodgers
Tak lama setelah Dick Advocaat menanggalkan status sebagai manajer Sunderland, nasib serupa juga diterima Brendan Rodgers. Hanya berselang satu jam setelah Liverpool bermain imbang kontra Everton (4/10/2015), jabatan sebagai manajer di The Reds langsung lenyap.
Rodgers dianggap gagal, padahal di awal musim manajemen Liverpool sudah berbelanja cukup banyak. Apalagi jika ditambah dengan daftar beli musim 2014-2015, pria berusia 42 tahun tersebut dianggap gagal total.
Rodgers datang ke Liverpool pada medio Juni 2012, menggantikan kursi yang ditinggal pergi Kenny Dalglish. Di tangannya, Si Merah mampu berkembang menjadi tim yang layak diperhitungkan. Puncaknya terjadi musim lalu, saat Anfield Gank bersaing ketat dengan Chelsea untuk berebut trofi jawara Premier League.
Sayang, mereka kalah konsisten pada akhir musim, sehingga gagal. Musim ini, Liverpudlian sebenarnya berharap skuat mereka bisa banyak berbicara, tak hanya di Premiership, tapi juga Liga Champions. Tapi semuanya hanya mengenai ruang hampa, dan imbasnya Rodgers harus keluar lebih cepat dari Merseyside.
Selama memegang Liverpool pada periode 1 Juni 2012-4 Oktober 2015, pria kelahiran Carnlough, Irlandia Utara tersebut mengantungi catatan 85 menangg, 39 seri dan 42 kekalahan.
3. Tim Sherwood
pada 25 Oktober 2015, mantan gelandang Blackburn Rovers dan timnas Inggris ini harus rela kehilangan jabatannya sebagai manajer Aston Villa. Penyebabnya tak lain enam kekalahan beruntun yang harus diterima kubu Villa Park.
Alhasil, peringkat ke-19 klasemen sementara Premier League 2015-2016 menjadi 'hadiah' menyakitkan, di tengah harapan tinggi di pundak Sherwood. Situasi itu, ditambah kondisi tim yang terus didera rasa kurang percaya terhadap kemampuan Sherwood sebagai arsitek, membuat eks Tottenham Hotspur tersebut rela pergi dari klub yang bermarkas di Birmingham tersebut.
Selama menjadi manajer Aston Villa, Tim Sherwood mencatat 10 menang, 2 seri dan 16 kekalahan, sejak 14 Februari 2015-25 Oktober 2015. Ironisnya, kini Aston Villa masih terpuruk di dasar klasemen sementara, hanya mengoleksi enam poin dari 16 partai.
4. Garry Monk
Pemecatan yang dilakukan manajemen Swansea City tergolong mengejutkan. Bagaimana tidak, Monk sudah 12 tahun berada di sana, dan menjadi bagian dari kesuksesan yang diraih The Swans dalam beberapa musim terakhir.
Sayang, manajemen lebih menilai performa Monk terkait kelayakannya menangani Swansea City. Alhasil, hanya berada di peringkat ke-15 klasemen sementara Premier League 2015-2016, pada 9 Desember 2015, pria berusia 36 tahun tersebut harus rela meninggalkan tim yang juga ikut membesarkan namanya.
Tak ada protes berlebihan dari pria kelahiran Bedford tersebut. Namun, justru kalangan media yang sempat mempertanyakan keputusan manajemen Swansea City. Bukti sudah terpampang sekarang, karena Swansea City justru makin melorot, dan terakhir ada di peringkat ke-17 dengan 14 poin dari 16 laga.
Sumber: Berbagai sumber