Bola.com, Surabaya - Akhir Desember 2015 terhitung lebih dari setahun skuat Surabaya United bersama-sama dalam berbagai suasana. Beragam dinamika terjadi selama setahun terakhir. Banyak momen yang telah mereka lewati, baik indah maupun buruk. Namun ada beberapa kejadian yang tak terlupakan di ingatan para pemain.
bola.com merangkum lima momen sedih Surabaya United sepanjang 2015.
1. ISL Terhenti
Kompetisi QNB League berhenti dan pertandingan kontra Persiba Balikpapan pada 26 April lalu menjadi momen yang paling memilukan bagi para pemain. Pasalnya, gara-gara kompetisi dihentikan, pemain tidak punya aktivitas berarti. Mereka pun harus mencari penghasilan lain dengan bermain di turnamen antarkampung (tarkam).
Bintang muda Indonesia sekaligus gelandang serang Surabaya United, Evan Dimas Darmono, bahkan harus mengais rezeki dari tarkam selama kompetisi vakum. Dari tarkam yang kelas rendahan dengan match fee ratusan ribu sampai yang paling tinggi sebesar puluhan juta rupiah.
“Saya masih ingat main di tarkam Piala Perseda 21 di Lidah Kulon. Tidak ada match fee, hanya uang transport. Terus lanjut main di Liga Ramadhan di Makassar. Semua terasa suram,” sesal Evan.
Baca Juga
2. Evan Dimas gagal di Spanyol, pemain asing main tarkam
Selain itu, kejadian yang juga ia sesalkan adalah gagal masuk dalam skuat UE Llagostera pada Agustus 2015. Evan harus pulang ke Indonesia karena tidak memenuhi kualifikasi yang ditentukan oleh klub Segunda Division Spanyol tersebut. Saat itu, Evan dinilai terlalu kurus sehingga diyakini sulit bersaing dengan pemain Eropa yang kebanyakan berpostur tinggi dan besar.
“Saya sangat malu saat itu. Karena sudah terlanjur banyak media yang menyoroti keberangkatan saya. Belum lagi banyak orang yang berharap saya bisa bergabung di klub tersebut,” tutur Evan.
Tak hanya Evan yang merasakan masa paling sulit dalam karier sepak bola. Pemain asing asal Brasil yang kini menjadi pengangguran karena dipecat Surabaya United, Otavio Dutra juga sama. Dutra juga harus bermain tarkam di Jakarta selama tidak ada kompetisi. Ia juga turun dalam ajang Liga Ramadhan di Makassar dengan membela Nahusam FC, klub yang sama dengan Evan.
"Itu momen paling menyesakkan bagi saya dan pemain lain. Karena kondisi dan situasi saat itu serba tak menentu,” ujarnya.
Selanjutnya
3. Pemecatan tiga pemain
Namun di antara semua kejadian, tiga eks pemain Surabaya United yang paling bersedih. Otavio Dutra, Pedro Javier, dan Jendry Pitoy tiba-tiba dipecat oleh manajemen saat masih bermain di babak 8 besar Piala Jenderal Sudirman (17/12/2015) lalu adalah momen yang paling membuatnya kecewa. “Saya sampai lemas dan serasa tidak punya tulang,” keluh Dutra.
Pemecatan tiga pemain tersebut membuat striker asal Brasil, Thiago Furtuoso memilih mundur. Untung saja, Surabaya United telah menyelesaikan perjuangan di Piala Jenderal Sudirman.
4. Gagal di dua turnamen
Surabaya United gagal bersaing di dua turnamen, yakni Piala Presiden dan Piala Jenderal Sudirman 2015. Di Piala Presiden, Surabaya United tersingkir karena mogok bertanding di babak perempat final kontra Sriwijaya FC. Di Piala Jenderal Sudirman, Evan Dimas dkk. juga gagal menembus semifinal setelah mengalami kekalahan beruntun (tiga laga).
Namun tak semua cerita sedih menghiasi perjalanan para pemain Surabaya United. Ada juga kejadian yang tak bisa mereka lupakan, yakni ketika mampu merebut posisi ketiga di turnamen bertitel SCM Cup pada Januari 2015. Saat itu, klub tersebut masih menggunakan nama Persebaya.
Di perebutan tempat ketiga, Surabaya United sukses mengandaskan perlawanan Persela. Padahal, dengan dihuni mayoritas pemain muda, Surabaya United tak dijagokan melenggang hingga sejauh itu.
"Kami sangat bahagia saat itu. Itu kenangan terindah bagi kami sepanjang tahun 2015. Karena kami mampu membuka mata banyak orang bahwa kami mampu bersaing dengan klub-klub raksasa ISL lainnya,” sebut Siswanto.
5. Kasus WO dan Ganti Nama
Pemain Surabaya United juga mengalami beberapa kejadian tak mengenakkan. Saat tampil di babak perempat final Piala Presiden melawan Sriwijaya FC di Palembang, pemain terpaksa mogok bertanding atas instruksi manajemen. Faktor penyebabnya, manajemen Surabaya United kecewa kepemimpinan wasit dan panpel lokal yang tak memperhatikan faktor kabut asap sebelum menyelenggarakan pertandingan. Saat itu, Surabaya United bernama Bonek FC. Mereka diputuskan kalah WO dan tersingkir dari turnamen.
Soal pergantian nama akibat kasus dualisme Persebaya juga jadi hal yang menyedihkan. Dalam waktu kurang lebih tiga bulan, mereka berganti nama dua kali, dari Persebaya ke Bonek FC dan menjadi Surabaya United di Piala Jenderal Sudirman.