Bola.com, - Selama satu dekade terakhir pebulutangkis Tiongkok, Lin Dan, dan pebulutangkis Malaysia, Lee Chong Wei, mendominasi pentas dunia tepok bulu. Tentunya di nomor bergengsi tunggal putra.
Pertemuan mereka di lapangan selalu dinantikan, meski kini telah muncul generasi pemain-pemain hebat lainnya seperti Chen Long, Kento Momota, maupun Jan O Jorgensen.
Baca Juga
Ada aroma spesial yang terpancar dari setiap duel Lin Dan versus Chong Wei. Tak heran, banyak yang menilai duel Lin Dan versus Lee Chong Wei bakal jadi final ideal pada Olimpiade 2016. Apalagi, Olimpiade di Rio de Janeiro tersebut kemungkinan bakal menjadi yang terakhir bagi kedua pemain.
Pelatih Lee Chong Wei, Tey Seu Bock, bahkan meramalkan pebulutangkis Tiongkok, Lin Dan, tetap jadi musuh utama anak asuhnya di ajang Olimpiade 2016.
Dalam dua Olimpiade terakhir di Beijing 2008 dan London 2012, laga final tunggal putra menyuguhkan duel yang sama, Lin Dan versus Chong Wei. Jadi apakah final serupa bakal kembali tersaji di Brasil?
Apa saja alasan yang membuat pertarungan mereka begitu istimewa begitu spesial. Mengapa pertemuan keduanya bakal menjadi final ideal di Olimpiade Rio de Janeiro 2016? Berikut rangkuman fakta spesial di balik partai Lin Dan versus Lee Chong Wei ala bola.com.
1. Pertarungan Dekade Ini
Selama satu dekade terakhir, tak ada partai yang lebih menyedot perhatian daripada bentrok Lee Chong Wei versus Lin Dan. Mereka dianggap sebagai pemain-pemain terbaik dari generasinya, bersama Taufik Hidayat dan Peter Gade yang lebih dulu gantung raket. Sama-sama punya fans fanatik. Total keduanya sudah bertemu sebanyak 35 kali. Super Dan sangat superior, memenangi 25 pertandingan di antaranya. Chong Wei hanya mampu menang 10 kali.
Gengsi pertandingan semakin tak terbantah jika menengok koleksi gelar masing-masing pemain. Status Lin Dan adalah pengoleksi dua emas Olimpiade, lima gelar Kejuaraan Dunia, dan lima titel All England. Belum lagi gelar-gelar super series dan grand prix lainnya.
Sedangkan apa yang diraih Lee Chong Wei juga tak kalah mentereng. Pebulutangkis berusia 32 tahun ini pernah menguasai ranking satu dunia selama 199 pekan berturut-turut, mulai 21 Agustus 2008 hingga 14 Juni 2012. Total lebih dari 50 titel yang diraihnya di lapangan bulutangkis, mulai lever super series, grand prix gold, dan grand prix. Chong Wei juga berstatus dua kali runner up Olimpiade.
Tak heran, pertarungan mereka dianggap menggambarkan duel dua raksasa bulutangkis, mungkin jika dibandingan di dunia sepak bola, megahnya setara dengan duel el clasico antara Real Madrid versus Barcelona. Ada aroma glamor, gengsi, dan prestasi.
2. Bumbu Momen Dramatis
Lee Chong Wei pernah bercokol di puncak ranking dunia tunggal putra selama 199 pekan beruntun atau total 300 pekan sampai saat ini. Namun, Chong Wei pantas iri kepada Lin Dan yang memiliki medali-medali yang belum bisa diraihnya, yaitu di ajang Olimpiade dan juara dunia.
Lee Chong Wei sebenarnya sudah pernah sangat dekat dengan dua gelar bergengsi tersebut. Ironisnya, Lin Dan yang selalu jadi batu sandungan Chong Wei. Empat kali Lin Dan menggagalkan mimpi-mimpi besar sang seteru.
Lin Dan merebut emas Olimpiade Beijing 2008 dengan menundukkan Chong Wei, begitu juga saat Olimpiade London 2012, Kejuaraan Dunia di London 2011, dan Kejuaraan Dunia di Guangzhou 2013. Bisa dibilang pertemuan keduanya kerap dramatis, karena melibatkan partai-partai sangat bergengsi.
Salah satu pertandingan yang paling dramatis adalah final Kejuaraan Dunia 2013. Saat itu Lin Dan sudah mengoleksi empat gelar juara dunia, sedangkan Lee Chong Wei masih berupaya mengakhiri kutukannya di ajang tersebut. Namun, Lin Dan tak mau sedikit pun melunak.
Pertandingan harus dimainkan hingga gim ketiga. Saat itulah momen dramatis tersaji. Chong Wei tiba-tiba butuh bantuan medis karena mengalami kram dan dehidrasi. Lin Dan sempat menghampiri Chong Wei untuk ikut membantu, namun sang lawan tetap gagal melanjutkan pertandingan. Chong Wei kemudian ditandu ke luar lapangan. Gelar pun menjadi milik Lin Dan.
Pebulutangkis Tiongkok itu mencatat rekor baru sebagai pengoleksi lima titel kejuaraan dunia. Lin Dan bisa tampil di turnamen itu berkat wildcard kontroversial setelah selama setahun dia menepi dari lapangan untuk menghabiskan waktu bersama keluarga. Di sisi lain, Chong Wei harus kecewa karena gelar yang diimpikannya belum juga bisa diraih.
2
3. Bukan Sekadar Pertaruhan Gengsi Pribadi
Untuk memahami rivalitas Lin Dan versus Chong Wei, ada baiknya menengok kondisi politik dan sejarah kedua negara. Selama bertahun-tahun Chong Wei menjadi wakil Malaysia di dunia olahraga. Suka atau tidak, dia menjadi idola dan sumber inspirasi publik Negeri Jiran. Tak heran, sepak terjang Chong Wei selalu jadi sorotan media Malaysia.
Rombongan media setia mengikuti setiap kali pria berusia 33 tahun itu berpartisipasi di sebuah turnamen, apalagi yang level atas. Dia bukan hanya bermain untuk dirinya sendiri, tapi untuk seluruh Malaysia. Chong Wei sukses, publik Malaysia girang. Jika Chong Wei kalah, mereka juga berduka.
Sebaliknya, Tiongkok punya banyak superstar di dunia olahraga. Jadi, Lin Dan mungkin tak merasakan beban sebesar Chong Wei. Tak heran, Lin Dan seringkali bermain lebih lepas saat berjumpa Chong Wei di event-event besar, terutama Olimpiade dan kejuaraan dunia.
Besarnya harapan ke Chong Wei bisa dilihat saat dia kalah dari Lin Dan di Olimpiade 2012. Saat itu Chong Wei tampak begitu berduka, terduduk dengan bertumpu pada lututnya. Ada kekecewaan mendalam di wajahnya.
Seorang fan Chong Wei di Malaysia bahkan meninggal gara-gara serangan jantung setelah melihat pertandingan tersebut. Ya, laga itu memang tak sekadar pertaruhan gengsi pribadi. Ada harapan dan impian yang tersampir, terutama di pundak Chong Wei.
4. Seteru di Lapangan, Sahabat di Luar
Lapangan olahraga bukan hanya tentang gelar, kebanggaan pribadi, dan rivalitas. Ada nilai sportivitas yang harus terus dijaga. Barangkali itulah yang mendasari hubungan unik Chong Wei dan Lin Dan. Kedua pemain terlibat dalam rivalitas tinggi dan pertarungan-pertarungan ketat selama satu dekade terakhir.
Uniknya, mereka dikenal saling menghargai, bahkan bersahabat di luar lapangan. Segala macam aroma persaingan ditanggalkan begitu keluar dari lapangan pertandingan. Keduanya diketahui sering saling memberikan dukungan. Lin Dan menjadi salah satu orang yang sangat bersedih ketika Lee Chong Wei tersangkut kasus doping pada tahun lalu dan harus menjalani sanksi larangan bermain selama delapan bulan.
Tak heran, Lin Dan juga menjadi salah satu orang yang sangat gembira saat Lee Chong Wei kembali bermain dan lolos ke Kejuaraan Dunia 2015 di Jakarta.
Salah satu momen kebersamaan mereka yang terekam kamera adalah saat bermain bersama laga ekshibisi pembukaan badminton centre di Lingshui, Tiongkok pada Februari 2014. Saat itu Lin Dan tampil berpasangan dengan Chong Wei menghadapi ganda putra legendaris Tiongkok, Fu Haifeng dan Cai Yun. Bahasa tubuh yang mereka perlihatkan sungguh mengesankan.
Lin Dan dan Chong Wei seolah ingin menunjukkan bahwa rivalitas dan perbedaan bukan segalanya. Mereka senang hati bermain bersama untuk mempromosikan bulutangkis, yang sama-sama mereka cintai. Lin dan Chong Wei jelas telah membangun sesuatu yang sangat istimewa di dunia bulutangkis dunia. Sesuatu yang akan terus diingat dalam waktu lama.
5. Pertandingan Terakhir di Olimpiade?
Usia Lee Chong Wei sudah tak muda lagi. Begitu juga Lin Dan. Chong Wei sudah berkepala tiga, tepatnya 33 tahun. Sedangkan Super Dan hanya setahun lebih muda. Mereka sudah memasuki masa-masa menjelang akhir karier di bulutangkis. Sudah sunset istilahnya.
Inilah kesempatan terakhir Chong Wei untuk menuntaskan mimpinya merebut medali emas Olimpiade. Prestasi itu tentu akan lebih indah jika dilakukan dengan menundukkan Lin Dan di final. Hasil itu tentu akan menjadi pembalasan sepadan setelah kekecewaan pahit pada dua Olimpiade sebelumnya.