Bola.com, Dili - Pada hari Kamis (21/1/2016) masyarakat Timor Leste tumpah ruah di Stadion Nasional yang terletak di tengah kota Dili. Tak kurang 13 ribu pasang mata menyaksikan langsung aksi trio pesepak bola Indonesia: Titus Bonai, Patrich Wanggai, dan Abdulrahman yang membela klub Karketu Dili FC dalam laga play-off Liga Timor Leste (Liga Futebol Amadora) melawan Nagarjo FC. Mereka seperti terbius menyaksikan jalannya pertandingan.
Penonton terhibur menyaksikan aksi trio Indonesia. Titus Bonai dan Patrich Wanggai mencetak gol dalam laga debut mereka Karketu Dili FC. Pertandingan sendiri berkesudahan 2-2.
Antusiame penonton sudah terlihat sejak sehari menjelang pertandingan. Tiket pertandingan, menurut informasi Elizio Oscar, Presiden Karketu Dili FC, telah terjual sold out.
Kehadiran Tibo, Wanggai, dan Abdulrahman, di Dili terasa menjadi magnet. Ketiga pemain jebolan Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2011 disambut bak raja saat tiba di Bandara Internasional Dili pada Selasa (19/1/2016). Tak kurang tujuh ratus suporter Karketu Dili FC mengarak para pemain Indonesia.
Baca Juga
Selama beberapa hari di Dili ketiganya kerap disalami atau diajak foto bareng oleh para penggila balbalan di sana. "Kami diperlakukan layaknya seperti pemain asing. Saya tidak mengincar uang bermain di Karketu Dili FC, saya lebih mencari pengalaman. Saya butuh kompetisi. Hanya tampil di turnamen jelas tidak cukup," ujar Abdulrahman, yang sebelumnya membela Persib saat dikontak bola.com lewat telepon internasional.
Dengan antusiasnya penggemar sepak bola di kota Dili memposting foto-foto yang berbau bintang-bintang Indonesia di jejaring sosial Facebook. Mereka amat senang kompetisi profesional negaranya diramaikan tiga nama top negara tetangga.
Walau telah berpisah dari Indonesia sejak tahun 2002, masyarakat Timor Leste masih kerap mengikuti perkembangan sepak bola mantan negara induk semangnya. Tibo, Wanggai, dan Abdulrahman bukan pemain pertama Indonesia yang berlaga di play-off Liga Timor Leste.
Ada 10 pemain asal Indonesia berlaga di ajang penyisihan kompetisi kasta tertinggi Timor Leste tersebut. Hanya saja mereka bukan pemain-pemain tenar yang berkiprah di kompetisi Indonesia Super League. "Pemain-pemain yang bermain di sini pemain muda dari NTT yang secara geografis dan kultur dekat dengan Timor Leste," terang Miro Baldo Bento, asisten pelatih FC Porto Taibesse salah satu kontestan play-off Liga Futebol Amadora.
Miro tak menutup kemungkinan jumlah pemain top Indonesia yang akan merapat di Liga Timor Leste yang mulai berputar pada pertengahan Februari.
Mungkin masih banyak orang yang tidak mengetahui secara pasti Liga elite negara yang dekat dengan NTT dan Papua itu. Mantan pemain Persija Jakarta berdarah Timor Leste, Joao Bosco Cabral menjelaskan secara detail tentang Liga Timor Leste. Ia mengungkapkan, Timor Leste baru menggelar liga profesionalnya pada tahun ini.
"Liga profesional di Timor Leste baru mulai bergulir pada tahun 2016, namanya Liga Futebol Amadora. Awalnya, saya dan beberapa orang yang berpengaruh di sepak bola Timor Leste mendesak untuk segera menggelar liga profesional demi membangkitkan gairah sepak bola negara kami. Sebagai putra daerah saya bermimpi suatu saat Timor Leste jadi kekuatan yang diperhitungkan di Asia Tenggara dan Asia," ungkap Bosco yang kini menetap di Bali.
Dengan bantuan dana FIFA Goal Project beberapa tahun terakhir pemerintah Timor Leste serta federasi sepak bola negara tersebut sibuk berbenah membangun infrastruktur. Stadion berkelas internasional yang telah dibangun atau dipugar tentu sayang jika tidak dipakai secara kontinu menggelar pertandingan buat kepentingan pembinaan.
Begitu dielu-elukannya Titus Bonai, Patrich Wanggai, dan Abdulrahman oleh publik sepak bola Timor Leste terasa sebagai sebuah ironi. Indonesia yang punya jumlah penggemar sepak bola berlimpah dan telah membangun kompetisi profesional Liga Indonesia sejak 1995, kini tengah terpuruk.
Kompetisi berbagai level, mulai dari Indonesia Super League hingga Liga Nusantara terhenti pada tahun 2015. Belum tahu kapan kompetisi yang mempertandingkan pemain-pemain terbaik Tanah Air akan digelar lagi.
Konflik panas antara PSSI dengan Kemenpora jadi penyebab para pesepak bola profesional frustrasi. Mereka yang kehilangan periuk nasi akhirnya memilih merantau ke negara-negara tetangga.