Bola.com, Surabaya - Ada cerita unik di balik sukses bintang muda Indonesia Evan Dimas Darmono saat ini. Percaya atau tidak, ternyata Evan sudah diramal bakal menjadi orang sukses sejak ia keluar dari rahim sang bunda, Ana.
Ayah Evan, Condro Darmono, kepada bola.com menceritakan bagaimana proses kelahiran sang buah hati saat itu, pada 13 Maret 1995. "Kelahiran Evan berbeda dengan ketiga adiknya. Perbedaan inilah yang katanya membuat Evan bisa seperti sekarang," ujar Condro.
Kisah ini berawal dari kepanikan sang ayah ketika ibunda Evan merasa kesakitan lantaran bayi dalam kandungan Ana seperti berontak ingin keluar. Maklum, saat itu adalah proses kelahiran pertama yang dihadapi Condro dan Ana.
Baca Juga
Melihat kondisi sang istri seperti itu, Condro tanpa pikir panjang langsung mengayuh pedal sepedanya untuk menjemput dukun bayi yang tinggal di desa yang letaknya tidak jauh dari kampungnya. Condro berharap sang dukun bisa membantu persalinan istrinya.
Namun sebelum sang ayah dan dukun bayi tiba di rumahnya di kawasan Ngemplak Gang Mutiara, Surabaya itu, bayi yang kini tumbuh menjadi pesepak bola kenamaan di Tanah Air itu, sudah lahir lebih dulu.
Hanya, bukan proses persalinan Ana yang tanpa bantuan itu yang membuat Condro terkejut, tapi posisi tubuh Evan bayi layaknya orang yang sedang sujud, yang membuat sang ayah kaget bukan kepalang.
"Saya percaya semua ini takdir Allah SWT, tapi saya juga ingat ucapan ketika itu. Faktanya posisi bayi Evan saat itu memang seperti orang sujud saat melakukan salat. Kedua lututnya menekuk ke depan, wajahnya tertelungkup di lantai, dan tangannya di samping kedua pipinya. Dia menghadap ke pintu rumah," ungkap Condro.
Melihat posisi bayi Evan seperti itu, sang dukun bayi itu lantas berujar pada Condro, kelak anak itu yang akan mengangkat derajat derajat orangtuanya dan memperbaiki kehidupan mereka. Sebelum Evan lahir hingga ia remaja, keluarga gelandang yang kini menimba ilmu di Espanyol B itu memang hidup dalam kondisi kurang mampu.
Bertahun-tahun sebelum Evan menjadi pemain Timnas U-19 era Indra Sjafri, mereka tinggal di rumah tua yang dindingnya terbuat dari anyaman bambu. Di rumah itu Evan dan orangtuanya harus berbagi dengan anggota keluarga lainnya, kakek dan nenek, saudara ibunya serta suaminya.
Condro, Ana, dan Evan tinggal di sebuah kamar yang letaknya persis di samping kandang sapi milik kakeknya. "Jadi, kalau sapinya bersuara, kami sering kaget. Belum lagi bau kotorannya. Saya sangat kasihan dengan istri dan anak saat itu," kenang Condro.
Ketika musim hujan tiba, rumah itu selalu kebanjiran. Rumah Evan dihimpit dua rumah yang posisi tanahnya lebih tinggi. Tak jarang ayah Evan harus menguras air dari dalam rumah agar genangan air itu tidak mengganggu kelangsungan hidup mereka. Terutama Evan yang kala itu masih kecil.
Bila mengenang kembali semua itu, orangtua Evan menilai apa yang diucapkan di hari kelahiran Evan perlahan jadi kenyataan. Ketika Evan Dimas beranjak besar, perekonomian mereka mulai membaik, terutama setelah Evan berhasil membawa Timnas U-19 era Indra Sjafri menjuarai Piala AFF U-19 pada 2013.
Melalui penghasilan anak sulungnya itu, mereka mulai bisa bangkit dari keterpurukan. Pendapatan Evan dari sepak bola jadi salah satu faktor yang bisa meningkatkan taraf kehidupan keluarganya. Dari penghasilannya bermain sepak bola, Evan Dimas kini bisa membeli rumah untuk orang tuanya dan beberapa petak tanah di Surabaya.