Bola.com, Jakarta - Sosok Memphis Depay terus mendapat sorotan tajam dari kalangan jurnalis di Inggris dan fans Manchester United. Awalnya, ia diprediksi menjadi pemain kunci The Red Devils. Apa lacur, justru penampilan jeblok, setidaknya dari sisi perbandingan statistik.
Depay datang ke Old Trafford dengan banderol 28 juta euro atau sekitar Rp 420 miliar. Tak hanya itu, pemuda berusia 22 tahun ini membawa gelar mentereng, yakni top skorer Eredivisie. Tak heran jika banyak orang memprediksi penggawa timnas Belanda tersebut bakal sukses, mengikuti jejak seniornya, Ruud van Nistelrooy.
Sayang, alih-alih menjadi Ruudtje baru, Depay yang diharapkan menjadi penerus kebesaran nomor punggung tujuh di Manchester United, justru baru mencetak 2 gol dan 1assist. Belum lagi banyak penampilan tidak meyakinkan selama 20 partai di Liga Primer Inggris 2015-2016.
Baca Juga
Catatan gol per 90 menitnya menurun dari 0.8 menjadi 0.2 di musim ini. Akurasi tembakannya juga terdegradasi, menjadi di kisaran 40-50 persen. Minim gol dengan akurasi tembakan tidak jauh berbeda. Masalah terjawab dengan melihat menurun jauhnya jumlah tembakan milik pemain berusia 21 tahun ini.
Selama di PSV Eindhoven, Depay mampu melepaskan 5-6 tembakan setiap gim. Bandingkan dengan musim ini, ia hanya melepaskan 3-4 tembakan per partai. Tidak heran jika catatan golnya menurun drastis. Lalu, apabila melihat kemampuan menciptakan peluang musim ini yang tergolong rendah, tidak heran pula jika Depay kesulitan mendapatkan kesempatan melepaskan tembakan.
Sebagai pewaris nomor keramat, fans merindukan banyaknya peluang berbahaya yang muncul melalui umpan akurat, gol-gol cantik, atau kemampuan duel satu lawan satu di atas rata-rata, seperti dilakukan Depay musim lalu di Eredivise. Sayangnya, di bawah asuhan Van Gaal, kemampuan pemain kelahiran Moordrecht ini menurun hampir 50%.
Satu yang menarik adalah melihat penurunan dalam percobaan melewati lawan miliknya. Meski menempati posisi sayap kiri yang menjadi favoritnya, Depay hanya melakukan 3.8 percobaan per pertandingan, berbanding 5.2 percobaan musim lalu.
Pemain yang turut membela Belanda di Piala Dunia 2014 ini terlihat kesulitan untuk sekedar mencoba berbalik badan dan beradu satu lawan satu dengan bek lawan. Angka kehilangan bola miliknya bertambah menjadi 7.1 kali.
Perbedaan kualitas sistem bertahan antara tim-tim Liga Inggris dan Eredivise, terlihat wajar saja apabila catatan miliknya menurun seperti itu. Parahnya, Depay dianggap memiliki faktor terlemah, yakni mental yang masih labil.
Perubahan gaya bermain juga dapat menjadi faktor tersendiri. Jumlah operan yang dilepaskan MU musim ini, 500 operan per 90 menit berbanding 400 operan milik PSV musim lalu. Situasi tersebut menunjukkan PSV sedikit bermain lebih direct dibandingkan kubu Carrington musim ini.
Permainan yang lebih direct memberikan keuntungan bagi pemain sayap yang lincah dan cepat seperti Depay. Ia akan lebih sering mendapat kesempatan berhadapan dengan barisan pertahanan yang belum terbentuk sempurna.
Namun di MU, dengan gaya yang lebih possession-based, kesempatan seperti itu akan lebih sedikit didapat. Lawan tinggal menerapkan garis pertahanan yang dalam dan bertahan sambil menunggu kesempatan menyerang balik.
Apabila serangan PSV musim lalu lebih susah diprediksi mengingat area tengah, kanan dan kiri sama-sama memiliki presentase aksi sekitar 30 persen. Kondisi tersebut tak ditemui di Manchester United.
Musim ini, dominasi serangan Wayne Rooney dkk. ada di sayap kiri (40%). Lawan yang mengetahui format ini akan menerapkan penjagaan ketat di area tersebut. Depay sepertinya tak memiliki unsur magis seperti Lionel Messi atau Neymar. Jadi, sepertinya pemain berpostur 176 cm ini harus berjuang lebih keras untuk bersinar.