Bola.com, Makassar - PSM Makassar adalah klub tertua Indonesia yang tetap eksis di pentas sepak bola nasional. Sejak berdiri pada pada 2 November 1915, klub berjulukan Juku Eja ini mengoleksi sejumlah gelar baik di era Perserikatan dan Liga Indonesia. PSM pun pernah jadi klub yang disegani pada level regional Asia.
Baca Juga
Sebagai klub yang berasal dari perserikatan dan kemudian beralih ke profesional, prestasi PSM tidak lepas dari sokongan dana dari sejumlah pengusaha Makassar yang peduli dengan PSM. Mereka rela mengeluarkan dana sampai puluhan miliar rupiah demi memuaskan dahaga gelar suporter PSM yang tidak pernah surut.
Berdasarkan penelusuran bola.com, ada lima pengusaha Makassar yang berperan penting membawa PSM berprestasi di pentas nasional dan internasional. Siapa saja mereka?
1. Ande Latief (1991-1992)
Pengusaha travel haji dan umroh ini dikenal sebagai simbol kebangkitan PSM Makassar. Ande Latief mengambil alih kepengelolaan PSM pada akhir 1991 dengan satu tujuan, yakni juara Piala Presiden 1992. Kehadiran Ande membawa semangat baru buat skuat PSM yang saat itu lagi terpuruk ditengah keroyokan klub asal Jatim, Persebaya Surabaya, Persema Malang dan Persegres Gresik di wilayah timur.
Dengan sentuhan motivasi, pendekatan keluarga, dan dukungan dana melimpah ala Ande, PSM yang di putaran pertama bertengger di bawah tiga pesaingnya itu akhirnya lolos ke enam besar di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan.
Di Senayan, langkah PSM tidak terbendung. Setelah lolos dari penyisihan grup, PSM menekuk dua seteru abadinya pada era Perserikatan, yakni Persib Bandung di semifinal dan PSMS Medan pada partai puncak.
Gelar juara itu menandai kebangkitan PSM yang tidak pernah merengkuh trofi sejak terakhir jadi juara Perserikatan pada 1966. Berdasarkan sumber bola.com, total dana yang dikeluarkan Ande saat itu mencapai Rp 5 miliar. Jumlah dana yang sangat besar untuk saat itu.
Berikutnya
2. Nurdin Halid (1995-1997 & 1999-2001)
Sosok Nurdin Halid sangat kental di PSM Makassar pada era Liga Indonesia. Pasalnya, di bawah mantan Ketua Umum PSSI ini, PSM meraih gelar pertamanya di Liga Indonesia yakni pada musim 1999/2000. Prestasi yang sampai saat ini belum bisa disamai oleh penerusnya di PSM.
Sebelum membawa PSM juara LI 1999/2000, Nurdin sempat jadi sorotan saat pertama kali muncul di persepakbolaan nasional, saat jadi manajer PSM di LI 1995/1996. Sosok ambisius ini langsung menggebrak pada periode pertamanya sebagai pengelola klub. Nurdin mendatangkan trio Brasil, Marcio Novo, Luciano Leandro, dan Jacksen Tiago.
Ketiganya dipadukan dengan pemain asli Makassar seperti Bahar Muharram, Alibaba, Ayub Khan (alm), Ansar Razak (alm), Syamsuddin Batola, plus Yeyen Tumena, alumnus Primavera yang kemudian jadi kapten termuda sepanjang sejarah PSM. Saat direkrut PSM, Yeyen berusia 18 tahun. Hasilnya, PSM berhasil menembus partai puncak LI 1995/1996 sebelum takluk ditangan Mastrans Bandung Raya.
Nurdin banyak belajar dari kegagalan itu. Tiga musim kemudian, tepatnya pada LI 1999/2000, PSM menjelma jadi tim menakutkan. Dengan anggaran tim lebih dari Rp 10 miliar, Nurdin menguyur gaji dan bonus wah buat pemain bintang seperti Hendro Kartiko, Bima Sakti, Aji Santoso, Kurniawan Dwi Yulianto, Carlos de Mello, dan Miro Baldo Bento agar tampil trengginas bersama PSM.
Hasilnya, Juku Eja melenggang mulus ke tangga juara setelah menekuk PKT Bontang di final. Setahun kemudian, Nurdin mengakhiri kebersamaannya dengan PSM dengan jadi runner-up LI 2000/2001 dan lolos ke perempat final Liga Champions Asia.
Sayang, nama Nurdin Halid di sepak bola Indonesia tercoreng akibat dugaan kasus mafia sepak bola. Nurdin dilengserkan dari kursi Ketua Umum PSSI pada 2010. Nama Nurdin juga tercoreng karena beberapa kasus, salah satunya kasus impor gula ilegal pada 2004.
3. Latinro Latunrung (1997-1998)
Meski tidak sampai semusim jadi pengelola PSM, nama Latinro Latunrung tetap dikenang oleh suporter Juku Eja. Pengusaha hotel dan money changer ini mau mengambil alih kepengelolaan PSM saat perekonomian Indonesia tengah dilanda krisis.
Latinro dikenal sebagai sosok yang pantang menyerah dan ambisius.
Bersama Latinro, PSM jadi penguasa Wilayah Timur LI 1997/1998. Bersaing dengan Pelita Jaya jagoan Wilayah Barat yang dimanajeri Nurdin Halid. Sayang, dengan alasan keamanan Indonesia yang tidak kondusif, kompetisi hanya berlangsung satu putaran.
Latinro pun gagal membawa PSM juara. Meski saat itu, dia harus menjual sejumlah mobil mewahnya untuk membiayai PSM. Belakangan, setelah meninggalkan PSM, Latinro terjun ke politik dan kemudian jadi bupati Enrekang selama dua periode.
Berikutnya
4. Reza Ali (2001-2003)
Di level nasional, nama Reza Ali lebih dikenal sebagai Ketua Umum PP Pertina. Tapi, di kalangan suporter PSM, Reza masuk dalam daftar tokoh yang memiliki kontribusi besar buat PSM. Prestasi terbaik pengusaha hotel dan minyak ini bersama PSM adalah menembus semifinal LI 2001/2002.
Meski tidak membawa tim juara, Reza bersama adiknya, Diza Ali dikenang karena PSM saat itu mengandalkan mayoritas pemain asli Makassar. PSM pun melahirkan pemain belasan tahun seperti Syamsul Chaeruddin, Hamka Hamzah dan Samsidar. Ketiganya jadi pilar timnas U-20 saat menjuarai Piala Sultan Hassanal Bolkiah di Brunei Darussalam 2002.
5. Erwin Aksa (2003-2005 & 2014-sekarang)
ErwinAksa adalah pengusaha muda Makassar yang melakukan pendekatan profesional dengan orientasi bisnis buat PSM. Bersama adiknya, SadikinAksa, Erwin pertama kali mengambil alih kepengelolaanPSM dari Reza Ali pada 2003. Bersama Erwin dan Sadikin, PSM kembali jadi tim yang diperhitungkan.
Pemilihan pemain lokal dan asing disesuaikan dengan kebutuhan tim. Materi PSM saat itu dihuni pemain muda tanpa nama besar tapi punya talenta. Begitupun dengan pemain asing.
Prestasi Erwin bersama PSM memang hanya dua kali beruntun jadi runner-up LI dengan sistem kompetisi penuh. Tapi, PSM saat itu jadi klub penyumbang pemain terbanyak timnas senior yakni Irsyad Aras, Jack Komboy, Syamsul Chaeruddin, Ponaryo Astaman, Ortizan Salossa dan Charis Yulianto.
Empat nama terakhir malah jadi starter timnas. Begitupun dengan pemain asing. Nama Cristian Gonzales, Oscar Aravena, Ronald Fagundez, Abanda Herman, dan Osvaldo Moreno mencuat saat berkostum PSM.
Pada 2014, Erwin dan Sadikin kembali ke PSM. Tapi, kali ini mereka berstatus sebagai pemilik saham mayoritas. Tidak lagi jadi pengelola sementara karena PSM sudah berlebel klub profesional. Menarik ditunggu kiprah Erwin dan Sadikin saat mereka sudah berstatus pemilik PSM di Indonesia Soccer Championship A 2016.