China, Sepak Bola dan Gairah Presiden Demi Target Juara PD 2034

oleh Nurfahmi Budi diperbarui 08 Mar 2016, 19:09 WIB
Aksi Demba Ba di Liga Super China, beberapa waktu lalu. Tahun ini, kompetisi kasta tertinggi di China tersebut mendatangkan banyak pemain bintang dengan dana belanja mencapai lebih dari Rp 4 triliun. (www.cnnturk.com)

Bola.com, Jakarta - Liga Super China (CSL), liga paling 'wah' dalam urusan transfer pemain, sudah bergulir akhir pekan lalu. Gelimang dan hingar-bingar perekrutan pemain menjadi isu sentral. Tak pelak, bermodal lebih dari Rp 4 triliun, membuat kompetisi di Negeri Tirai Bambu tersebut, sukses memantik perhatian dunia.

Setidaknya dari sisi para pemain yang berlaga di kompetisi kasta tertinggi China tersebut, publik akan menengok. Imbasnya, siapapun akan penasaran dengan gelontoran dana yang dikeluarkan setiap manajemen tim.

Padahal, sampai akhir tahun lalu, tak ada yang menyangkaCSL akansegemerlap sekarang, terutama dari sisi para pemain bintang yang datang.Jor-joran dalam mengeluarkan uang tentu bukan tanpa alasan.

Advertisement

Begitu juga sikap para klub yang rela mengeluarkan bujet besar, tentu ada alasan. Yup, ada asap tentu saja ada api. Itulah yang kini sedang ditelisik banyak pihak terkait gairah tinggi kompetisi sepak bola di China tersebut.

Nyatanya, semua itu bukan datang dengan tiba-tiba. Potensi dan kemampuan China memang layak diperhitungkan. Pada tahun 2015 saja, kalangan orang kaya di China semakin bertambah. Hebatnya, sebagian besar dari mereka mulai merambah investasi di dunia olahraga.

Menurut The Forbes edisi awal tahun 2016, beberapa konglomerat China mulai 'menyisihkan' dana mereka untuk berinvestasi di dunia olah fisik, terutama sepak bola. Ada beberapa nama seperti bos real estate, Wang Jianlin (kekayaan Rp 288 triliun), juragan e-commerce Jack Ma (Rp 272,4 triliun), pengusaha internet Ma Huateng (Rp 192 triliun) dan Robin Li (Rp 180 triliun) sampai pebisnis otomotif Wei Jianjun (Rp 106,8 triliun).

Tak semua pebisnis mau menggelontorkan uang di dunia olahraga, terutama sepak bola, namun perputaran uang sangat besar. Bukan tanpa sebab jika jajaran manajemen klub di CSL begitu menggebu.

Seperti dirilis BBC, campur tangan positif dari pemerintah membuat iklim sepak bola di China diharapkan terus meningkat. Hal itu sejalan dengan program jangka panjang dari Presiden China, Xi Jinping.

Pemimpin negara berusia 62 tahun ini punya visi tinggi, yang memadukan prestasi dan gengsi. Berlabel pemilik penduduk terbanyak di dunia, membuat Xi Jinping 'penasaran' terkait prestasi sepak bola negaranya yang tak moncer di level internasional.

Walhasil, akhir tahun kemarin, ia memproklamirkan program jangka panjang untuk meningkatkan level permainan timnas China, dari senior sampai junior. Tujuan jangka panjang mereka adalah menggondol trofi juara dunia pada Piala Dunia 2034!

China 1(bola.com/Arie Dwi Wirakusuma)

Ambisi jangka panjang, sesuatu yang mungkin saja tak dinikmati Xi Jinping, membuat pengelola CSL bergerak cepat. Kabarnya, mereka langsung melakukan lobi ke seluruh pengusaha di China untuk menjadi sponsor klub tertentu, dengan pembagian merata.

Hasilnya sungguh luar biasa, karena dari sisi perekrutan pemain, CSL mengalahkan seluruh proses yang terjadi di Eropa. Bahkan, belum tentu bursa transfer musim panas di kawasan Eropa, akan mengalahkan catatan belanja Guangzhou Evergrande dkk.

Di balik banyak uang yang beredar, prinsip investasi ekonomi tetap mereka lakukan. Otoritas penyelenggara CSL menciptakan beberapa aturan yang nantinya bakal menguntungkan pemain lokal. Pendeknya, ilmu para jagoan dunia sepak bola yang mereka datangkan, bisa diserap para pemain lokal. Imbasnya tentu akan terlihat ketika mereka bermain di level timnas, yakni peningkatkan teknik, intelejensia sampai mental bertanding.

Beberapa poin penting yang disetujui Xi Jinping antara lain, setiap tim bisa memiliki lima pemain asing, termasuk satu dari negara anggota Asian Football Confederation (AFC). Lalu empat di antara lima pemain asing tersebut bisa merumput bersama dalam satu pertandingan.

Hanya satu aturan yang sangat unik di antara sekian banyak 'hukum' baru di Liga Super China, yakni tak boleh ada kiper asing!. Artinya, setiap tim hanya memiliki kiper lokal. Tak heran jika harga penjaga gawang melonjak drastis.

Di sisi lain, kualitas kiper lokal hampir dipastikan bakal naik drastis, terutama karena sering bertemu dengan para pemain kelas dunia yang berkumpul di China. "Saya memang kesulitan mencari kiper yang berpengalaman dan kuat mental saat bersua negara-negara dari kawasan Eropa dan Amerika Selatan. Saya pikir keputusan tersebut bagus untuk perkembangan kiper-kiper China," kata Gao Hongbo, Pelatih Timnas China.

Tak heran jika nilai transfer masing-masing klub akan tinggi di sektor penjaga gawang. Namun, semua itu menjadi bagian dari zona transfer besar di CSL. Beberapa tim sukses menunjukkan agresivitas tinggi untuk mendatangkan pemain.

Sang juara bertahan, Guangzhou Evergrande menghabiskan total belanja lebih dari Rp 1 triliun untuk mendatangkan Jackson Martínez, Paulinho, kiper Dianzuo Liu dan gelandang bertahan lokal, Xin Xu.

Berikutnya ada Shanghai SIPG yang rela mengeluarkan kocek Rp 400 miliar, lalu berturut-turut Shandong Luneng (Rp 150 miliar), Beijing Guoan (360 miliar), Henan Jianye (Rp 22 miliar), Shanghai Greenland Shenhua (Rp 705 miliar), Shijiazhuang Ever Bright (Rp 40,5 miliar), Chongqing Lifan (Rp 60 miliar) dan Jiangsu Suning (Rp 3,2 triliun).

Selain itu, ada juga Hangzhou Greentown (Rp 161 miliar), Liaoning (Rp 21 miliar), Tianjin Teda (Rp 100,2 miliar), Guangzhou R&F (Rp 220,5 miliar), Yanbian Funde (Rp 100,5 miliar) dan Hebei China Fortune (Rp 1,3 triliun).

Di antara peserta CSL, hanya ada satu tim yang tak mengeluarkan dana transfer, yakni Changchun Yatai. Pelatih Slavisa Stojanovic mengungkapkan, dirinya sengaja menggunakan sistem bebas transfer.

"Banyak pemain berkualitas yang ditawarkan manajemen. Tapi saya lebih memilih yang gratis. Para pemain lokal juga sangat berkualitas, jadi saya tinggal memaksimalkan itu," tutur Stojanovic.

Apa yang terucap dari mulut pelatih asal Serbia tersebut ternyata sejalan dengan program yang sudah dicantumkan Presiden Xi Jinping. Setidaknya, Xi berencana dalam 10 tahun ke depan akan membangun 20 ribu sekolah sepak bola. Proyek ini akan selesai pada 2017. Hasil yang bakal didapat antara lain stok pemain muda yang mencapai angka 100 ribu pemain. Lalu pada 2025, Xi optimis, China akan memiliki 50 ribu sekolah sepakbola.

Puncaknya akan terjadi pada 2034, saat Presiden Xi berambisi membuat China bertatus tuan rumah piala dunia. Simon Chadwick, profesor bidang industri olah raga dari Salford University, mengungkapkan, langkah yang dipilih Presiden Xi tergolong brilian.

"Kita akan melihat sepak bola China yang berbeda pada era 2025 ke atas. Mereka akan memiliki generasi tangguh, dengan sistem yang bagus. Saya optimis, mereka juga sanggup untuk menciptakan ekonomi sepak bola yang kuat," jelasnya.

Secara khusus, dalam 10 tahun ke depan, pemerintah China berharap mampu mengkreasi industri ekonomi di sepak bola dengan pendapatan bisnis mencapai 850 miliar dolar AS atau lebih dari Rp 1.275 triliun.

Berlatar itu pula, seluruh sendi bisnis di China ditarik Presiden Xi ke industri sepak bola, dengan porsi masing-masing. Data mengungkapkan, lebih dari 50 persen pengusaha di real esta dan properti ikut terjun ke sepak bola. Level tersebut diikuti beberapa yang lain, seperti e-commerce, asuransi, otomotif, perkapalan, retail dan badan usaha milik negara-nya China.

China 2(bola.com/Satria Mardani)

Tak hanya jago kandang, dana melimpah para konglomerat yang menyukai olahraga, khususnya sepak bola, juga menyebar ke beberapa negara. Beberapa pengusaha memiliki klub sepak bola di Belanda, Jerman, Uni Emirat Arab, Prancis, Turki, Italia, Ukraina, Brasil, Spanyol, Portugal, Inggris dan Swiss.

Di Inggris misalnya, China Media Capital (CMC) ikut membeli 13 persen saham Manchester City pada Desember 2014, senilai Rp 513 miliar. Total nilai investasi para pengusaha China di industri sepak bola dunia mencapai angka 1,5 miliar pounds atau sekitar Rp 30 triliun, dalam 15 bulan terakhir.

Hal itu terlihat dari langkah Wang Jianlin, pemilik Dalian Wanda Grup, yang membeli 20 persen saham Atletico Madrid pada 2015 sebesar Rp 680 miliar. Ia juga mengakuisisi perusahaan pemasaran olahraga asal Swiss, Infront Sporst & Media, seharga Rp 16 triliun.

Belum lagi Jack Ma, bos besar Alibaba Group, yang membeli 40 persen saham Guangzhou Evergrande senilai Rp 2,6 triliun. "Langkah para pengusaha itu didukung Xi, dan itu membuat industri sepak bola di China akan semakin bagus. Catatannya, mereka konsisten untuk melakukan hal-hal bersih," kata Chadwick.

Gelandang muda timnas China, Wu Lei mengaku gembira dengan iklim kompetitif yang sekarang ada di Liga Super China. "Saya berharap kondisi ini bisa memberikan kesempatan ke anak-anak muda China. Tentu, saya, dan juga pemain muda lain, punya asa tinggi untuk bisa membawa China juara dunia," tegas pemain asal klub China Shanghai SIPG ini.

Kini, publik dunia akan melihat gemerlap kompetisi sampai Desember 2016, saat kompetisi berakhir. Lebih dari itu, menarik ditunggu apa yang bisa didapat timnas China di ajang internasional. Ujiannya ada pada Asian Games 2018, Kualifikasi Piala Asia 2019 dan Kualifikasi Piala Dunia 2022.

Sumber: Berbagai sumber

Saksikan cuplikan pertandingan dari Liga Inggris, Liga Italia, dan Liga Prancis dengan kualitas HD di sini