Bola.com, Padang - Padusi. Dalam bahasa Minangkabau, kata itu berarti kaum perempuan. Berdasar catatan sejarah, keberadaan perempuan Minang memang tidak bisa disepelekan. Bahkan, seperti kaum lelaki, mereka pun terkadang menempati berbagai posisi sentral pembuat keputusan.
Pada era 1900-an, ada Siti Manggopoh, pejuang perempuan yang melawan penjajah bersama kaum laki-laki tanpa mengenal perbedaan jenis gender. Lalu terdapat pula Rohana Kudus, H.R Rasuna Said, Gusmiati Suid, hingga mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta.
Kini, kehadiran Azizah Alvionita adalah contoh kultur Padusi dalam budaya Minangkabau tetap terjaga. Namun, partisipasi perempuan berusia 22 tahun itu bukan di bidang politik, pendidikan, atau rumah tangga, melainkan sepak bola yang selama ini dikenal sebagai "olahraga-nya pria". Perannya cukup penting, yakni sebagai wasit.
Azizah menjadi salah satu wasit yang bertugas dalam acara pembukaan turnamen Irman Gusman Cup 2016, di Stadion Haji Agus Salim, Minggu (13/3/2016). Pada laga pertama antara Tim Kecamatan Koto Tangah melawan tim Kecamatan Padang Utara, ia berperan sebagai wasit cadangan.
Setelah itu, Azizah didaulat menjadi wasit utama pada pertandingan kolosal yang melibatkan 150 pesepak bola cilik dan lima mantan pemain tim nasional Indonesia. Meski hanya berstatus sebagai fun game, Azizah terlihat cukup serius menjalankan tugasnya di dalam lapangan.
"Tidak grogi, sih, justru tambah semangat. Apalagi jika penonton ramai, pasti saya lebih percaya diri. Sekarang saya sudah menjalani profesi ini hampir selama delapan tahun. Semakin banyak tantangan, saya makin suka dengan pekerjaan ini," tutur Azizah saat berbincang dengan bola.com.
Baca Juga
Azizah mengaku awalnya tidak berniat terjun di dunia sepak bola. Namun, setelah tidak mendapat restu dari orang tua menekuni olahraga voli, ia beralih profesi. Kebetulan, sang bapak, Arsil, merupakan salah satu wasit yang sempat memimpin pertandingan Divisi Utama Liga Indonesia.
"Dulu hanya iseng saja karena belum ada wasit perempuan di Sumbar. Saya juga sering dibawa bapak ke lapangan. Jadi, lama-kelamaan tertarik. Begitu ada kesempatan, saya mencoba masuk kursus dan ternyata enak di sepak bola. Akhirnya betah hingga sekarang," ungkap Azizah.
Karier Azizah dimulai pada 2008. Perempuan kelahiran Payakumbuh, 24 April 1993 yang saat itu masih duduk di bangku SMA berhasil lolos seleksi lisensi wasit C3 (tingkat kota dan kabupaten) di Sumbar. Azizah kemudian melanjutkan tes lisensi C2 (provinsi) hingga lolos mengambil lisensi C1 (nasional).
Tugas perdananya dimulai ketika memimpin laga tarkam di Payakumbuh. Azizah mengaku hanya mendapatkan upah sebesar Rp 35 ribu. Namun, ia tidak berkecil hati. Justru, berkat kecintaannya terhadap sepak bola, anak pertama dari tiga bersaudara itu semakin tekun menggeluti profesi wasit.
Saat ini, Azizah tercatat sebagai satu-satunya wasit perempuan di Padang. Oleh karena itu, terkadang ia juga sempat mengalami beberapa gangguan ketika bertugas. Belum lagi, di level provinsi sebagian besar laga yang dipimpin adalah pertandingan sepak bola pria, bukan wanita.
"Hal-hal itu (gangguan dari pemain saat pertandingan) saya bawa tenang aja. Pemain-pemainnya juga setelah ada kejadian biasanya langsung diberi pengertian oleh pemain atau wasit lainnya. Jadi, ya, Alhamdulillah tidak apa-apa. Namanya juga risiko pekerjaan," ujar Azizah.
Pada 2011, Azizah sebenarnya mendapatkan kesempatan untuk melakukan penyegaran sebagai salah satu syarat agar dapat memimpin pertandingan di tingkat nasional. Akan tetapi, konflik dualisme antara PSSI dan KPSI ketika itu membuat Azizah urung mewujudkan harapan.
"Saya masih bertugas di Sumbar karena, ya, hingga saat ini masih pada ribut-ribut. Saya juga dengar sekarang ada peraturan wasit pria dan perempuan sudah dipisah. Kalau dulu sempat ada wasit perempuan yang memimpin pertandingan Divisi Utama," ungkap Azizah.
Wasit yang dimaksud adalah Mitra Coreina Syumanja, asal Langkat, Sumatera Utara. Azizah mengaku Cori adalah wasit idolanya. Wasit wanita, menurut dia, adalah bukti sepak bola merupakan jalan hidup semua lapisan masyarakat. Jalan hidup yang semakin spesial karena Azizah telah meneruskan budaya Padusi Minangkabau.