Praveen Jordan / Debby Susanto dan 5 Hal Menarik All England 2016

oleh Erwin Fitriansyah diperbarui 15 Mar 2016, 07:15 WIB
Praveen Jordan/Debby Susanto, gelar All England pertama yang menyelamatkan muka Indonesia. (Action Images via Reuters/Andrew Boyers)

Bola.com, Jakarta - All England adalah turnamen tertua di cabang bulutangkis yang sudah digelar sejak tahun 1899. Pada All England 2016 ini, wakil Indonesia Praveen Jordan/Debby Susanto menjadi juara pada nomor ganda campuran. 

Advertisement

Kesuksesan Praveen/Debby bisa dibilang merupakan sebuah kejutan. Maklum, mereka mampu menyingkirkan lawan-lawan kuat seperti Zhang Nan/Zhao Yunlei, ganda campuran nomor satu dunia, pada babak semifinal. Pada partai final, giliran Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen, unggulan kelima di turnamen ini, yang dibekuk peraih medali emas SEA Games 2015 tersebut.

All England 2016 memang menyajikan sejumlah kejutan. Namun, ada pula beberapa fakta menarik yang tersaji pada turnamen yang berlangsung di Barclaycard Arena, Birmingham, Inggris, tersebut.

Berikut ini sejumlah kejutan dan fakta menarik yang mewarnai turnamen All England tahun ini. Hal-hal tersebut terjadi di beberapa nomor. Berikut fakta menarik yang muncul di All England 2016:

2 dari 6 halaman

2

Lin Dan, enam gelarnya pada nomor tunggal putra All England adalah prestasi yang luar biasa di tengah persaingan ketat seperti sekarang.(Action Images via Reuters/Andrew Boyers)

1. Lin Dan Meraih Trofi ke-6 Tunggal Putra

Lin Dan berusia 32 tahun saat meraih gelar juara nomor tunggal putra All England 2016. Dia menang mudah lawan juniornya, Tian Houwei 21-9, 21-10. Gelar ini adalah trofi keenam Lin Dan pada ajang All England.

Pebulutangkis asal China ini tak muda lagi. Ia seperti menghemat tenaga dengan cara memilih mana turnamen yang diikuti dan tidak. Jika pemain berjuluk Super Dan ini tampil di sebuah turnamen, besar kemungkinan ia memang mengejar gelar juara.

Khusus buat All England, Lin Dan sepertinya tetap menganggap trofi di ajang prestisius ini layak buat dikejar. Faktanya, meski sudah mendapat lima gelar juara, Lin Dan tetap memutuskan tampil di All England.

Saat ini, rekor peraih gelar juara terbanyak di nomor tunggal putra All England masih dipegang Rudy Hartono. Maestro asal Indonesia itu mengoleksi delapan gelar All England, tujuh diantaranya diraih secara beruntun pada periode 1968-1974. Rudy meraih gelar terakhir di All England 1976 ketika berusia 27 tahun.

Jika dibandingkan dengan Rudy, jumlah gelar Lin Dan di All England masih kalah. Namun dengan usianya sekarang, ditambah persaingan yang jauh lebih ketat, apa yang dicapai Lin Dan adalah hal yang luar biasa dan sulit dicari tandingannya.

3 dari 6 halaman

3

Nozomu Okuhara, membuktikan bahwa tinggi badan bukan halangan untuk meraih prestasi tinggi. (Action Images via Reuters/Andrew Boyers)

2. Sensasi Tunggal Putri Bertinggi Badan 155 cm

Tinggi badan bukanlah segalanya. Hal tersebut dibuktikan Nozomu Okuhara, tunggal putri asal Jepang. Pemain bertinggi badan 155 cm ini meraih gelar All England 2016 setelah menang atas wakil China, Wang Shixian.

Kedua pemain bertanding selama 1 jam 39 menit, paling lama dibanding empat laga final lain. Okuhara memenangkan duel itu dengan skor 21-11, 16-21, 21-19.

Dalam perjalanan merebut gelar juara, gadis berumur 21 tahun itu menyingkirkan lawan berat macam Wang Yihan (China) dan juara dunia, unggulan pertama, sekaligus juara bertahan All England, Carolina Marin (Spanyol).

Gelar pada ajang All England ini menjadi istimewa buat Okuhara. Selain merupakan gelar pertama, ia memastikan diri menjadi juara bertepatan dengan hari kelahirannya.

4 dari 6 halaman

4

Vladimir Ivanov/Ivan Sozonov, menjadi pemain Rusia pertama yang meraih gelar juara di All England. (Action Images via Reuters/Andrew Boyers)

3. Kejutan ala Rusia di Ganda Putra

Sejak olah raga bulutangkis ditemukan dan dimainkan, Rusia bukanlah negara yang punya tradisi kuat. Memang pernah ada pebulutangkis asal Rusia, namun belum pernah ada yang punya prestasi fenomenal sehingga layak dikenang dalam waktu yang lama.

Kehadiran ganda putra Vladimir Ivanov/Ivan Sozonov ternyata mengubah hal tersebut. Pasangan non-unggulan ini secara mengejutkan meraih gelar juara nomor ganda putra All England.

Ivanov/Sozonov menang atas wakil Jepang Hiroyuki Endo/Kenichi Hayakawa dengan skor 21-23, 21-18, 21-16. Gelar yang bersejarah karena belum pernah ada pebulutangkis asal Rusia yang bisa menjadi juara di All England.

Kemenangan Ivanov/Sozonov ini tak bisa dibilang kebetulan, karena mereka melewati hadangan berat saat menang atas unggulan pertama Lee Yong-dae/Yoo Yeon Seong , 14-21, 21-17, 21-15 pada babak semifinal. Hasil ini membuat persaingan pada nomor ganda putra bakal semakin ketat karena tak hanya wakil dari negara Eropa macam Denmark, Inggris, atau Jerman saja yang bakal menjadi lawan berat pemain dari Asia.

5 dari 6 halaman

5

Misaki Matsumoto/Ayaka Takahashi, meruntuhkan dominasi ganda putri Cina dan merebut gelar juara dunia. (Action Images via Reuters/Andrew Boyers)

4. Ganda Putri Tak Lagi Didominasi China

Selama hampir 20 tahun China mendominasi nomor putri, baik tunggal maupun ganda. Namun hal tersebut mulai terkikis belakangan ini.

Selain Nozomu Okuhara yang mengalahkan wakil China pada final tunggal putri, hal yang sama terjadi pada nomor ganda putri. Ganda Jepang, Misaki Matsumoto/Ayaka Takahashi, mampu mengalahkan wakil Negeri Tirai Bambu yang juga unggulan enam, Tang Yuanting/Yu Yang, 21-10, 21-12.

Dalam perjalanan meraih gelar juara, Matsumoto/Takahashi juga menyingkirkan para wakil China. Pada babak perempatfinal, unggulan lima, Tian Qing/Zhao Yunlei ditekuk 21-6, 13-21, 21-15. Sementara pada partai semifinal, unggulan pertama Luo Ying/Luo Yu dikalahkan dengan skor telak 21-12, 21-9.

6 dari 6 halaman

6

Praveen Jordan/Debby Susanto, bisa mengemban tugas dengan baik setelah menjadi satu-satunya wakil Indonesia sejak semifinal All England 2016. (Action Images via Reuters/Andrew Boyers)

5. Panggung Kesuksesan Praveen Jordan/Debby Susanto

Ganda campuran Indonesia, Praveen Jordan/Debby Susanto menjadikan All England 2016 sebagai panggung dalam meraih sukses. Unggulan delapan ini adalah satu-satunya wakil Indonesia sejak di babak semifinal.

Tumpuan harapan pada nomor ini sebetulnya dibebankan pada pasangan yang lebih senior, Tontowi Ahmad/Lilyana Natsir, yang memegang gelar juara All England pada 2012, 2013, 2014. Namun mereka justru terhenti pada babak perempatfinal.

Meski menjadi satu-satunya harapan Indonesia, Praveen/Debby mampu tampil lepas. Pada babak semifinal, mereka menyingkirkan juara bertahan sekaligus ganda nomor satu dunia, Zhang Nan/Zhao Yunlei, 21-19, 21-16. Kemenangan pertama dalam delapan pertemuan mereka.

Sebelumnya, pada perempatfinal, Liu Cheng/Bao Yixin dikalahkan 21-14, 23-21. Pada laga final, Praveen/Debby menampilkan permainan terbaik. Mereka menang 21-12, 21-17 lawan wakil Denmark, Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen.

Kemenangan Praveen Jordan/Debby Susanto di All England 2016 ini bisa membuat Indonesia tak hanya bertumpu pada Tontowi Ahmad/Lilyana Natsir terus menerus. Jika mampu lolos ke Olimpiade Rio de Janeiro 2016, keduanya akan menjadi andalan Merah Putih pada nomor ganda campuran untuk meraih target medali emas.

 

 

Berita Terkait