Bola.com, Bandung - Perjalanan tim besar pasti disertai munculnya banyak pemain hebat yang mampu mempersembahkan berbagai gelar untuk tim yang diperkuatnya. Itu pula yang terjadi di tubuh Persib Bandung.
Sejak didirikan pada 14 Maret 1933, Tim Maung Bandung sukses meraih berbagai trofi, baik turnamen maupun kompetisi. Tentu saja pencapaian manis Persib tidak lepas dari para pemain hebat yang kemudian di antaranya dinobatkan sebagai pemain legendaris oleh bobotoh.
Baca Juga
Tanpa mengesampingkan yang lain, dari deretan pemain besar yang pernah merintis karier bersama Tim Pangeran Biru, terutama periode 1980 hingga 1990-an, tercatat ada lima pemain yang sering disebut sebagai legenda.
Seperti diketahui, pada kurun waktu itu Persib bisa dibilang mencapai masa jaya karena berhasil menyabet berbagai gelar juara.
Kelima sosok itu adalah Robby Darwis, Djadjang Nurdjaman, Yusuf Bachtiar, Sutiono Lamso, dan Ajat Sudrajat.
Lima nama itu dianggap layak menjadi pemain legendaris Persib berkat sukses mereka mempersembahkan berbagai trofi dan loyalitas tinggi terhadap Persib pada kurun waktu tersebut. Berikut perjalanan karier kelima legenda Persib:
Robby Darwis
Sosok ini pernah mendapat julukan Bima saat aktif bermain. Dia lahir di Bandung pada Oktober 1964. Pemain yang menempati posisi libero ini dinobatkan sebagai legenda karena pencapaian prestasinya semasa meniti karier bersama Persib. Karier Robby Darwis bersama Persib terbilang sukses.
Setelah mengantarkan Persib juara Perserikatan 1986, 1989-1990, dan 1993-1994, Robby juga membawa Maung Bandung juara Liga Indonesia edisi pertama 199-1995, termasuk lolos Liga Champions Asia pada tahun 1995.
Sukses membawa Persib juara di kompetisi Tanah Air, membuatnya pernah direkrut Kelantan FC di liga Malaysia. Selain itu Robby juga meraih predikat pemain terbaik Perserikatan musim 1986-1987. Dari lima legenda yang ada, hanya Robby Darwis yang pernah membawa Persib juara sebanyak empat kali selama kariernya.
Pencapaian itu membuatnya jadi langganan timnas Indonesia dengan catatan 53 kali bermain dan mencetak enam gol sejak 1987 hingga 1997. Bersama timnas Indonesia Robby Darwis pernah ikut andil mempersembahkan medali emas SEA Games 1987 Jakarta dan SEA Games 1991 Manila.
Selepas pensiun dari lapangan hijau, Robby beralih menjadi pelatih. Hingga saat ini Robby Darwis tercatat sudah dua kali melatih Persib, yakni pada 2008 dan 2010. Ia juga sempat menjadi asisten pelatih tiga pelatih Persib, yaitu Daniel Darko Janakovic, Jovo Jucovic, dan Daniel Rukito. Sekarang Robby Darwis lebih banyak bergulat dengan pekerjaannya sebagai karyawan BNI dan pelatih usia muda.
Djadjang Nurdjaman
Lahir di Majalengka 17 Oktober 1964, Djadjang Nurdjaman merintis karier profesional pada 1979 saat bergabung dengan Sari Bumi Raya Bandung. Setelah itu Djanur, panggilan akrabnya, hengkang ke Sari Bumi Raya Yogyakarta (1980-1982), Mercu Buana Medan (1982-1985), dan akhirnya berlabuh di Persib mulai 1985 hingga 1995.
Selama memperkuat Persib Bandung, Djanur pernah mengantarkan Maung Bandung juara Perserikatan pada 1986. Paling mengesankan dari musim itu adalah saat ia mencetak gol tunggal kemenangan Persib atas Perseman Manokwari di final.
Tidak heran bila Djanur sempat menjadi idola bobotoh dan mendapat tempat tersendiri di hati suporter fanatik Persib. Setelah musim 1986 itu, Djanur juga ikut peran mempersembahkan juara di Perserikatan 1990 dan 1993-1994, ditambah pada 1994-1995 saat menjabat sebagai asisten pelatih.
Dari para legenda Persib, Djanur bisa jadi paling sukses meniti karier sebagai pelatih. Dimulai pada 2007 hingga 2008 ia menjadi asiten pelatih di Persib.
Sesudah itu ia hijrah ke Pelita Jaya pada 2011. Setelah merasa mumpuni, Djanur yang ketika aktif sebagai pemain bermain sebagai gelandang serang ini, menerima tawaran menjadi pelatih kepala tim kebanggaan bobotoh.
Kemujuran pria berbadan munggil ini terjadi pada musim 2014 saat Djanur mampu mempersembahkan juara Indonesia Super League (ISL) untuk Persib. Di final Persib mengalahkan Persipura melalui drama adu penalti. Momen itu yang sangat istimewa selama kariernya sebagai pelatih karena sukses memberikan trofi juara ketika Persib sudah paceklik gelar selama 19 tahun.
Sayang, sentuhannya tidak berlanjut di musim berikutnya karena sepak bola Indonesia disanksi FIFA pada 2015 saat. Kompetisi pun menjadi korban perseteruan Kemenpora dan PSSI. Namun, sebelum keberangkatannya ke Italia menimba ilmu kepelatihan bersama Inter Milan, Djanur sukses membawa Persib juara Piala Presiden 2015.
Yusuf Bachtiar
Mantan playmaker ini baru gantung sepatu pada usia 39 tahun. Karier terakhirnya bersama Persib Bandung pada 2001 dan sukses mencetak satu gol perpisahan sebelum pindah ke Persikab Kabupaten Bandung dan sesudahnya memperkuat Persikad Depok pada 2003. Yusuf Bachtiar lahir di Bandung, 14 Juni 1962. Ia memulai karier di Persib junior pada 1978-1979.
Setelah itu Yusuf Bachtiar hengkang ke Perkesa 78 Sidoarjo pada 1983-1987. Empat musim bersama Perkesa 78 Sidoarjo, Yusuf Bachtiar kembali ke Persib senior. Selama membela Tim Pangeran Biru dari 1987-1998 dan 2001, Yusuf yang memiliki julukan Si Kancil mampu mempersembahkan beberapa gelar juara.
Trofi pertama dipersembahkan pada 1986 saat Persib juara Pesta Sukan II atau Piala Hasanal Bolkiah di Brunei Darusalam. Setelah itu beberapa gelar lain diraih bersama Maung Bandung, yaitu juara Perserikatan 1989-1990, 1993-1994, dan Liga Indonesia 1994-1995.
Seperti kebanyakan pemain lain, setelah pensiun Yusuf lalu banting setir sebagai pelatih. Namun, lisensi kepelatihannya tidak sampai level tertinggi, sehingga akibatnya Yusuf jarang mendapat kesempatan menangani klub profesional. Pria kelahiran 14 Juni 1962 tersebut terakhir menjadi asisten pelatih Persib di musim 2008-2009.
Selain berkiprah di sepak bola, Yusuf Bachtiar juga memiliki status sebagai karyawan PT PLN. Bisa jadi kesibukannya sebagai karyawan membuatnya kurang memilki waktu untuk serius di dunia kepelatihan.
Ajat Sudrajat
Ajat Sudrajat pemain kelahiran Bandung, 5 Juli 1962. Selama memperkuat Persib kariernya terbilang bersinar sebagai striker. Pemain yang identik dengan nomor punggung 10 ini berhasil mengantarkan Maung Bandung sebagai juara Perserikatan 1986, juara Pesta Sukan atau Sultan Hasanal Bolkiah di Brunei Darusalam pada 1986, dan Perserikatan 1989-1990.
Ajat adalah sosok terkenal di seantreo Jawa Barat, bahkan sampai sekarang. Itu semua berkat keganasannya sebagai striker sehingga diidolai bobotoh hingga saat ini. Catatan gol yang pernah dicapai terbilang fantastis. Saat membela Persib di Perserikatan 1983, Ajat menjadi pencetak gol terbanyak.
Prestasi itu diulangi pada musim 1985 dengan torehan 16 gol. Saat jadi pemain, Ajat memperkuat Persib selama tujuh musim dari 1983 hingga 1990.
Namun, Ajat juga dikenal pemain kontroversial di antara pemain Persib lain. Penyebabnya, ia hengkang dari Persib karena urusan bonus. Saat itu para pemain Persib dijanjikan mendapat bonus taksi.
Namun, taksi itu diberikan dengan catatan tetap harus memberi setoran kepada pengusaha yang memberikan taksi. Sontak Ajat marah dan meninggalkan Persib. Bahkan sebagai pembalasan ia bergabung dengan Bandung Raya, rival sekota Persib, pada 1991-1997.
Di klub tersebut Ajat sukses mempersembahkan gelar Liga Indonesia jilid dua tahun 1995-1996. Pencapaian yang istimewa mengingat Bandung Raya tidak dihitung sebagai salah satu tim unggulan.
Di LI edisi perdana 1994-1995, Bandung Raya sudah menggebrak. Dengan mengandalkan kombinasi pemain senior-junior macam Heri Kiswanto, Ajat Sudrajat, Hermansyah, Peri Sandria, Nuralim dan M. Ramdan, mereka menjelma menjadi kekuatan baru yang diperhitungkan lawan-lawannya.
Pada LI musim perdana Bandung Raya yang ditangani Nandar Iskandar lolos babak babak 8 besar. Peri Sandria bahkan mencatatkan namanya sebagai top scorer kompetisi dengan koleksi 34 gol. Perolehan gol Peri itu belum ada yang mampu melewati hingga saat ini di kompetisi level tertinggi Indonesia.
Pada musim selanjutnya Bandung Raya yang ditukangi pelatih asal Belanda, Henk Wullems sukses menjadi jawara. Duet Ajat Sudrajat dan Dejan Gluscevic jadi momok menakutkan bagi tim-tim lawan. Dejan jadi pemain tertajam dengan sumbangsih 30 gol. Musim ini merupakan musim terbaik bagi Bandung Raya.
Walau sukses bersama Bandung Raya, Ajat tetap identik dengan Tim maung Bandung. Ia amat dicintai publik Bandung. Patung Ajat Sudrajat pun kokoh berdiri di Jalan Tamblong, Bandung. Suksesnya sebagai pemain di level klub juga membuat kerap dipanggil timnas Indonesia dari 1981 hingga 1987.
Fenomena lain yang cukup unik adalah pada 1981 hingga 1987 itu kostum Persib dengan nama Ajat Sudrajat laris bak kacang goreng. Mulai anak-anak hingga orang dewasa pasti punya kebanggan tersendiri saat memakai jersey Ajat Sudrajat dengan nomor punggung 10. "Moal aya pemain sigah Ajat Sudrajat," kalimat yang sering dilontarkan publik sepak bola Jawa Barat.
Sutiono Lamso
Gelar juara Persib Bandung di Perserikatan 1993-1994 dan Liga Indonesia 1994-1995 barangkali tidak akan diraih bila tidak ada Sutiono Lamso. Pada laga final itu Sutiono mencetak gol kemenangan Persib.
Di musim 1993-1994 satu golnya dan satu lagi dari Yudi Guntara membawa Persib juara mengalahkan PSM Makassar di ajang final kompetisi Divisi Utama Perserikatan. Kemudian di Liga Indonesia 1994-1995, gol tunggal Sutiono membungkam Petrokimia Gresik.
Di era 1990-an, nama Sutiono Lamso memang fenomenal. Saat arak-arakan juara Persib ketika itu, Sutiono disambut ribuan bobotoh. Hal ini terbilang langka karena sejatinya Sutiono bukan pemain asli Bandung. Dia adalah pemain yang lahir dan besar di Purwokerto.
Maka tidak heran bila Sutiono digolongkan sebagai pemain asing di Persib. Adalah Nandar Iskandar, pelatih yang jeli melihat kelincahan dan kepiawaiannya dalam melakukan penyelesaian akhir. Selain jadi pahlawan Persib di Perserikatan dan Liga Indonesia, Sutiono juga dinobatkan sebagai pernah menjadi pemain terbaik kompetisi.
Seperti mantan pemain lainnya usai pensiun dari lapangan hijau, Sutiono perlahan menekuni profesi pelatih. Meski sampai sekarang hampir tidak pernah menangani klub profesional, setidaknya Sutiono yang menetap di Bandung ini pernah membawa Persib U-15 juara kompetisi nasional pada 2005.
Saat ini peruntungan Sutiono tampaknya memang mengelola pemain muda. Jadi tidak salah bila Sutiono Lamso mendirikan sekolah sepak bola (SSB). Nama yang dipilih adalah SSB Sutiono Lamso, sederhana tetapi kaya makna karena nama SSB itu akan selalu mengingatkan para pemain muda siapa pahlawan Persib Bandung di musim 1993-1994 dan 1994-1995.
Baca Juga
3 Penggawa PSBS yang Menonjol dalam Kebangkitan Mereka di BRI Liga 1: Semakin Nyaman Berkreasi
Deretan Pemain Naturalisasi Timnas Indonesia yang Sebaiknya Main di Piala AFF 2024: Ngeri-ngeri Sedap Kalau Gabung
Mengulas Rapor Buruk Shin Tae-yong di Piala AFF: Belum Bisa Bawa Timnas Indonesia Juara, Edisi Terdekat Bagaimana Peluangnya?