Bola.com, Jakarta - Rentang 25 tahun berlalu sangat cepat. Saat itu, di sebuah rumah di bagian kota Rosario, Santa Fe, terdapat anak balita yang setiap hari selalu menujukkan ketertarikannya pada bola. Ia sudah memantik perhatian, karena mampu melakukan olah bola alias juggling saat usianya belum genap empat tahun.
Siapa mengira, seperempat abad kemudian, dia menjadi bagian legenda hidup timnas Argentina. Yup, momen itu terjadi pada saat Tim Tango menjamu Bolivia, pada lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2018 Zona Amerika Selatan, Rabu (30/3/2016). Estadio Mario Alberto Kempes, di provinsi Cordoba menjadi saksi seseorang yang dulu pernah didiagnosa kekurangan hormon sehingga kakinya tak seimbang, justru bisa masuk dalam daftar emas prestasi perseorangan bersama timnas Argentina. Dialah Lionel Messi.
Satu gol ia titik penalti pada menit ke-30 tak hanya memberi kemenangan 2-0 atas Bolivia. Kematangan Messi memberi nafas panjang bagi Argentina agar bisa lolos langsung ke putaran final Rusia 2016.
Baca Juga
Satu gol tersebut sangat berharga, setidaknya bagi Messi. Seperti dirilis ovaciondeportes.com, apa yang diraih Messi saat ini menjadi bagian dari mimpi sang ayah, Jorge Messi. Mantan manajer pabrik baja ini pernah berucap kalau sang anak ketiga dari empat bersaudara tersebut, akan menjadi pesepakbola hebat.
"Ketika Leo bisa melewati kakak-kakaknya, juga para saudara lain di usia yang relatif muda, tak ada rasa khawatir, dia pasti bisa menjadi sesuatu yang besar," tutur Jorge. Harapan yang kini menjadi kenyataan, karena Sang Messiah berhasil menorehkan catatan istimewa alias milestone, yakni koleksi 50 gol bersama timnas Argentina.
Rangakaian catatan tersebut jelas lahir dari sosok yang tak sembarangan. Tak banyak pesepakbola Argentina, meski terkenal sekalipun, yang mampu menggapai jumlah gol sebanyak itu. Saat ini, hanya satu nama yang berada di atas fans berat Newell's Old Boys saat kecil tersebut, yakni Gabriel Batistuta.
Sosok Batigol menjadi ''rintangan' terakhir bagi Messi untuk menahbiskan dirinya sebagai top skorer sepanjang masa Timnas Argentina. Batigol masih berada di puncak daftar dengan koleksi 56 gol dalam 78 partai, dengan konversi rata-rata 0,718 gol per pertandingan. Eks bomber Fiorentina dan AS Roma ini berkarier dalam kancah persaingan antarnegara dalam rentang 1991-2002.
Sedangkan Messi, yang aktif sejak 2005, butuh 107 partai untuk menggapai 50 gol. Artinya, La Pulga mampu mengemas rata-rata 0,467 gol per pertandingan. Secara perhitungan konversi ketajaman, apa yang diraih Leo tergolong minor.
Maklum, beberapa striker lawas Argentina memiliki rata-rata gol lebih bagus. Sebut saja Hernan Crespo degan 0,5 gol per partai, lalu Luis Artime (0,96 gol/partai) dan Jose Sanfilippo (0,759 gol/partai)Meski tergolong minor, namun ternyata Messi justru lebih hebat ketimbang sang idola,sekaligus sang dewa sepak bola Argentina, Diego Armando Maradona. Selama berkarier bareng timnas, Maradona mampu mencetak 34 gol dalam 91 partai, yang berarti hanya 0,374 gol per pertandingan.
Catatan itu pula yang kadang menjadi bahan perbandingan dua sosok dengan tipikal permainan yang nyaris sama, dengan kekuatan kaki kiri yang tak jauh berbeda. Duo ini menjadi sorotan, karena dianggap menjadi perwakilan pemain bertubuh 'boncel' untuk ukuran Eropa, yang berasal dari Argentina.
Bukan rahasia umum lagi, ragam pemain sudah berulangkali diprediksi bakal mengikuti patron prestasi dan performa Maradona. Hampir selama dua dekade terakhir, naik-turun para pemain yang disebut The Next Maradona.
Sebut saja misalnya Ariel Ortega. Namanya mencuat saat bersinar bareng River Plate pada periode 1991-1996. Prestasi 134 partai dengan 30 gol, plus gaya gelandang serang modern ala Maradona, langsung memantik magnet tim-tim Eropa.
Sayang, ia layu sebelum berkembang dan gagal menunjukkan penampilan menawan saat berkostum Valencia, Sampdoria, Parma sebelum akhirnya kembali ke River Plate, dan berakir di klub Def. Belgrano pada medio 2012.
Nama lain yang muncul berikutnya adalah Marcelo Gallardo. Pemain berpostur 165 cm ini mampu menunjukkan taji sebagai gambaran Maradona masa depan kala berkostum River Plate (1993-1999) dan AS Monaco (1999-2002). Ia gagal bergabung dengan tim raksasa Eropa, meski sempat berkostum Paris St Germain pada 2007-2008.
Kemampuan dan nama Gallardo-pun melempem, sebelum berakhir di Nacional pada 2010-2011. Pada sela-sela dua nama, Gallardo dan Ortega, muncul lagi sosok yang digadang-gadang menjadi pengganti Maradona, Pablo Aimar.
Lagi-lagi, setelah bersinar di River Plate dan sempat bergabung dengan Valencia di La Liga, pemilik nama Pablo Cesar Aimar Giordano ini gagak total. Beberapa kali cedera membuatnya harus memupus mimpi memiliki sebutan sebagai penerus Maradona. Setelah mentok di Benfica dalam lima tahun, ia kembali ke River Plate pada tahun lalu, setelah sebelumnya setahun berada di Malaysia, bareng klub Johor Darul Takzim.
Nama terakhir di era sepak bola modern yang sempat menyeruak guna mengganti peran Maradona adalah Andres D'Alessandro. Pemain yang sempat menjadi rebutan Juventus dan Barcelona ini, kembali tak maksimal. Ia gagal mengangkat namanya bersama Wolfsburg, dan membuatnya hanya berstatus pemain medioker di tim semenjana. Pada 2016, ia kembali ke River Plate setelah bergabung bareng Internacional sejak 2008.
Messidona
Nasib beberapa pemain berpostur 'boncel' tersebut menandakan tak mudah mencari sosok pemain menggantikan Maradona, terutama di level timnas. Perjuangan berat itu pula yang harus dilakoni Lionel Messi agar dirinya bisa mendapatkan pengakuan sejajar dengan Sang Dewa.
Lika-liku karier Messi menjadi bagian dari tempaan mental yang luar biasa. Terlepas dari masalah hormonal, ia juga sempat dianggap tak memiliki kemampuan. Buktinya, ia tak bisa bermain pada ajang Piala Dunia Junior 2003 di Unie Emirat Arab.
Saat itu, pelatih Hugo Tocalli lebih memilih Carlos Tevez, yang dianggap lebih mumpuni dan punya karakter lebih tajam dibanding Messi. Begitu juga ketika perhelatan Piala Dunia Junior 2005 di Belanda, Leo Messi lagi-lagi sempat diremehkan sebelum akhirnya bergabung, dan menjadi bintang bagi Argentina.
Awalnya, Pelatih Fransisco Ferraro tak ingin memasukkan Messi, yang kala itu berusia 17 tahun dan sudah bergabung di Akademi La Masia, milik klub Barcelona. Semua itu berlatar di lini penggempur sudah ada bomber andalan seperti Pablo Vitti asal Rosario Central, lalu Neri Cardozo (Boca Juniors), Gustavo Oberman sampai Sergio Aguero (Independiente).
Deretan nama lokal tersebut sudah terbukti memiliki kualitas skill dan mental oke, karena berstatus pemain inti di klub masing-masing. Sementara Messi belum mendapatkan keyakinan 100 persen dari pelatih Barcelona kala itu, Frank Rijkaard.
Namun, Francisco Ferarro berubah haluan. Faktor utama tak lain rayuan dari kubu Barcelona agar asset utama mereka bisa terus terasah di ajang berkelas khusus. Beruntung sang entrenador menerima alasan tersebut. Pada akhir turnamen, Argentina meraih gelar juara usai menaklukkan Nigeria dengan skor 2-1 di Stadio Galgenwaard, Utrecht (2/7/2005).
Dua gol lahir dari aksi Lionel Messi, yakni melalui penalti pada menit ke-40 dan 75'. Gol balasan Nigeria berkat sumbangan Ogbuke pada menit ke-53. Status penentu kemenangan di laga pamungkas, disempurnakan Messi dengan gelar top skorer (6 gol) dan Pemain Terbaik Turnamen, menyingkirkan Fernando Llorente (Spanyol), David Silcva (Spanyol) dan Graziano Pelle (Italia).
Jalur karier seperti itu pula yang membuat Messi mulai mendapat perhatian serius dari publik dunia, tak hanya dari kalangan Barcelonistas. Imbasnya, timnas Argentina selalu menggunakan jasa Messi setiap turnamen resmi, kecuali di level persahabatan internasional yang sifatnya biasa saja.
Messi menjawab tanggung jawab tersebut dengan performa di lapangan. Meski belum pernah memberikan trofi juara bagi Argentina di level turnamen akbar, seperti piala dunia maupu copa Amerika, sosoknya sudah menjelma menjadi sang idola, Maradona.
Kali pertama situasi tersebut disematkan fans Barcelona. Maklum, Maradona juga pernah berkarier di Estadio Camp Nou, meski singkat. Kelas dan penampilan Messi membuat Barcelonistas tak ragu untuk menyematkan Messidona, julukan yang mengacu pada penampilan apik Maradona selama berkarier di lapangan hijau.
Bagi timnas Argentina, koleksi 50 gol yang dimiliki Messi menjadi momentum sahih kalau sang pujaan hati Antonella Racuzzo ini layak mendapat panggilan bersejarah, Messidona. Kini, selisih gol dengan Batigol tersisa enam lagi.
Kans untuk menjadi top skorer sepanjang masa, sesuatu yang tak akan dimiliki Maradona, sangat besar. Bermodal usia 28 tahun, artinya masa depan Messi masih panjang bersama timnas Argentina. Partai-partai di kualifikasi Piala Dunia 2018 Zona Amerika Selatan, bakal menjadi pembuka jalan untuk mencetak minimal tujuh gol agar bisa melampaui Batigol.
"Satu di antara rasa heranku adalah bisa sejajara dengan Batigol. Dia bomber yang luar biasa, favoritku dengan penyelesaian yang berpresisi tinggi. Saya akan sangat bangga jika bisa melewati koleksi golnya, meski itu jelas bukan tujuan utamaku," ucap Messi, seperti dirilis Buenos Aires Herald, usai laga kontra Bolivia.
Musim ini, baik di timnas maupun Barcelona, Messi menunjukkan statistik yang justru meningkat dibanding tahun lalu. Rata-rata tembakan per partai mencapai angka 4,9, dengan 38 gol. Artinya, jika konsisten, Messi akan melewati catatan Batigol dalam lima laga ke depan.
"Dia memiliki kapasitas hebat sebagai predator, dan Argentina beruntung bisa memilikinya. Barcelona selalu merekomendasikan selalu bisa melihat sesuatu yang berbeda, dan Tim Tango bisa menikmati hasilnya," kata Carlos Rexach, orang yang kali pertama ngotot untuk membawa Messi bergabung bersama Barcelona.
Catatan istimewa lain yang bakal segera dicapai Messi adalah penampilan terbanyak bersama timnas Argentina. Saat ini, pemain berpostur 170 cm ini sudah mengoleksi 107 partai. Ia hanya kalah dari Roberto Ayala (115), Javier Mascherano (123) dan Javier Zanetti (143).
Jika menggunakan asumsi masa pensiun Zanetti, Messi akan melewati catatan luar biasa tersebut dalam lima tahun ke depan. Pada level ini saja, Messi sudah lebih unggul dibanding Maradona (91 caps) dan Gabriel Batistuta (78 caps).
Sentuhan Reggae
Kans untuk melewati catatan penampilan para legenda terbuka lebar bagi Messi. Apalagi peran Messi di timnas Argentina belum tergantikan. Pelatih Gerardo Martino mengakui, sosok mantan anak asuhnya di Barcelona tersebut memiliki banyak benefit.
"Serahkan semuanya pada Leo, dan dia akan mengerti apa yang harus dikerjakan. Konsistensi bersama timnas memang masih menjadi catatan utama. Namun, saya yakin dia bisa menunjukkan itu," ucap Martino.
Komentar Martino merujuk pada penampilan di lapangan seorang Messi. Banyak pihak menilai, akulturasi Tango dan Samba menjadi bagian serapan penting dalam setiap gerakan di lapangan. Harmonisasi gerak, dribel lengket, menggoyang lawan sebelum mengirim sepakan keras ke gawang musuh, menjadi patron utama Sang Messiah.
Namun siapa menyangka, ternyata bukan Tango atau Samba yang menjadi bagian dari gerakan Messi di atas rumput. Aliran reggae-lah yang menurut Messi membuatnya bisa tampil bak memainkan aransemen musik di setiap pertandingan.
Kelompok musik favorit Messi adalah Los Cafres, terutama dengan single hits 'Hijo'. "Lirik dan musiknya mewakili segalanya tentang pengalamanku. Saya suka musik asli Argentina, sungguh kalem tapi sangat tegas pesannya. Los Cafres memiliki koleksi luar biasa, dan saya selalu mendengarkan itu ketika ada di rumah sebelum bertanding," ungkap Messi.
Bagi Messi, faktor reggae membuatnya bisa bangkit dari keterpurukan. Simbol kebangkitan dari lirik-lirik yang ada, memberinya sendi kuat untuk tak menyerah. Menariknya, tak hanya Los Cafres yang menjadi inspirasi permainan di lapangan bersama timnas Argentina.
Beberapa musisi lain juga mendapat tempat tersendiri. Sebut saja, Messi penyuka El Polaco, Juanes dan Sergio Torres. Seluruh pesohor lokal tersebut memberi banyak pelajaran bagi La Pulga. Ia masih ingat ketika harus berjuang bersama Barcelona C untuk lolos dari zona degradasi pada Tercera Division 2003-2004.
Lalu ada juga sisi positif bersama timnas yang diraih. Karakter musik Los Cafres juga yang setidaknya mampu memberikan rangkaian penampilan apik berujung milestone bagi Messi. "Karakter alami menjadi yang terkuat. Dinamisasi karier Messi membuatnya bisa berjaya. Saya yakin dia akan memberikan trofi juara bagi Argentina, tinggal menunggu waktu saja," sebut Batigol, beberapa tahun lalu.
Sebuah ucapan bijak, yang di dalamnya bakal bersamaan dengan rangkaian milestone lainnya dari Messi. Layak dinanti
Sumber: Berbagai sumber