Philo Paz Armand: Secuil Kisah Visa, Italia, dan Rio Haryanto

oleh Oka Akhsan diperbarui 09 Apr 2016, 10:20 WIB
Pebalap Indonesia, Philo Paz Armand, akan berkiprah di ajang GP2 Series 2016 bersama Trident. Pebalap dari tim Jagonya Ayam itu siap menghadapi tantangan baru dalam kariernya dan bertekad mengikuti jejak sang senior, Rio Haryanto. (GP2 Media Services)

Bola.com, Jakarta - Philo Paz Armand sudah melupakan cerita kurang menyenangkan pada musim balap 2015. Salah satu pebalap muda potensial Indonesia itu kini siap memulai petualangan baru di GP2 Series, ajang balap yang menjadi batu loncatan Rio Haryanto sebelum ke F1.

Tahun lalu memang tak berjalan sesuai rencana bagi Philo. Dijadwalkan tampil semusim penuh di ajang Formula Renault 3,5 World Series bersama tim Pons Racing, pebalap berusia 20 tahun itu cuma bisa mengikuti lima seri karena terkendala masalah visa.

Advertisement

"Sebenarnya bukan kenapa-kenapa, hanya miskomunikasi saja. Kejadiannya pada seri kelima di Red Bull Ring, Austria. Akibatnya saya setengah tahun berhenti balapan," kata Philo saat ditemui Bola.com dalam acara jumpa media di Jakarta, Jumat (8/4/2016).

Enam bulan bukan waktu yang sebentar. Philo pun bertekad menebus waktu yang terbuang itu pada tahun ini di GP2. Namun, lama tak berada di balik kokpit mobil balap Formula, pebalap tim Jagonya Ayam itu seolah mesti memulai dari nol lagi.

"Saya terakhir balapan pada September 2015. Jadi, tentu butuh waktu adaptasi lagi saat kembali ke mobil. Apalagi ini debut saya di GP2. Saya sama sekali belum pernah menjajal mobilnya. Kalau dari segi fisik tak ada masalah. Saya profesional sehingga harus menjaga kebugaran meski tak turun lintasan. Paling hanya perlu melatih otot leher," ujar Philo.

Philo pebalap cerdas. Proses adaptasi awalnya dengan mobil GP2 tergolong cepat. Dalam enam hari tes pramusim di Jerez dan Barcelona, pebalap tim Trident itu sudah bisa bersaing dan tak terlalu jauh tertinggal dari pebalap lain yang sudah berpengalaman.

"Pada dasarnya mobil GP2 dan yang saya pakai di World Series tak banyak perbedaannya. Keduanya sama-sama mobil besar. Bahkan, menurut saya lebih mudah mengendarai mobil GP2. Perbedaan terbesar dan paling krusial terletak pada ban," tutur Philo.

Philo lantas menjelaskan pengaruh perbedaan ban di Wolrd Series dan GP2. Pasalnya, dari segi kecepatan, mobil di kedua ajang tersebut tak jauh berbeda. Menurut Philo, mobil World Series lebih pelan, tapi downforce-nya lebih banyak jadi cepat di tikungan. Sementara itu, mobil GP2 lebih kencang, terutama di trek lurus.

"Mobil World Series memakai ban Michelin. Ban Michelin itu dikenal awet. Jadi, pebalap bisa terus push sepanjang lomba. Kalau GP2 menggunakan ban Pirelli. Ban ini gampang aus. Pebalap tak bisa menggeber mobil terus-menerus. Kami dituntut memiliki kemampuan manajemen ban yang baik supaya ban bisa tahan sampai finis. Sebagai gambaran, beda catatan waktu pebalap GP2 saat kualifikasi (satu lap cepat) dan lomba bisa mencapai sembilan detik. Jadi, hasil balapan di GP2 80 persen ditentukan ban. Pebalap yang jago manajemen ban pasti bisa di depan," kata Philo.

Philo menyebut hasil tes pramusim menurut timnya sudah memuaskan. Saat melakukan simulasi lomba dengan melahap banyak lap, Philo sudah cukup kompetitif.

"Hasil tes sangat positif. Setelan mobil buat balapan sudah oke. Sekarang tinggal menemukan settingan terbaik untuk kualifikasi," kata Philo.

Cepatnya adaptasi yang dilakukan Philo tak lepas dari peran semua kru di Trident. Meski baru bergabung dengan tim dari Italia itu pada tahun ini, kerja sama Philo dengan engineer tim bisa langsung berjalan baik.

"Saya sudah lima tahun tinggal di Italia sejak masih balapan gokart, jadi sudah mengerti bahasa, karakter, dan etos kerja orang-orangnya. Tak ada sedikit pun masalah adaptasi. Saya bisa langsung melebur dan malah serasa di rumah sendiri," ujar Philo yang tinggal di Brescia dan hanya berjarak 1,5 jam dari markas tim Trident.

Meski segalanya berjalan mulus, Philo enggan memasang standar tinggi pada musim debutnya. Dia sadar rival-rivalnya di GP2 bukan pebalap sembarangan.

"Proses adaptasi saya sejauh ini memang sangat baik. Namun, saya harus realistis. Tak bisa langsung juara pada tahun pertama. Bisa konsisten finis 15 besar selama setengah musim awal saja sudah sangat bagus. Jika sudah tercapai, baru pasang target lain yang lebih tinggi. Kalau belum, harus diteruskan sampai akhir musim. Bagi saya, musim ini digunakan untuk perkenalan dulu," kata Philo.

Philo berkaca dari kasus Rio Haryanto. Dia menuturkan Rio pun tak bisa langsung naik podium atau bahkan jadi juara pada musim debutnya.

"Rio itu senior saya dari kecil. Dia akan selalu menjadi patokan kesuksesan seorang pebalap Indonesia. Proses adaptasi Rio pun memakan waktu. Dia tak langsung di atas tapi butuh empat tahun dan empat kali ganti tim. Begitu sudah mahir melakukan manajemen ban dan mendapatkan tim yang pas, Rio baru bisa menang," kata Philo.

Philo akan melakukan debut balapan di GP2 pada seri perdana di Catalunya, Barcelona, 13-15 Mei. Apa target pribadinya?

"Saya sudah mengenal treknya karena pas masih di mobil kecil sudah sering balapan di sana. Namun, saya belum pernah balapan dengan mobil besar di Catalunya. Karena itu, sesi latihan harus dimanfaatkan dengan baik dan tak boleh membuat kesalahan. Saya tak akan pasang target finis 10 besar. Realistisnya posisi 12-15. Kemungkinan besar malah saya akan berduel dengan Sean Gelael. Siapa yang di depan tak masalah yang penting dua pebalap Indonesia masuk finis. Semoga kami berdua bisa mengikuti jejak Rio Haryanto," kata Philo Paz Armand.

Para pebalap dari tim Jagonya Ayam, yakni Sean Gelael, Philo Paz Armand, Antonio Giovinazzi, dan Miitch Evans (dari kiri ke kanan), berpose usai jumpa pers di Jakarta, Jumat (8/4/2016). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)