Bola.com, Liverpool - 5 Mei 2005. Ketika wasit meniup peluit tanda berakhir babak pertama, skor 3-0 untuk AC Milan terpampang di dalam Ataturk Olympic Stadium, Istanbul. Raut muka kapten Liverpool, Steven Gerrard, terlihat cemas saat melangkah ke ruang ganti. Pun halnya dengan suporter The Reds yang mulai mengusap-usap dahi.
Baca Juga
Begitu babak kedua dimulai, Milan menurunkan tempo, sementara para pemain Liverpool tak kenal lelah berlari ke sana kemari mengejar bola demi menjaga asa juara. Pada akhirnya, malam ini menjadi salah satu peristiwa bersejarah bagi Liverpool, sekaligus menandakan segalanya bisa terjadi dalam dunia sepak bola.
Pada menit ke-54, Gerrard melihat John Arne Riise mengirimkan umpan silang. Ia lalu menyundul bola tersebut ke arah gawang Milan yang dikawal Dida. Gol! Skor berubah menjadi 1-3. Dua menit berselang giliran Vladimir Smicer yang mencatatkan namanya di papan skor.
Suporter Liverpool pun kembali bersorak setelah Xabi Alonso mencetak gol yang memaksa Milan memainkan babak tambahan. Skor tidak berubah pada babak tambahan sehingga adu penalti dimainkan. Magis pun tercipta karena pada akhirnya yang berpesta adalah Gerrard dan kawan-kawan.
Liverpool memastikan gelar Liga Champions kelima usai mengalahkan Milan 3-2 pada babak adu penalti. Liverpudlian mengenang peristiwa ini sebagai "Keajaiban Istanbul", mengacu terhadap semangat pantang menyerang para pemain Liverpool mengejar ketertinggalan tiga gol.
"Saya menggerakkan tangan (usai mencetak gol) ke arah para suporter Liverpool untuk menunjukkan para pemain selalu berada bersama mereka dan karena itulah kami tampil pantang menyerah," ujar Gerrard saat mengenang gol ke gawang AC Milan serta keberhasilan Liverpool itu.
Anfield
Dasawarsa berselang, para saksi mata Kejaiban Istanbul seakan merasakan magis malam yang sama. Namun, kali ini bukanlah di ajang Liga Champions, melainkan pertandingan leg kedua perempat final Liga Europa. Euforia mereka pun semakin spesial karena terjadi di Anfield.
Bermodalkan hasil 1-1 pada leg pertama di Signal Iduna Park, Liverpool mau tidak mau harus menang agar dapat melangkah ke semifinal. Namun, kurang dari 10 menit babak pertama, mereka justru sudah tertinggal dua gol karena torehan Henrik Mkhitaryan dan Pierre-Emerick Aubameyang.
Selepas turun minum, aksi berbalas gol terjadi. Liverpool memperkecil kedudukan melalui Divock Origi. Akan tetapi, Marco Reus langsung membalas pada menit ke-57. Enam menit berselang, giliran Philippe Coutinho yang mencatatkan namanya di papan skor untuk mengubah skor menjadi 2-3.
Mamadou Sakho membuat suporter Liverpool bersorak setelah mampu mencetak gol pada menit ke-78. Namun, skor 3-3 belum dapat membuat pasukan Merseyside lolos ke empat besar karena kalah produktivitas gol tandang. Memasuki menit-menit akhir, Liverpool terus mengurung pertahanan Dortmund.
Upaya mereka akhirnya membuahkan hasil pada masa injury time. Bola umpan silang James Milner ditanduk Dejan Lovren ke pojok kanan gawang Dortmund. Kiper Roman Weidenfeller mencoba menepis, tetapi gagal. Liverpool berbalik unggul.
Euforia puluhan ribu suporter Liverpool di Anfield pun tumpah ruah ketika skor 4-3 tetap bertahan hingga laga usai. Demikian halnya dengan manajer Jurgen Klopp yang langsung berlari ke lapangan memeluk Coutinho dan kawan-kawan. Malam magis pun kembali terulang.
"Para pemain berhasil melakukannya. Mudah untuk mengatakan hal ini. Saya adalah pecinta sepak bola, jadi saya menyaksikan laga itu (final 2005) dan sejujurnya, pada babak pertama, saya tidak pernah berpikir, 'Oh, Liverpool pasti akan dapat membalikkan keadaan'," ujar Klopp.
"Pada jeda babak pertama, saya hanya berkata kepada mereka hal tersebut (membalikkan keadaan) mungkin dilakukan, tetapi lebih dulu melakukan ketimbang hanya berkata-kata. Namun, saya senang mereka dapat menujukan potensi sesungguhnya," tambah mantan pelatih Dortmund itu.
Statistik mencatat, hasil ini adalah kali pertama sejak final Liga Champions di Istanbul, Liverpool mampu melakukan comeback setelah sempat tertinggal lebih dua gol di turnamen Eropa. Selain itu, The Reds juga tampil superior di turnamen Eropa lantaran belum terkalahkan.
Terakhir kali mereka mencatat prestasi yang sama terjadi pada musim 1983-84. Kala itu, Liverpool yang diperkuat beberapa pemain legendaris, di antaranya Ian Rush dan Graeme Souness, berhasil memboyong trofi Liga Champions usai mengalahkan AS Roma, di Stadion Olimpico.
Sumber: Berbagai sumber