Bola.com, Malang - Torabika Soccer Championship (TSC) 2016 presented by IM3 Ooredoo bakal jadi kompetisi yang peofesional. Karena berbagai aturan coba dijalankan sesuai prosedur. Termasuk tentang pajak penghasilan pemain.
Jumlahnya cukup besar. Kontrak pemain bisa dipotong hingga ratusan juta rupiah per tahun. Meski baru kali ini aturan pajak diperketat, pemain Arema Cronus mengaku legowo.
Bek muda Ryuji Utomo misalnya. Dia rela membuat NPWP di Malang demi aturan pajak itu. "Saya belum tahu berapa besaran pajaknya. Karena nanti kan dipotong langsung oleh manajemen. Kalau bagi saya pribadi, tidak masalah dipotong pajak kalau ini memang untuk negara," kata pemain berdarah Jepang itu.
Sama halnya dengan pemain senior Arif Suyono. Dia mengaku tidak masalah dengan aturan pajak ini. Yang jelas, pemain harus dapat laporan pemotongannya. Karena itu nantinya akan dibuat untuk laporan tahunan kepada kantor pajak.
"Enggak masalah ada pemotongan pajak yang penting ada laporannya," kata pemain yang akrab disapa Keceng itu.
Baca Juga
Sebenarnya aturan pajak ini di satu sisi juga demi kebaikan pemain. Karena regulator akan mengontrol pajak pemain sebagai indikasi apakah klub sudah membayar gaji pemain atau belum. Terkait rincian pajak yang harus dipenuhi pemain, konsultan pajak Arema, Ryantiar mengakui pesepak bola profesional dikenakan dua jenis pajak.
"Yaitu pajak gaji bulanan dan pajak tahunan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)," katanya.
Misalnya, pemain X menerima gaji bulanan Rp 50 juta. Jika dihitung dengan formula tersebut, 50 persen dikali Rp 50 juta sama dengan Rp 25 juta. Lalu, Rp 25 juta dikali lagi dengan 5 persen, sehingga jumlah pajak yang dibayarkan tiap bulan adalah Rp 1,25 juta.
Akumulasinya, atlet dengan gaji Rp 50 juta per bulan harus membayar Rp 15 juta per tahun untuk pajak khusus atlet. KPP Malang Selatan meminta manajemen Arema untuk memotong gaji pemain yang diterima tiap bulan, dan diberi bukti potong.
“Bukti potong tiap bulan itu harus diterima pemain,” ujar Ryan.
Pria berkacamata ini melanjutkan, pajak kedua yang harus dibayarkan pemain adalah pajak tahunan hasil pengurangan penghasilan per tahun dikurangi PTKP. Dasar pajak tahunan ini adalah Permenkeu nomor 122/PMK. 010/2015 dan tarif Pph 21 dari UU nomor 36 tahun 2008 pasal 17 ayat 1.
Tarif Pph 21mengatur ukuran penghasilan netto kena pajak. Gaji sampai Rp 50 juta per tahun, dikenai pajak 5 persen. Gaji Rp 50 juta sampai Rp 250 juta per tahun, dipajak 15 persen. Penghasilan Rp 250 juta sampai Rp 500 juta per tahun, dipajak 25 persen.
Penghasilan di atas Rp 500 juta, ditarik pajak 30 persen.Sedangkan, tarif PTKP adalah Rp 36 juta untuk wajib pajak, Rp 39 juta untuk wajib pajak yang telah kawin, Rp 42 juta untuk wajib pajak punya satu anak, Rp 45 juta untuk wajib pajak duaanak dan Rp 48 juta untuk wajib pajak tiga anak.
Contoh penghitungannya, pemain X menerima gaji Rp 600 juta per tahun/musim.Pemain X memiliki tiga anak. Rp 600 juta dikurangi tarif PTKP wajib pajak tiga anak, yakni Rp 48 juta. Hasilnya adalah Rp 552 juta. Tarif Pph 21 penghasilan di atas Rp 500 juta adalah 30 persen. Gaji dikurangi dengan berbagai potongan lain dari kantor, seperti iuran asuransi dan sebagainya, total gaji menjadi Rp 550 juta.
Pendapatan Rp 550 juta ini dikalikan dengan 30 persen, hasilnya adalah Rp 165 juta. Per tahunnya, pemain X dengan satu istri dan tiga anak, bergaji Rp 600 juta per tahun, harus membayar pajak penghasilan sebesar Rp 165 juta dan pajak bulanan Rp 1,25 juta (Rp 15 juta per tahun).
"Kalau memang aturan tersebut diberlakukan buat seluruh pemain Arema Cronus dan klub-klub lainnya saya dengan sukarela," ungkap Arif Suyono.