Gerry Salim, Seambisius Marquez dan Setenang Pedrosa

oleh Yus Mei Sawitri diperbarui 26 Mei 2016, 13:30 WIB
Pebap Astra Honda Racing Team, Garry Salim. (Bola.com/Arief Bagus, Rudi Riana).

Bola.com, Jakarta - Podium juara gagal diraih. Namun, Gerry Salim merasa memiliki satu alasan untuk tetap tersenyum seusai balapan pertama seri ketiga Asia Talent Cup 2016 di Sirkuit Sepang, Malaysia, 14 Mei 2016.

Di tengah kekecewaannya, datang pujian manis dari sosok istimewa. Mantan pebalap MotoGP, Hiroshi Aoyama. Pria Jepang itu terpikat setelah melihat aksi rider Astra Honda Racing Team (AHRT) tersebut. Gerry disebutnya sebagai salah pebalap tercepat di Asia Talent Cup, serta mampu beradaptasi cepat dengan kondisi dan sirkuit apapun.

Advertisement

Aoyama juga memuji gaya membalap Gerry. Menurutnya, gaya pebalap berusia 18 tahun itu sangat luar biasa, khususnya saat hujan. Gerry pun bahagia dipuji seorang mantan pebalap MotoGP. Namun, dia tak mau terlena. Gerry menyadari langkahnya masih panjang. Ada impian tinggi yang harus diperjuangkan dengan keras.

Sepekan sebelum menerima pujian Aoyama, dalam sebuah perbincangan santai dengan bola.com di markas Honda Racing Team, di Jakarta, Gerry membeberkan sebuah cerita. Pebalap asal Surabaya itu menuturkan proses transformasinya demi menjadi pebalap tangguh dan mumpuni. Walaupun belum sepenuhnya berubah, setidaknya Gerry mulai menuai hasilnya. Pujian Aoyama adalah bukti nyatanya.

Pebalap binaan Honda, Gerry Salim, dalam sesi foto. Senin (2/5/2016). (Bola.com/Arief Bagus)

"Tahun lalu saya banyak jatuh dan sering kalah (di All Japan Championship 2015). Setelah dievaluasi, penyebab utamanya adalah kondisi fisik. Kondisi fisik saya kurang ideal. Makanya saya putuskan tahun ini fokus ke latihan fisik," kata Gerry.

Keseriusan Gerry mendongkrak kondisi fisiknya dibuktikan dengan rela berlatih jauh dari Surabaya. Putra mantan pebalap Gunawan Salim tersebut banyak berlatih di Jakarta di bawah arahan Dennis Van Rhee. Pria Belanda itu juga dikenal sebagai pelatih fisik pebalap Formula 1 (F1) asal Indonesia, Rio Haryanto.

Dennis menerapkan menu latihan fisik yang ketat untuk Gerry. Pebalap yang musim lalu turun di ajang All Japan Championship tersebut tak lagi bisa bersantai. Hari demi harinya diisi dengan latihan. Bahkan saat pulang ke Surabaya pun, Gerry tak pernah absen menggembleng fisiknya.

"Latihan fisik yang diterapkan Dennis terjadwal, ada selang-selingnya. Senin latihan, Selasa istirahat, Rabu latihan lagi dan begitu seterusnya. Menunya juga berbeda-beda. Misal Senin kardio, terus Rabu fokus latihan badan dan lain-lain," beber Gerry.

Saat pulang ke Surabaya dan jauh dari Dennis, jadwal latihan tetap harus terkontrol. Biasanya, menu utama latihan Gerry saat di Surabaya adalah lari. Jaraknya pun tak boleh sembarangan.
Setiap hari Gerry mendapat pesan singkat dari Dennis tentang jarak lari yang harus ditempuhnya. Biasanya Dennis mematok jarak 7-8 kilometer sebagai menu lari harian. Semua itu dijalani Gerry dengan serius. Pebalap Astra Honda Racing Team itu benar-benar ingin bertransformasi demi merengkuh impiannya.

Tak Lagi Sering Jatuh

Hasilnya pun sepadan. Latihan ekstra keras dan tepat membuat fisik Gerry semakin apik. Kemampuannya menggeber motor juga semakin mumpuni. Dia tak lagi menjadi pebalap yang sering jatuh di lintasan.

Hal itu dibuktikan dengan keberhasilan naik podium juara pertama pada seri kedua Asia Talent Cup 2016 di Sirkuit Losail, pada 19 Maret 2016. Pada seri ketiga, Gerry juga kembali naik podium, meski hanya posisi kedua. Namun, dia mendapat bonus pujian manis dari Aoyama. Gerry kini bercokol di posisi keempat Asia Talent Cup 2016.

"Saya merasakan stamina semakin bagus. Hasilnya saya mulai bisa juara. Saya biasanya berusaha latihan tiap hari meskipun Dennis menyarankan harus ada jeda untuk istirahatnya."

Transfomasi Gerry Salim tahun ini tak hanya dari sisi fisik. Pebalap kelahiran 19 April 1997 tersebut juga bertekad mengubah gaya balapnya. Keputusan tersebut diambil setelah Gerry mendapat komentar pedas dari seseorang.

Menurut orang tersebut, Gerry tak akan bisa menjadi juara jika ngotot mempertahankan gaya membalapnya di musim lalu. Menurutnya, pria asal Surabaya tersebut terlalu bergantung pada pebalap lain untuk mendulang hasil bagus di lintasan.

"Tahun lalu saya baru bisa melaju kencang jika berada di belakang pebalap lain. Lalu ada yang bilang saya tak mungkin juara jika begitu terus. Makanya, tahun ini berusaha mengubah gaya balap. Mulai beradaptasi berani dan percaya diri menggeber motor sendiri tanpa harus bergantung pada pebalap lain. Jadi kalau memang tidak ada lawan yang melesat sendiri saja ke depan," beber Gerry.

Mengubah gaya membalap bukan urusan mudah. Gerry dituntut banyak berlatih sendiri dan harus tepat menerapkan taktik saat latihan bebas pertama (FP1), FP2, kualifikasi, maupun saat balapan. Gerry harus menantang dirinya sendiri untuk bisa melesat kencang ke depan.

Gerry memilih Dani Pedrosa (pebalap Repsol Honda di MotoGP) sebagai kiblat gaya balapannya. Karakter Pedrosa yang tenang dan tak terlalu agresif dinilai Gerry sangat cocok untuk dirinya.

“Saya tidak terlalu suka gaya agresif seperti Marc Marquez (rekan setim Pedrosa). Kalau mengikuti gaya Marquez, fisik saya tidak kuat. Pedrosa lebih cocok untuk saya, balapannya rapi dan tidak terlalu agresif,” bebernya.

Meskipun mengidolakan gaya membalap tenang ala Pedrosa, Gerry terinspirasi ambisi besar yang dimiliki Marquez. Tanpa ragu-ragu dia memasang target tinggi. Gerry ingin bisa menembus ajang balap motor paling bergengsi di dunia, MotoGP.

Kejuaraan Dunia Balap Motor 

Tentu saja jalan menuju ke sana sangat terjal. Banyak tahapan yang harus dilalui Gerry. Yang pertama adalah berusaha konsisten naik podium pada tahun ini. Setelah itu, dia harus mulai merambah balapan ke Eropa dan membuka jalan menuju Kejuaraan Dunia, mulai Moto3, Moto2, kemudian MotoGP.

Gerry pun mengaku siap menapaki jalan terjal tersebut. Beruntung, dia mendapat dukungan penuh dari keluarganya. Dia mengaku senang lahir di tengah-tengah keluarga pebalap yang sangat memahami profesinya. Ayah Gerry adalah seorang mantan pebalap nasional, Gunawan Salim. Kakaknya, Tommy Salim, juga mantan pebalap. Dari mereka lah Gerry mendapat banyak masukan yang membantunya melalui banyak rintangan dan masalah.

Berkat mereka pula, Gerry sudah mengenal balapan sejak kecil. Kegigihannya belajar balapan dari sang kakak mulai menuai hasil saat usianya menginjak 14 tahun. Gerry berhasil menuai prestasi manis di ajang Motoprix region Jawa pada 2011, dengan menjadi runner up di MP5 dan juara di MP6. Dua tahun berselang, dia berhasil menjadi juara di Asian Dream Cup 2013.

"Lahir di dalam keluarga pebalap itu enak. Keluarga sangat tahu tentang profesi saya. Papa suka mendampingi saya latihan. Beliau juga sering memberi masukan, begitu juga kakak. Kami banyak berdiskusi," tutur Gerry.

"Mama memang tidak tahu balap. Tapi beliau selalu mendukung, paling tidak melalui doa supaya saya bisa membalap dengan baik. Itu sangat membantu saya," tegas Gerry.

Jadi, mampukah Gerry mewujudkkan impian terbesarnya tampil di ajang MotoGP? "Jika serius serius berusaha, pasti bisa," kata Gerry Salim dengan penuh percaya diri.

 

 

Berita Terkait