Bola.com, Jakarta - Pertandingan Persija kontra PS TNI pada Jumat (10/6/2016) jadi momen terakhir Macan Kemayoran menggunakan Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, saat mengarungi Torabika Soccer Championship (TSC) 2016 presented by IM3 Ooredoo. Pasukan Macan Kemayoran harus mencari kandang baru sebagai homebase menjamu lawan-lawannya.
Klub Persija Jakarta merupakan tim besar eks Perserikatan yang saat ini kerap menjadi tim musafir. Macan Kemayoran kerap terusir berpidah-pindah stadion sejak awal berdiri pada November 1928.
Lahir di Tanah Abang oleh Soeri dan Allie, Persija yang dulu bernama Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ) bertama kali menggunakan lapangan di daerah Petojo.
Lapangan Petojo di Pulo Piun, Laan Trivelli itu bisa dibilang menjadi lapangan pertama Persija. Nama lama Persija, yakni VIJ sudah 23 tahun mengguanakan lapangan tersebut untuk kepentingan kompetisi internal hingga pertandingan berskala nasional.
Baca Juga
Lepas dari Petojo pindah ke Lapangan IKADA di kawasan Medan Merdeka, Gambir. Tak berselang lama Persija mendapatkan stadionnya sendiri di kawasan Menteng pemberian Presiden RI Soekarno pada tahun 1961.
Kini sejak Stadion Persija di kawasan Menteng, Jakarta Pusat itu digusur oleh Pengprov DKI Jakarta pada tahun 2006, Si Merah-Putih pun resmi tanpa ‘rumah’.
Klub kebanggaan masyarakat Jakarta itu harus berpindah-pindah stadion hanya untuk sekedar latihan. Stadion Utama Gelora Bung Karno yang dijadikan homebase beberapa musim terakhir sejatinya bukan milik negara, bukan Persija. Mereka hanya berstatus sebagai penyewa, dan tak selalu mendapat prioritas utama menggunakan stadion tersebut.
Berikut lapangan yang pernah digunakan oleh Persija dirangkum oleh bola.com:
Lapangan Pulo Piun, Petojo
Lapangan yang masih dalam kawasan Tanah Abang ini merupakan lapangan legendaris bagi Persija. Lapangan yang awalnya kebun kosong, digunakan VIJ (nama lama Persija) sebagai sarana latihan atau bertanding pada masa melakukan perjuangan melawan penjajah Belanda lewat medium sepak bola.
Di lapangan ini, VIJ memutar kompetisi internal dan menjadi tempat bertanding VIJ saat kompetisi PSSI atau hanya sekedar beruji coba dengan tim dari daerah di luar Jakarta.
VIJ meninggalkan lapangan tersebut pada tahun 1950. Tahun di mana VIJ sudah berganti nama menjadi Persija Jakarta.
Klub yang jadi salah satu penggagas berdirinya PSSI selanjutnya menempati stadion yang lebih besar, yakni Stadion Ikatan Atletik Djakarta atau yang dikenal dengan nama populer Lapangan IKADA.
Stadion Ikada
Stadion IKADA merupakan stadion terbesar di Indonesia pada medio tahun 1950-an. Selain Jakarta, hanya Solo yang sudah mempunyai stadion megah, yakni Sriwedari. Stadion IKADA merupakan stadion peninggalan Voetbalbond Batavia en Omstraken (VBO).
Stadion yang berada di kawasan Gambir itu terkenal dengan nama Lapangan Gambir. Di sekitar stadion, terdapat sarana olah raga bagi masyarakat Jakarta kala itu. Selain Stadion IKADA, terdapat pula lapangan-lapangan klub VBO, seperti Lapangan Deca Park milik Hercules, atau Lapangan BVC.
Persija menempati Stadion Ikada pada tahun 1952. Hal tersebut dikarenakan VBO sebagai perkumpulan sepak bola buatan pemerintahan kolonial Belanda di Jakarta bubar. Otomatis, Stadion IKADA menjadi kandang yang pas bagi Persija dan juga Timnas Indonesia.
Macan Kemayoran merasakan berbagi tempat dengan Timnas Indonesia. Jika kantor PSSI berada di tribune timur, maka Persija berkantor di tribune barat stadion.
Di Stadion IKADA, Persija pernah merasakan gelar juara pada tahun 1954. Para pemain legendaris Persija layaknya, Tan Liong Houw, Tjoa Wim Pie, Kwiee Kiat Sek, Van der Vin, Him Tjiang, Chris Ong, Djamiaat Dalhar hingga Soetjipto Soentoro pernah merasakan berlatih dan bertanding di stadion ini.
Namun, sejak adanya proyek Mercusuar Bung Karno, Stadion IKADA pun tergusur. Stadion baru di kawasan Senayan, Jakarta Selatan pun dibangun untuk kepentingan Asian Games 1962. Persija terpaksa pindah markas.
Walau begitu secara spesial, Persija mendapatkan stadion penggangi milik klub VIOS di salah satu kawasan elite ibu kota yakni, Menteng. Stadion peninggalan klub elit VBO itu diberikan langsung oleh Presiden Soekarno kepada Persija karena perjuangan Persija di masa kemerdekaan yang sangat membekas di hati presiden pertama Indonesia itu.
Stadion Persija, Menteng
Nama resmi stadion di kawasan Menteng tersebut adalah Stadion VIOS dan sejak menjadi rumah Persija, stadion yang berdiri tahun 1921 itu resmi bernama Stadion Persija. Di stadion ini Persija melekat dengan prestasi.
Juara tahun 1964 yang legendaris, merupakan hasil kerja keras Persija membangun kekuatan dengan memproduksi pemain-pemain terbaik Indonesia di stadion Menteng. Bahkan era emas Persija di 1970an, tak lepas dari peran stadion Menteng.
Di stadion itulah generasi emas ditempa dalam sebuah latihan dan kompetisi internal.
Generasi modern di era milenium sempat merasakan sentuhan Menteng. Tim juara 2001 juga lahir dari tepaan Stadion Menteng. Soetjipto Soentoro hingga Bambang Pamungkas lahir dari stadion Menteng.
Di samping stadion berdiri bangunan yang dipakai sebagai mes tim. Buat fans Persija, stadion ini jadi sarana menyaksikan aksi para pemain pujaannya atau melihat keseharian mereka saat menjalani latihan atau bersantai.
Sayang, kemesraan Menteng dan Persija berakhir pada 26 Juli 2006. Stadion yang penuh kenangan itu harus roboh setelah Gubernur DKI kala itu, Sutiyoso mengingstruksikan untuk menggusur stadion tersebut dan berubah menjadi taman kota. Persija kembali tersingkir.
Stadion Lebak Bulus
Stadion ini sejatinya merupakan markas Pelita Jaya, klub Galatama milik pengusaha gila bola Nirwan Dermawan Bakrie. Nama resmi Lebak Bulus adalah Sanggaraha Pelita Jaya Lebak Bulus.
Namun, atas kuasa Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso yang juga pembina Persija, akhirnya Macan Kemayoran ikut bisa menggunakan Lebak Bulus mulai Liga Indonesia musim 1997.
Bermainnya Persija di Lebak Bulus menandakan era baru klub yang didirikan oleh Soeri dan Allie itu. Persija yang terlahir dengan warna kebesaran Merah dan Putih harus berganti warna menjadi Oranye. Perubahan warna kostum atas permintaan Sutiyoso, yang akrab dipanggil Bang Yos.
Lebak Bulus juga menjadi tempat munculnya suporter Persija, The Jakmania. Kelompok suporter yang didirikan oleh 40 orang pada tahun 1997 di Menteng itu menjadi warna baru Persija.
Sebelumnya, Persija tidak memiliki kelompok suporter yang terorganisir, kini menjelma menjadi klub yang memiliki basis pendukung besar di Indonesia.
Stadion Lebak Bulus menjadi saksi mundurnya rival utama Persija, Persib Bandung pada tahun 2005. Saat itu, membludaknya The Jakmania ke sentelban membuat Persib mengurungkan niatnya bertandingan melawan Persija dalam laga terakhir di kompetisi Liga Indonesia musim 2005. Persija menang WO atas Tim Maung Bandung.
Pada tahun 2008 Persija resmi pindah ke Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK). Alasannya karena Lebak Bulus sudah tidak lagi menampung animo The Jakmania yang sudah sangat banyak.
Stadion Lebak Bulus pun digusur pada tahun 2015. Lahan stadion yang didirikan tahun 1984 itu rencananya akan digunakan sebagai terminal sarana transportasi masal dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Stadion Utama Gelora Bung Karno
Stadion kebanggan masyarakat Indonesia iitu menjadi stadion kelima yang pernah digunakan oleh Persija. Stadion yang didirkan untuk event Asian Games 1962 sebetulnya sudah akrab dengan Persija sejak lama.
Bahkan sepuluh kali juara Macan Kemayora, diraih di stadion ini. SUGBK memang menjadi ‘Wembley’nya Indonesia. Di mana semua pertandingan internasional timnas hingga pertandingan penting sepak bola nasional seperti Babak 8 Besar Divisi Utama PSSI dan Liga Indonesia.
Stadion yang bisa disebut sebagaj jelmaan Stadion Luzhinki di Rusia, menjadi kandang tetap Persija pada tahun 2008. Alasan bisnis dan untuk menampung lebih banyak pendukung Persija menjadikan Stadion GBK sebagai homeground terkini klub yang berdiri pada November 1928 itu.
Namun, sebagai penyewa, Persija kerap terusir dari SUGBK. Si Merah-Putih kadang harus mengalah kepada penyewa SUGBK lainnya jika tanggal pertadingan berbentrokan. Persija pun harus mengungsi keluar Jakarta.
Bahkan Persija pernah benar-benar terusir dari Jakarta oleh Polda Metro Jaya. Alasan keamanan menjadi pertimbangan Polda tidak memberikan rekomendasi penggunaan SUGBK. Persija pun mengungsi ke Solo, Jawa Tengah.
Kini, Persija kembali harus terusir dari Jakarta. Renovasi besar-besaran SUGBK jelang Asian Games 2018 membuat manajemen Persija kembali memburu stadion baru untuk menyelesaikan rangkaian pertandingan kandang di Torabika Soccer Championship 2016 presented by IM3 Ooreoo.
Stadion Manahan
Stadion Manahan Solo menjadi rumah kedua bagi Persija. Kota Solo sudah tidak asing dengan Persija karena kerap dijadikan homeground sementara Macan Kemayoran.
Berawal dari tahun 2008 saat Persija terusir dari Jakarta akibat masalah keamaan jelang pemilihan umum, Solo menjadi kota yang nyaman bagi Persija.
Ironisya, Solo merupakan rival Persija di era masih bernama VIJ. Pada era 1930an, baik Persija dan Persis Solo menjadi klub yang selalu bersaing memperebutkan gelar juara tertinggi PSSI.
Kini Jakarta dan Solo menjalin kemesraan melalui Stadion Manahan. Bahkan saat ini Stadion Manahan sudah bersiap untuk kembali menyambut Persija jika opsi pengunaan Stadion Pakansari, Cibinong dan Stadion Wibawa Mukti di Cikarang menemui jalan buntu.