Bola.com, Jakarta - Dicabutnya sanksi FIFA adalah momentum bagi PSSI menyegarkan Timnas Indonesia dengan tujuan menaikkan level sepak bola. Mengapa menaikkan level sepak bola, bukan juara AFF 2016?
Puncak pencapaian prestasi timnas adalah Piala Dunia. Untuk ke Piala Dunia, kita cukup menembus posisi empat besar Asia. Tak perlu juara Piala Asia, Asian Games, apalagi cuma AFF atau SEA Games. Untuk (terus) jadi empat besar Asia, kita perlu naikkan level permainan Tim Garuda.
Baca Juga
Berangkat dari misi menaikkan level sepak bola kita, satu-satunya cara adalah melakukan penyegaran tim nasional. Penyegaran selain menyasar pada regenerasi pemain, tetapi juga pada cara bermainnya. Menyegarkan taktik permainan merupakan harga mati. Sebab sepak bola negara kita hanya bisa meningkat levelnya bila mampu memenuhi tuntutan permainan sepak bola level tinggi.
Euforia kegembiraan kembalinya timnas berkiprah di ajang internasional merangsang lamunan produktif. Sebuah lamunan ide tentang timnas rasa baru yang segar. Tim Merah-Putih yang merupakan gabungan pemain berpengalaman dan pemain debutan. Dengan permainan yang memenuhi tuntutan sepak bola masa kini.
Berdasarkan perkembangan terakhir di kompetisi ISC A, lamunan penulis membawa pada khayalan 22 nama. Sesuai janji, timnas merupakan kombinasi pemain debutan-veteran yang terbaik. Tidak peduli naturalisasi atau bukan. Atau main di liga lokal atau luar.
Made Wirawan, Maman Abdurrahman, Ricardo Salampesst, dan Boaz Solossa mewakili generasi pemain senior. Sedangkan Yanto Basna, Evan Dimas, Zulfiandi, Muhammad Ichsan dan Terens Owang mewakili generasi baru pemain Timnas Indonesia Senior.
Komposisi makin klop dengan kehadiran pemain naturalisasi seperti Cristian Gonzales, Stefano Lilipaly, Irfan Bachdim, atau Raphael Maitimo.
Formasi yang dipilih adalah 1-4-3-3. Andri menjadi pilihan utama di bawah mistar. Empat bek dipercayakan pada kuartet Maitimo, Maman, Yanto dan Hendro. Gelandang dimotori oleh Zulfiandi sebagai pivot berkolaborasi dengan Lilipaly dan Bachdim. Trio lini depan diisi Boaz di kiri, Gonzales memerankan nomor 9 murni, diapit oleh Terens di kanan.
Tim Merah-Putih juga didukung oleh kedalaman skuad variatif. Timnas masih memiliki kartu as dalam diri Andik Vermansah dan Evan Dimas. Andik akan tampil dengan gaya baru yang lebih simple setelah lama beraksi di Malaysia. Sedangkan Evan diharapkan mampu memperagakan permainan posisi (juego de posicion), bekal belajar dari klub Spanyol, Espanyol.
Jangan lupakan Sergio van Dijk yang bisa menjadi alternatif, bila timnas harus memainkan direct play.
Di samping itu, kedalaman skuad timnas ini juga memiliki memungkinkan pelatih lakukan rotasi posisional. Katakanlah Boaz, Bachdim, dan Andik Vermansah bisa bermain sama baiknya di semua posisi serang. Baik di areal sayap, maupun sebagai striker yang selalu turun untuk menjadi extra midfield.
Lalu ada Maitimo yang mampu bermain di pesisir, maupun di kerumunan antar linitengah lawan. Sungguh skuad yang menjanjikan!
Cara Menyerang
Ibarat nomor telepon, keberadaan formasi 1-4-3-3 sebenarnya hanyalah deretan angka belaka. Formasi ini hanyalah posisi dasar awalan saja. Pada situasi permainan, formasi ini tidaklah kaku, melainkan cair mengikuti ketersediaan ruang akibat tumbukan dengan formasi lawan.
Tentu ini sesuai dengan tuntutan sepak bola modern. Di mana pemain tidak berorientasi pada zona tertentu (zone dependant), melainkan pada ketersediaan ruang (space dependant).
Melihat karakter skuad ini, maka playing style yang paling cocok adalah memainkan effective possession saat attacking, serta melakukan effective pressing saat bertahan. Untuk itu penulis menetapkan momen utama sepak bola sebagai referensi yang objektif. Yakni cara bermain timnas saat menguasai bola, saat transisi kehilangan bola, saat lawan menguasai bola dan saat merebut bola.
Saat menguasai bola, katakanlah dari kiper saat terjadi goal kick. Alih-alih melakukan tendangan gawang jauh melambung tak terarah, pilihan terbaik adalah lakukan patience build up. Di mana kiper memulai dengan operan pendek ke lini belakang, kemudian tim mengkontruksi dengan kombinasi passing untuk dapat melakukan progresi ke area penciptaan peluang.
Hal ini dilakukan mengingat jumlah pemain lini belakang timnas ada 4 orang. Dengan mengandaikan lawan gunakan formasi populer 1433 misalnya, maka akan selalu tercipta 4 (+1 Kiper) Vs 3 striker lawan.
Menariknya, semua fullback pilihan penulis sejatinya adalah gelandang tengah yang pernah bermain sebagai fullback. Pilihan pada Maitimo, Hendro, Kim, serta Amarzukih terkait pada fungsi dan cara bermain timnas saat menyerang.
Saat membangun serangan, katakan bola di Maman. Bentuk diamond dibuat dengan sedikit wide rotation. Di mana di sebelah kiri, Maitimo akan masuk ke tengah, Irfan Bachdim turun sebagai fullback kiri dan Boaz akan masuk ke halfspace, berdiri di belakang lini gelandang bertahan lawan. Lilipaly juga lakukan hal yang sama. Di saat yang sama, Hendro juga masuk ke tengah di sisi lapangan jauh dari bola.
Sehingga Maman pun memiliki opsi passing prioritas ke depan via Maitimo. Bila tidak memungkinkan bisa ke Bachdim di kiri dan Zulfiandi di kanan. Bila lawan disiplin lakukan pressing dengan pergeseran dan kerapatan sempurna, Maman bisa mengubah arah serangan ke sisi Yanto, langsung atau via Andritany Ardhiyasa.
Segi tiga Maman, Bachdim dan Maitimo menjadi kekuatan dahsyat timnas dalam membangun serangan. Jika jalur operan yang terbuka adalah ke Maitimo, maka ia bisa lakukan turning jika tak terjaga. Bila gelandang bertahan lawan memutuskan untuk naik menjaga Maitimo saat Maman melepas bola, Maitimo bisa lakukan lay-off ke Bachdim.
Selanjutnya, Irfan bisa segera meneruskan progresi serangan dengan operan ke Boaz. Ya, dengan masuknya dua bek sayap timnas ke tengah, akan selalu tercipta 5 Vs 3. Pada kasus ini, Boaz jadi pemain tak terjaga.
Sebaliknya bila jalur operan yang terbuka adalah dari Maman ke Bachdim, maka kembali Irfan bisa memilih untuk mem-passing bola ke Maitimo atau Boaz. Salah satu dari keduanya pasti akan free. Sebab gelandang bertahan lawan pasti harus memilih untuk jaga kedalaman (dekat dengan Boaz) atau naik me-marking Maitimo.
Kemungkinan ekstrim lain adalah Boaz terpaksa harus dikawal oleh stoper lawan. Situasi ini memungkinkan Bachdim mengirim bola direct behind the line ke Cristian Gonzales.
Andaikan saja bola diprogresi melalui Maitimo. Ada dua skenario yang bisa terjadi saat Maitimo memegang bola. Pertama, Maitimo akan ditekan oleh gelandang bertahan lawan. Situasi ini memungkinkan Maitimo memprogresi bola ke depan via Boaz, Bachdim, dan Lilipaly. Termasuk juga yang paling vertical ke Gonzales sekalipun.
Skenario lain yang lebih menarik adalah bila Maitimo dipressing oleh No. 10 lawan. Situasi ini membuat Zulfiandi dan Hendro menjadi bebas. Maitimo dapat dengan mudah melakukan switching play via Zulfiandi dan Hendro.
Kemudian Zulfiandi atau Hendro dapat mengirim bola vertikal ke depan atau diagonal ke Terens. Si bocah gesit ini akan mendapatkan situasi 1 Vs 1 di area yang luas. Saatnya melakukan solo penetrasi!
Hakekat utama dari berbagai rotasi tadi adalah untuk membentuk skema 1-2-3-2-3. Di mana pada area penciptaan peluang di sepertiga akhir, ada lima pemain yang berdiri di belakang lini gelandang bertahan lawan. Sehingga selalu tercipta situasi menang jumlah orang 5 Vs 4 secara keseluruhan. Serta 3 Vs 2 atau 2 Vs 1 di area tertentu di dekat kotak penalti lawan.
Cara Timnas Indonesia menyerang adalah cara timnas bertransisi saat kehilangan bola. Sekali lagi di sini struktur posisional yang tertata rapi merupakan pra-organisasi untuk melakukan transisi dari menyerang ke bertahan.
Mengingat timnas ingin memainkan sepak bola berbasis effective possession, maka pilihan terbaik adalah melakukan pressing seketika setelah kehilangan bola (immediate pressing). Alias merebut bola secepat mungkin pada saat transisi negatif.
Pada konteks ini, makin terang tergambar mengapa timnas memilih menyerang dengan formasi 1-2-3-2-3. Di mana kedua fullback yang dimainkan oleh pemain tipe gelandang wajib masuk ke area tengah.
Tepatnya beroperasi di area halfspace bawah. Keberadaan gelandang bertahan plus dua bek kanan dan kiri di kedalaman area tengah memungkinkan timnas lakukan immediate pressing dari segala arah. Di mana saat menyerang pemain sudah saling berdekatan dengan jumlah pemain cukup.
Di gambar bawah terdeskripsikan skenario bila serangan timnas dipotong oleh gelandang bertahan lawan. Di situasi tersebut, pemain sudah begitu dekat, dimana Hendro bisa segera melakukan pressing, mengkeroyok pemain dengan bola bersama Lilipaly, Terens, Gonzales, dll. Sedangkan pada gambar berikutnya dijelaskan skenario bila serangan timnas patah di area sayap.
Bertahan dengan 1-4-4-2
Formasi Tim Garuda bertransformasi menjadi 1-4-4-2 Narrow pada momen bertahan. Organisasi ini dilakukan saat lawan telah terorganisir dengan baik. Ada beberapa alasan logis penerapan organisasi pertahanan ini. Pertama, diyakini semua lawan timnas akan menggunakan formasi flat back four.
Situasi yang akan terjadi adalah dua stoper lawan bakal memulai serangan dari bawah kontra dua direct opponent alias tercipta 2 Vs 2. Ini akan memaksa lawan memainkan bola panjang dari bawah.
Jika cara menyerang menentukan cara bertransisi saat hilang bola, maka cara bertahan juga akan menentukan cara timnas bertransisi saat merebut bola. Organisasi pertahanan secara natural merupakan titik awal dari serangan balik timnas. Inilah alasan lain begitu efektifnya 1442 Narrow.
Dengan menempatkan dua striker (Boaz dan Gonzales). Dimensi serangan balik timnas menjadi kaya. Utilisasi Gonzales yang bisa menahan bola akan berpadu dengan Boaz yang gemar melebar, plus bantuan dari Bachdim dan Terens.
Untuk tinggi-rendahnya line of confrontation, sebaiknya Timnas Indonesia menyiapkan dua skenario. Skenario pertama adalah high block dengan menekan lawan sejak kiper memulai serangan dari bawah. Pressing jauh di depan juga harus diikuti oleh perencanaan pressing trap. Dalam hal ini memaksa lawan bermain ke pinggir, kemudian menjebak lawan di sana merupakan pilihan bijaksana.
Skenario lain adalah menyiapkan low block dengan formasi 1-4-4-2-0. Pengertian “0” di depan ini ditujukan pada orientasi penjagaan kedua striker pada gelandang bertahan lawan. Bukan pada stoper lawan. Rencana low block diyakini efektif bila gelombang high pressing sebelumnya mengalami kebocoran.
Pressing low block ini juga terfokus menutup ruang di tengah dan memaksa lawan bermain ke pinggir. Operan vertikal dan diagonal panjang adalah tabu.
Keluar dari Zona Nyaman
Lamunan ide tentang kesegaran skuad Timnas Indonesia dan cara bermainnya tentunya mudah dituliskan, tetapi sulit diwujudkan. 1001 faktor akan menjadi alasan penghambat. Hanya saja membahas faktor penghambat sungguh membosankan. Membuat kita menjadi pesimistis, apatis, dan terjebak pada permasalahan.
Penulis ingin menutup tulisan dengan suatu optimisme. Dua kutipan Walt Disney berikut akan menebalkan optimisme tersebut:
“If you can dream it, you can do it!”
“Kalau Anda mampu mengimpikannya, Anda mampu melakukannya!”
“It’s kind of fun to do the impossible!”
“Sesuatu yang menyenangkan untuk melakukan hal yang mustahil!”
Ya, tak perlu lagi lakukan hal-hal yang itu-itu saja. Toh, cara bermain yang itu-itu saja tidak membawa level sepak bola kita kemana-mana. Mengapa kita tidak keluar dari zona kenyamanan dan mencoba sesuatu yang baru? Untuk itu pesan penulis pada Alfred Riedl adalah: “Selamat mencoba hal baru dan bersenang-senanglah.”
*) Penulis adalah co-founder KickOff! Indonesia (Pusat Kepelatihan Sepak Bola)