Laporan langsung jurnalis Bola.com, Ary Wibowo dan Vitalis Yogi Trisna, dari Paris, Prancis Di Hari Raya Idul Fitri, menikmati gurihnya rendang dan opor ayam, hati pasti tentram. Apalagi, jika dimakan saat berpergian di negara yang memiliki perbedaan budaya kuliner. Ingin nasi susah, apalagi merasakan nikmatnya makanan tersebut plus es teh manis yang kian mengunggah gairah.
Baca Juga
Setidaknya itulah yang saya rasakan ketika mengunjungi restoran Djakarta Bali, di jalan raya Rue Veuvillier, Paris, Prancis. Dari namanya saja, bagi warga Indonesia yang berada di negeri orang, sudah menggoda. Apalagi jika sudah mencicipi? Hmm, awas bisa nambah lagi.
Lokasi restoran Djakarta Bali memang berada di pusat kota Paris. Namun, untuk menuju ke sana perlu ketelitian, karena agak terselip di jalan yang hanya bisa dilalui satu mobil. Dari stasiun Metro Louvre-Rivoli, paling mudah berjalan kaki mengikuti jalan Rue de'l Arbre Sec dan Rue Saint Honore.
Kalau masih bingung mencari lokasinya, gunakan aplikasi, seperti Google Map di smartphone atau klik fasilitas Google Earth di internet. Lokasi persis restoran khas Indonesia yang sudah berdiri di Paris sejak puluhan tahun lalu itu akan tergambar dengan sangat jelas.
Begitu sampai di restoran Djakarta Bali, saya langsung merasa rindu Indonesia. Berbagai ornamen khas Bali terlihat di beberapa sisi pintu atau jendela-jendela restoran. Bahkan, hiasan kotak pos di bagian samping pintu kayu coklat tua bertuliskan bahasa, "kotak surat".
Restoran Djakarta Bali ini pertama kali dibuka almarhum A.M. Hanafi, mantan duta besar Indonesia untuk Kuba, pada 1983. Saat ini, restoran tersebut dikelola sang putri, Nina Hanafi.
Semasa hidup, A.M Hanafi, dikenal sebagai perintis kemerdekaan Indonesia dan juga merupakan sahabat Soekarno. Menurut catatan sejarah, mantan Menteri Urusan Tenaga Rakyat (1957-1960) itu juga adalah saksi kunci penerbitan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang hingga kini masih menjadi kontroversi.
Kuliner
"Selamat pagi, silakan masuk," begitu ucapan para pelayan menyapa setiap pengunjung restoran.
Alunan musik khas Bali langsung menyambut begitu kaki melangkah ke dalam restoran. Ornamen khas budaya hindu yang dipadukan dengan jawa menjadi ciri khas tersendiri. Cahaya lampu redup dan api dari lilin di setiap meja makan membuat suasana terasa sangat nyaman.
Di beberapa sudut ruangan, terdapat foto-foto juga bernuansa kebudayaan Indonesia. Selain itu, ada juga foto bersejarah ketika A.M. Hanafi sedang bertemu dengan beberapa tokoh besar Indonesia, seperti Soekarno, Gus Dur, maupun dunia, salah satunya, Fidel Castro.
"Ayah saya pertama kali mendirikan restoran ini ketika tinggal di Paris. Beliau memang mengenal Soekarno dan pernah bertemu dengan Fidel Castro di Kuba," jelas Nina Hanafi.
Selain keindahan tata ruang, menu makanan restoran Djakarta Bali pun sebagian besar diisi makanan-makanan khas Indonesia. Mulai dari soto ayam, nasi goreng, mie goreng, sate, ketoprak, gado-gado, asinan, pepes, rendang, opor ayam hingga kolak pisang pun tersedia.
Harga menu makanan pun sebanding dengan rasanya. Untuk satu porsi Soto Djakarta atau Bandung dihargai 10 euro atau sekitar Rp 145 ribu. Ada juga menu paket untuk berdua, serta pencuci mulut yang harganya berkisar 9 hingga 11 euro (sekitar Rp 160 ribu) per porsi.
Tertarik mencicipi?