Bola.com, Semarang - Pekan Olahraga Wartawan Nasional (Porwanas) XII/2016 Jabar di Bandung telah usai, 30 Juli 2016. Namun banyak cerita yang dialami salah satu pelatih kawakan Indonesia, Sartono Anwar.
Sartono, salah satu pelatih kawakan Indonesia yang juga ayah kandung mantan bintang Persib Bandung, Nova Arianto itu membesut tim sepak bola Siwo PWI Jateng. Sayang pasukan Sartono tak bisa berbuat banyak karena terhenti di babak awal usai takluk, 0-5 dari Jawa Timur yang akhirnya keluar sebagai juara.
Sartono memang kenyang pengalaman di sepak bola Indonesia sebagai pemain dan pelatih. Maklum sebagai pemain dia pernah membela tim-tim besar seperti Persema Malang hingga Persib Bandung.
Sementara saat sebagai pelatih, pria yang identik dengan topi pet itu pernah menangani PSIS Semarang, Persibo Bojonegoro, Persisam Samarinda, Arseto Solo, Petrokimia Putra, hingga menjadi asisten pelatih Timnas Indonesia. Sartono pun membawa PSIS juara Perserikatan 1987 dan Persibo juara Divisi Utama 2009-2010.
Baca Juga
"Sepak bola di Porwanas beda dengan yang lain. Karena mayoritas pemain memang bukan seorang pesepak bola jadi butuh kerja ekstra keras untuk melatih," ungkap Sartono saat berbincang dengan Bola.com, Selasa (2/8/2016).
Dia mengatakan persiapan tim Siwo PWI Jateng kurang maksimal meski waktu yang disediakan sekitar enam bulan. Kesibukan pekerjaan para pemain sebagai jurnalis membuat latihan hanya dilakukan beberapa kali dalam sebulan. Itupun tak semua pemain datang ke lapangan karena kesibukan pekerjaan.
Tak cukup sampai di situ. Problem besar menerpa timnya saat tiba di Kota Kembang. Beberapa pemain yang jadi tulang punggung tak bisa dimainkan lantaran terkendala persyaratan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dari pihak panita. Praktis, selain fisik kurang maksimal, absenya beberapa pemain pilar sangat memengaruhi performa tim Jateng.
"Babak pertama melawan Jatim anak-anak masih kuat. Saat babak kedua mereka kehabisan bensin dan digelontor lima gol. Namun saya bertanggung-jawab penuh karena saya sebagai seorang pelatih," imbuh Sartono yang mengawali kiprah sebagai pelatih pada usia 25 tahun di SSB dan melatih PSIS pada usia 28 tahun.
Estafet kepada Anak
Selain tim, Sartono Anwar juga menyoroti kurang meriahnya atmosfer cabor sepak bola. Dia mencontohkan banyaknya peserta yang mengundurkan diri karena para pemain juga mengikuti cabang lain.
Tak hanya itu banyak peraturan tentang sepak bola yang dilanggar. Termasuk salah seorang pemain tim DIY yang patah kaki saat berlaga di babak semifinal melawan DKI Jakarta. DIY yang lolos ke partai final akhirnya mengundurkan diri setelah bermain beberapa menit demi menghormati rekannya yang cedera parah.
"Saya mencermati banyak pemain yang kelihatannya bukan wartawan karena dari olah bola cukup terlihat. Mudah-mudahan ke depan bisa lebih baik lagi karena ajang ini juga sebagai media silaturahmi teman-teman wartawan seluruh Indonesia," tandasnya.
Menangani tim wartawan bagi Sartono adalah kegiatan baru sekaligus hiburan. Sebagai pelatih yang sudah 44 tahun menangani tim sepak bola, Sartono ingin menikmati hari tua dengan santai.
Sering terjadi hal lucu saat ia melatih tim wartawan. Ada yang tidak kuat dengan gaya latihan ala dia atau bahkan tak bisa meleset saat menendang bola karena para wartawan tak dibekali latihan dasar.
Saat ini, Sartono menghabiskan waktunya untuk membina akademi Tugu Muda. SSB itu jadi salah satu yang top di Semarang dan telah melahirkan banyak pemain, seperti Kurnia Sandy, Awan Setho Rahardjo, dan Ravi Murdianto.
Selain itu, Sartono juga membantu Asprov PSSI Jateng untuk pembinaan usia muda. Tongkat estafet kepelatihan dari Sartono bakal diteruskan oleh Nova Arianto yang kini membesut Madiun Putra pada ajang Indonesian Soccer Championship B.
Berbeda dengan sang anak, Sartono mengawali karier sebagai pelatih pada usia 25 tahun. Sementara, pada usia yang sama, Nova menikmati masa jaya sebagai pemain Persebaya Surabaya.
Nova mengawali petualangan sebagai pelatih pada usia 27 tahun. Maklum, dengan posisi bek, karier Nova sebagai pemain bisa lebih panjang. Sementara, sang ayah di posisi gelandang dan langsung memutuskan pensiun saat merasa kariernya sudah mentok.
Kesuksesan Sartono sebagai pelatih menginspirasi Nova. "Tentu saya ingin menjadi pelatih yang sukses seperti bapak, tapi saya tidak mau terbebani dengan nama besar bapak di sepak bola Indonesia," tutur Nova.