7 Pemain Berkelas yang Terlupakan saat Seleksi Timnas AFF 2016

oleh Ario Yosia diperbarui 09 Agu 2016, 08:00 WIB
7 Pemain Berkelas yang Terlupakan saat Seleksi Timnas AFF 2016. (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Jakarta - Saat mulai meretas karier di kompetisi profesional, seluruh pesepak bola punya mimpi bisa membela timnas negaranya. Tampil di event berskala internasional memberikan rasa kebanggaan yang tak terkira. Tak terkecuali para pesepak bola Indonesia, yang juga punya hasrat besar turun gelanggang membela Tim Merah-Putih.

Demi bisa berkostum timnas, seorang pemain berjuang habis-habisan saat memperkuat klubnya di perhelatan kompetisi. Mereka bahkan rela pindah klub, jika kesempatan bermain terasa minim dan secara otomatis menutup peluang membela negara.

Advertisement

Faktanya, tidak semua pesepak bola dengan reputasi mentereng beruntung bisa eksis di level timnas. Keterbatasan tempat di jajaran skuat timnas membuat banyak pemain berkelas harus gigit jari. Pelatih yang punya style berbeda-beda tidak bisa selalu menampung seluruh pemain berkualitas.

Unsur subjektivitas terkadang terjadi dalam proses pemilihan pemain timnas. Pemain bagus di klub tidak otomatis langsung bisa dapat panggung di timnas negaranya. Pelatih memilih pemain berdasarkan kebutuhan strategi.

Di dunia sepak bola internasional kita pernah mendengar nama-nama bintang top macam David Ginola (Prancis), Joey Barton (Inggris), Martin Palermo (Argentina), yang kinclong di klub namun terhitung minim cap di negaranya masing-masing. Bagaimana dengan Indonesia?

Pelatih kepala Timnas Indonesia, Alfred Riedl, baru-baru ini mengumumkan 47 nama pemain yang diminta ikut seleksi tahap awal Piala AFF 2016. Mayoritas pemain yang dipanggil berusia muda. Mereka dikombinasikan dengan sejumlah pemain matang pengalaman di sejumlah laga-laga internasional sarat tekanan.

Di barisan nama yang dipanggil seleksi, tak tercantum nama sejumlah pemain bekelas yang sejatinya punya rapor bagus saat bermain di klub.  Tak hanya di era Alfred Riedl saja mereka jarang mendapat kesempatan tampil membela Tim Garuda. Siapa-siapa saja pesepak bola top Tanah Air yang kurang beruntung dalam urusan jam terbang membela timnas?

2 dari 8 halaman

Atep Rizal (Persib Bandung)

Atep (Kanan) (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Sinar kebintangan Atep Rizal melesat saat dirinya mengantar Persib U-18 juara Piala Suratin edisi 2004. Ia bersama sejumlah pemain lainnya langsung dipanggil Peter Withe membela Timnas U-20 di Piala AFF U-20 2004. Tim tersebut kemudian menjalani pelatnas jangka panjang di bawah arahan Erick Williams, yang ikut memboyong anak-anak didiknya di Diklat Medan. Rekan-rekan seangkatan Atep kala itu, Bobby Sastria, Yusuf Sutan Mudo, Nur Ichsan, hingga Boaz Solossa.

Gaya bermain Atep amat disukai Peter Withe. Seperti kebanyakan gelandang sayap asal Inggris, Atep punya keunggulan dalam melakukan umpan lambung terukur yang memanjakan para striker. Bersama Boaz Solossa, winger kelahiran Cianjur, 5 Juni 1985 tersebut yang dikontrak klub profesional di usia muda. Boaz di Persipura Jayapura, sementara Atep di Persija Jakarta.

Karena punya kewajiban mengikuti pelatnas jangka panjang bersama Timnas Indonesia U-20, di mana Tim Garuda Muda tampil di kompetisi Divisi Utama dengan menggunakan nama Persiba Bantul, Atep baru bisa tampil membela Tim Macan Kemayoran di musim 2006.  

Bersama Boaz pula Atep pemain yang paling cepat promosi ke Timnas Indonesia Senior. Ia jadi pemain pilihan utama Peter Withe di skuat Tim Merah-Putih Piala Kemerdekaan 2006 dan Piala AFF 2007.

Hanya saja situasi berubah ketika PSSI memecat pelatih asal Inggris tersebut setelah kegagalan di Piala AFF. Ivan Kolev, penggantinya kurang suka dengan gaya bermain Atep. Ia harus menerima kenyataan absen di perhelatan akbar Piala Asia 2007. Semenjak itu pemain didikan SSB UNI Bandung tersebut tak pernah lagi merasakan kesempatan membela negara.

Nasib Atep tak membaik ketika ia memutuskan pindah ke klub kampung halamannya Persib Bandung. Ia selalu jadi pelanggan tim inti Maung Bandung sejak musim 2007-2008 hingga saat ini. Namun, penampilan konsisten di klub tak membuatnya kembali dipercaya membela Timnas Indonesia.

Bahkan saat Persib jadi juara Indonesia Super League 2004, di mana Atep berstatus kapten tim, ia tetap tak dilirik Alfred Riedl untuk berlaga di Piala AFF 2014. Di masa vakum kompetisi, imbas konflik PSSI dengan Kemenpora, Atep jadi elemen penting sukses Persib menjuara Piala Presiden 2015. Di Torabika Soccer Championship (TSC) 2006 presented by IM3 Ooredoo, Atep salah satu pemain yang performanya terhitung bagus di Persib.

Hanya pencapaian itu tak membuat nama  Atep masuk barisan pemain seleksi Timnas Indonesia buat keperluan tampil di Piala AFF 2014. Afred Riedl lebih berminat memakai jasa duet Atep di sektor sayap, Zulham Zamrun, yang sejatinya tidak dalam level permainan terbaik pasca sembuh dari cedera ACL akhir tahun lalu.

3 dari 8 halaman

Rudi Widodo (Bhayangkara Surabaya United)

Rudi Widodo (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Produktivitas Rudi Widodo Widodo di kompetisi TSC 2016 menarik perhatian penggemar sepak bola nasional. Ia satu-satunya bomber lokal yang menyelip di daftar atas pencetak gol pentas kasta elite. Rudi hingga pekan 14 TSC 2016 telah mengoleksi lima gol.

Logikanya, Alfred Riedl yang sempat mengeluhkan minimnya stok penyerang murni yang produktif, bakal memberi kesempatan kepada Rudi yang tengah onfire musim ini. Nyatanya tidak demikian.

Mungkin karena faktor usia (Rudi Widodo kelahiran 13 Juli 1983), pelatih asal Austria tersebut enggan memanggil sang penyerang. Selain faktor usia, Alfred juga melihat trek rekor Rudi yang kerap terombang-ambing. Sepanjang kariernya ia telah 11 kali pindah klub.

Striker Surabaya United, Rudi Widodo, pernah mengalami masa paling tidak mengenakkan sepanjang kariernya sebagai pemain bola. Karier Rudi nyaris tamat karena otot di belakang lutut kirinya putus.

Tragedi itu terjadi pada musim kompetisi Indonesia Super League (ISL) 2008-2009. Rudi mengalami cedera ketika membela Pelita Jaya dalam uji coba melawan Persikad Depok di Lapangan Sawangan, Depok, pada pramusim.

Akibat cedera parah yang dialami, Rudi gagal membela Pelita Jaya di musim itu. Sepanjang musim, Rudi hanya bisa menyaksikan rekan-rekan satu timnya bertanding dari tribun penonton.

Kesedihan Rudi tidak hanya lamanya waktu proses penyembuhan cedera yang memakan waktu 8-9 bulan. Tetapi, karena ia harus berjuang sendirian menyembuhkan cedera tersebut.

Di era Ivan Kolev Rudi pernah dipanggil membela Timnas Indonesia. Ia tampil di dua kali laga uji coba internasional pada tahun 2007. Hanya saja namanya tidak masuk daftar skuat inti Piala Asia 2007.

Rudi Widodo, kini amat berharap mendapat kesempatan membela negara di Piala AFF 2016. Apalagi pelatih kepala Tim Garuda, Alfred Riedl, pernah berujar tidak pernah memedulikan usia seorang pemain. Acuannya adalah rapor performa terakhir sang pemain di klub.

4 dari 8 halaman

Ricardo Salampessy (Persipura Jayapura)

Ricardo Salampessy (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Ricardo Salampessy jadi salah satu pemain generasi emas Papua yang lahir lewat ajang PON 2004. Hanya berbeda dengan penggawa tim Papua lainnya, macam Boaz Solossa, Ian Kabes, Imanuel Wanggai, Cristian Worabay, Kironus Fingreuw, yang langsung digaet Persipura Jayapura, Ricardo memulai karier profesional di level Divisi I bersama Persiwa Wamena. 

Pemain berdarah Ambon kelahiran 18 Februari 1984 baru menarik perhatian Tim Mutiara Hitam setelah membawa Persiwa promosi ke kompetisi kasta elite pada musim 2006. Ia kemudian digaet Persipura pada musim 2007-2008.

Jadi pelanggan posisi inti di Persipura, Ricardo yang awalnya bermain di posisi bek sayap kanan dan kini menjadi stoper, menjadi bagian skuat inti Timnas Indonesia di Piala Asia 2007 asuhan Ivan Kolev. Semenjak itu ia jadi pelanggan posisi inti Tim Merah-Putih.

Ricardo Salampessy, jadi bagian yang tak terpisahkan di tim Persipura yang memenangi tiga gelar Indonesia Super League (2008-2009, 2010-2011, dan 2013). Sayangnya, belakangan ia kerap tak berjodoh dengan Timnas Indonesia.

Cedera lutut kambuhan, membuatnya berulangkali gagal membela timnas di event-event penting internasional. Ambil contoh Piala AFF 2010 dan 2014.

Saat kondisinya bugar, Ricardo selalu dilirik pelatih-pelatih yang menukangi timnas. Ia sempat dipanggil Jacksen F. Tiago saat menjadi caretaker pelatih timnas senior di ajang Kualifikasi Piala Asia 2015. Alfred Riedl sempat memberikan kesempatan mengikuti seleksi timnas Piala AFF. Hanya apesnya ia kerap dihantam cedera di saat-saat penting menjelang bergulirnya sebuah turnamen.

Di TSC 2016 ini, performa Ricardo Salampessy terhitung stabil di Persipura. Ia jarang absen karena cedera. Sayangnya, penampilan kinclong bek pengidola legenda sepak bola Italia Paulo Maldini, tak masuk daftar panggil skuat seleksi Piala AFF 2016. Walau begitu, Ricardo mengaku belum berniat pensiun dari Timnas Indonesia. Ia masih berharap suatu saat kembali dipanggil membela negara.

5 dari 8 halaman

Slamet Nurcahyo (Madura United)

Slamet Nurcahyo (Bola.com/Fahrizal Arnas)

Madura United menjelma menjadi kekuatan menakutkan di pentas kompetisi Torabika Soccer Championship (TSC) presented by IM3 Ooredoo. Hingga pekan ke-13, Tim Sappe Kerrap jadi pemuncak klasemen.

Slamet Nurcahyo, jadi salah satu pemain kunci yang punya pengaruh besar menjaga kestabilan performa Madura United sepanjang putaran pertama TSC 2016. Ia playmaker ulung penyuplai bola ke lini depan Madura United yang amat garang.

Usia Slamet tak lagi muda (kelahiran 11 Juli 1983), namun kalau melihat penampilannya yang onfire belakangan ini, sayang rasanya tidak memberdayakan tenaganya di Timnas Indonesia. Tim Merah-Putih bisa dibilang kering pemain pengendali permainan. Selama 10 tahun terakhir Firman Utina jadi pemain tunggal di posisi playmaker.

Sinar kebintangan Slamet mulai menderang pada musim 2004. Jacksen F. Tiago berani berjudi memasangnya sebagai pemain inti secara reguler di tim Persebaya Surabaya. Padahal kala itu Tim Bajul Ijo, punya playmaker asing berkelas, Danilo Fernando.

Pelatih asal Brasil itu suka dengan kemampuan multifungsi Slamet, yang bisa bermain sebagai gelandang sayap atau tengah. Sayangnya, penampilan memesona Slamet di Persebaya tak membuat dirinya dilirik timnas. Namanya tenggelam ketika akhirnya memutuskan pindah ke PSS Sleman pada 2006. Seakan kurang beruntung, ia menghabiskan sebagian besar kariernya di klub-klub semenjana.

Melihat Slamet punya potensi menjadi pembeda di skuat Tim Merah-Putih, Jacksen memanggilnya ke timnas saat mengarungi Kualifikasi Piala Asia 2015. Walau terhitung minim jam terbang internasional, Slamet membuktikan kapasitasnya sebagai gelandang serang jempolan.

Hanya begitu Jacksen lengser dari kursi pelatih Timnas Indonesia, nama Slamet kembali hilang dari peredaran. Melihat performanya yang trengginas di TSC 2016, banyak pengamat memprediksi pemain asal Jember tersebut bakal comeback ke Tim Garuda. Nyatanya tidak.

6 dari 8 halaman

Muhammad Taufiq (Persib Bandung)

Muhammad Taufiq (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Mengawali karier junior di klub Assyabaab Surabaya pada musim 2003, karier Muhammad Taufiq cepat meroket. Sang gelandang  jangkar naik kelas digaet Persebaya Surabaya pada musim 2006. Sayang di musim pertamanya di Tim Bajul Ijo ia lebih sering jadi pemain cadangan.

Ingin mendapatkan jam terbang bermain yang lebih tinggi, ia kemudian pindah ke PSIM Yogyakarta pada musim 2007-2008. Semusim di Kota Gudeg, pemain kelahiran Tarakan, 29 November 1986 itu diminta kembali ke Persebaya. Semenjak itu ia bisa dibilang tak pernah pindah ke lain hati.

Ia selalu jadi pilihan utama di sektor tengah. Sebagai gelandang bertahan, Taufiq punya keistimewaan dalam penguasaan bola. Ia diplot sebagai pengatur tempo permainan dari sisi defensif, mirip-mirip dengan dept lying playmaker, Adrea Pirlo.

Sayang, jam terbang tinggi di Persebaya berbanding terbalik di Timnas Indonesia. Kesempatan besar berkostum Tim Garuda baru didapat di Piala AFF 2012. Kala itu pelatih timnas, Nilmaizar, tak punya banyak pilihan pemain karena klub-klub ISL yang tengah berkonflik dengan PSSI menolak melepas pemain terbaiknya.

Walau terkesan jadi serep, Taufiq membuktikan kelayakannya membela negara. Timnas memang gagal lolos ke semifinal Piala AFF 2012, namun banyak pelatih top memuji Taufiq. Ia dianggap pemain paling bagus rapornya.

Saat Jacksen F. Tiago didapuk sebagai caretaker pelatih Timnas Indonesia 2003, nama Taufiq selalu diangkut. Trio Taufiq-Imanuel Wanggai-Raphael Maitimo jadi motor permainan di Kualifikasi Piala Asia 2015. Di era Alfred Riedl, nama Taufiq kembali terlupakan.

Sukses sang pemain bersama Persib di Indonesia Super League 2014 tak membuat Alfred tertarik memakai jasanya.

Sempat terpinggirkan dari skuat inti Maung Bandung pada era Dejan Antonic, belakangan Muhammad Taufiq kembali jadi pelanggan posisi inti di era pelatih baru Djadjang Nurdjaman. Kebangkitan Persib di beberapa laga terakhir tak lepas kontribusi sang gelandang angkut air. Namun, sampai saat ini belum terlihat ketertarikan Alfred Riedl memanggilnya ke skuat Merah-Putih.

7 dari 8 halaman

Patrich Wanggai (Karketu FC)

Patrich Wanggai (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Publik sepak bola Tanah Air dibuat terpesona dengan duet striker asal Papua, Patrich Wanggai-Titus Bonai pada SEA Games 2011. Keduanya amat tajam dalam menjebol gawang lawan. Produktivitas mereka jadi elemen penting sukses Tim Garuda Muda, yang kala itu dilatih Rahmad Darmawan, menembus final ajang multievent kawasan Asia Tenggara.

Patrich menjadi pemain paling produktif di Timnas Indonesia U-23 dengan lesakkan lima gol. Sebelum SEA Games, nama sang striker terhitung tak populer. Maklum saja ia hanya membela klub kecil, PersidafoN Dafonsoro. Sukses di timnas junior melambungkan namanya.

Pada musim 2012 ia digaet Persipura. Predator kelahiran Nabire, 27 Juni 1988 tersebut mulai sering dipanggil ke Timnas Indonesia Senior.

Sayangnya, di Tim Mutiara Hitam ia kalah bersaing dengan Boaz Solossa, yang lebih tajam dalam urusan mencetak gol. Usai mengantar Persipura juara ISL 2013 keputusan mengejutkan diambil Patrich dengan memutuskan berkelana ke Liga Malaysia bersama klub T-Team.

Di Negeri Jiran Patrich tampil ciamik. Pada Liga Super Malaysia 2014 ia menyumbang 12 gol buat T-Team. Sayang klub yang dibelanya degradasi. Walau ditawari perpanjangan kontrak ia menolak.

Apesnya, walau striker yang dikenal jago dalam duel-duel udara tersebut unjuk produktivitas di negara tetangga, namanya sama sekali tak ditengok oleh Alfred Riedl saat mengarsiteki Timnas Indonesia di Piala AFF 2014. Ia bahkan sama sekali tidak dipanggil ikut seleksi.

Kondisi ini sudah dialami sejak Jacksen F. Tiago setahun sebelumya. Pelatih asal Brasil, yang kecewa berat dengan keputusan diam-diam Patrich pindah ke Malaysia, emoh memanggilnya ke skuat Tim Garuda.

Sempat terombang-ambing tak memiliki klub Patrich Wanggai akhirnya digaet Sriwijaya FC. Hanya di Tim Laskar Wong Kito ia gagal unjuk ketajaman.

Keputusan mengejutkan dibuat sang pemain jelang TSC 2016. Ia kembali merantau ke negeri orang, dengan menerima pinangan dari klub Timor Leste, Karketu FC. Ia digaet klub tersebut bareng dua pemain asal Indonesia lainnya, Abdulrahman dan Titus Bonai.

Di klub barunya Patrich kembali menemukan bentuk permainan terbaik, dengan jadi mesin gol utama bagi klubnya di pentas Liga Timor Leste. Akan tetapi, grafik menanjak sang pemain tak lantas membuat Alfred Riedl memasukkan namanya ke daftar pemain seleksi Timnas Indonesia di Piala AFF 2016. Kabarnya, hal ini karena pelatih asal Austria itu menilai kualitas persaingan Liga Timor Leste di bawah rata-rata.

8 dari 8 halaman

Ian Kabes (Persipura Jayapura)

Ian Kabes (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Ian Kabes tercatat sebagai pemain paling senior di Persipura Jayapura saat ini bareng Boaz Solossa dan Imanuel Wanggai. Ketiganya sudah membela Tim Mutiara Hitam sejak musim 2005.

Pada musim perdananya di kompetisi profesional, Ian Kabes langsung mengantar Persipura jadi kampiun perhelatan elite.

Semenjak itu, posisi Kabes di sektor sayap tak tergantikan. Ia selalu menjadi pilihan utama pelatih-pelatih yang singgah di Persipura.

Uniknya, pencapaian bagus di level klub tak membuatnya sering dipanggil ke skuat Timnas Indonesia. Sempat intens dipanggil ke skuat Tim Merah-Putih U-23 periode 2005-2007, karier pemain kelahiran Jayapura, 13 Mei 1986 tersebut seperti stagnan di level timnas senior.

Ian Kabes sering dipanggil mengikuti seleksi, namun selalu terpental saat fase akhir pelatnas. Hal ini konon sempat membuat pemain jebolan Diklat Ragunan tersebut frustrasi. Karena merasa tak pernah mendapat kepercayaan sebagai pemain inti, ia kerap indispliner menolak panggilan pelatnas Timnas Indonesia. Kariernya di Tim Garuda kian tenggelam.

Ketika pelatih Persipura, Jacksen F. Tiago, dipercaya menjadi caretaker pelatih kepala Timnas Indonesia menggantikan Luis Blanco pada tahun 2013, Kabes terlihat bersemangat kembali membela negara. Ia tampil di sejumlah laga Kualifikasi Piala Asia 2015.

Namun, di rezim kedua Alfred Riedl, nama Ian Kabes kembali terpinggirkan. Ia sama sekali tidak dilirik di seleksi Timnas Indonesia Piala AFF 2014 dan 2016. Padahal, di klubnya, ia kini berstatus kapten kedua. Pada awal TSC 2016 Tim Mutiara Hitam terlihat oleng kala Kabes dibekap cedera hamstring. Ketika ia pulih, Persipura terlihat kembali menanjak. Berduet dengan Boaz Solossa di dua sisi sayap ofensif Persipura, Kabes jadi pemain yang ditakuti bek-bek lawan.