Eko Yuli: Berawal Gaji Rp 3.000 hingga Hattrick Medali Olimpiade

oleh Yus Mei Sawitri diperbarui 09 Agu 2016, 10:10 WIB
Reaksi Eko Yuli Irawan saat bertanding di cabang angkat besi kelas 62 kg putra Olimpiade Rio 2016, Selasa (9/8/2016) pagi WIB. (Bola.com/Larry W. Smith)

Bola.com, Rio de Janeiro - Eko Yuli Irawan kembali membuat publik Indonesia tersenyum berkat sekeping medali perak yang dipersembahkan dari cabang angkat besi kelas 62 kg putra di Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Senin (8/8/2016) waktu Brasil atau Selasa (9/8/2016) pagi WIB.

Publik Indonesia memang punya harapan besar saat Eko Yuli Irawan masuk ke daftar atlet angkat besi yang mendapat tiket ke Olimpiade Rio. Namanya bagai jaminan datangnya medali. Pada dua olimpiade sebelumnya, pria asal Lampung itu memang selalu medulang medali. Di Olimpiade Beijing 2008, dia mendulang medali perunggu pada kelas 56 putra, kemudian di London 2012, Eko Yuli lagi-lagi menyumbangkan medali perunggu.

Advertisement

Harapan publik Indonesia akhirnya menjadi kenyataan. Lifter berusia 27 tahun tersebut kembali menambah pundi-pundi medali Indonesia di ajang Olimpiade. Berkat angkatan 142 Snatch dan 170 Clean and Jerk, Eko Yuli  menyabet emas. Bahkan, dia bisa saja meraih emas jika mampu mengangkat 179 kg pada kesempatan ketiga Clean and Jerk. Sayangnya, upaya Eko Yuli gagal. Medali emas pun terbang ke pelukan lifter Kolombia, Oscar Figueroa, yang membukukan total angkatan 318 kg.

Sebelum berangkat ke Rio de Janeiro, Eko secara tersirat mengungkapkan ambisinya untuk menyabet emas. Sayang, impian itu pupus sudah. Meskipun demikian, prestasi Eko tetap layak diapresiasi. Dia menjadi atlet Indonesia yang pertama kali bisa meraih tiga medali di tiga olimpiade berbeda. Belum ada atlet lain yang mampu menorehkan prestasi prestisius itu.  

Apa resep Eko Yuli hingga meraih kesuksesan seperti sekarang?  Siapa sangka ada cerita menarik yang melatarbelakangi kesuksesan atlet berusia 27 tahun tersebut. Dalam wawancaranya dengan Fox Sports Asia, belum lama ini, Eko Yuli mengaku awalnya tak tahu ada cabang olahraga angkat besi.

"Awalnya tidak tahu ada olahraga angkat besi. Tapi memang ada tempat latihannya di depan rumah. Lalu kami sempat main-main ke sana karena diajak teman," cerita Eko Yuli.

"Pas pertama datang sudah disuruh latihan, mereka mengira kami ingin latihan. Setengah tahun latihan di sana, saya dipercaya ikut kejuaraan nasional tingkat remaja 2001 dan dapat medali emas," tambahnya.

Perjuangan dari Titik Tersulit 

Layaknya kebanyakan atlet, Eko Yuli harus mengawali perjuangannya dari titik tersulit. Pria kelahiran Lampung ini mengaku hanya menerima upah Rp 3.000 per minggu pada awal kariernya.

"Itu sudah cukup banyak untuk pemuda seperti saya. Lama kelamaan meningkat hingga Rp 10.000 per minggu. Uang itu saya berikan kepada orang tua, terserah mereka mau diapakan," kata Eko Yuli.

Benih yang ditabur Eko Yuli akhirnya berbuah manis. Kini, dia menjelma jadi andalan tim Merah Putih. Berbagai prestasi dia raih. Itu juga berpengaruh terhadap penghasilannya.

Dari penghasilannya itu, Eko Yuli bersyukur sudah bisa menyenangkan orang tuanya. "Ya sudah bisa menyenangkan orang tua. Bangun rumah, beli sawah, sampai mereka bisa naik haji," tuturnya.

Dari sisi prestasi, Eko Yuli juga merasa bersyukur. Pria yang mendapatkan julukan Lionel Messi angkat Besi Indonesia ini tampil dominan pada ajang SEA Games. Empat kali ikut perhelatan dua tahun tersebut, Eko Yuli selau meraih medali emas. Tak hanya itu, dia juga selalu memecahkan rekor.

"Setiap Sea Games saya mendapatkan medali emas dan memecahkan rekor. Empat kali emas dan empat kali memecahkan rekor. Saya juga tak menyangka. Saya hanya memberikan yang terbaik dan mengikuti instruksi pelatih," ujarnya.

Sedangkan pada ajang Olimpiade, Eko Yuli juga selalu meraih medali. Namun, dia belum menuntaskan ambisi untuk meraih medali emas. Pada Olimpiade 2008 dan 2012, Eko Yuli hanya mampu mendapat medali perunggu. Di Rio de Janeiro pun, Eko kembali gagal mendulang emas. Pria kelahiran Lampung itu harus puas membawa pulang medali perak dari Olimpiade Rio de Janeiro, Brasil.