Bola.com, Jakarta - Tak terbantahkan kalau sosok Firman Utina, sebagai dirijen permainan Timnas Indonesia selama satu dasawarsa terakhir tak tergantikan. Semenjak tampil di Piala AFF 2004, gelandang serang berdarah Manado tersebut selalu jadi pelanggan Tim Merah-Putih.
Firman muncul saat yang tepat kala playmaker jempolan macam Fachry Husaini dan Ansyari Lubis sudah memasuki usia gaek. Timnas butuh pemain sebagai motor permainan yang jago memainkan tempo serta menyodorkan umpan-umpan terukur.
Baca Juga
Jumlah pemain yang bisa memainkan peran ini terhitung sedikit. Hal ini tak lepas dari kebijakan mayoritas klub kontestan kompetisi kasta elite menggaet pemain asing di posisi playmaker. Gelandang-gelandang lokal lebih sering diposisikan sebagai jangkar, yang kuat saat bermain bertahan.
Jangan heran Firman terhitung lama menjalani karier di timnas, karena ia bisa dibilang tak memiliki pesaing. Gelandang-gelandang lokal berkualitas seperti layaknya Ponaryo Astaman, Syamsul Chaeruddin, Hariono, M. Taufiq, silih berganti membela Timnas Indonesia. Kesemuanya berposisi sebagai gelandang bertahan.
Pada akhirnya usia jadi tembok penghalang karier Firman di timnas. Di usia yang memasuki 34 tahun (kelahiran 15 December 1981) nama Firman tak masuk daftar skuat seleksi Timnas Indonesia buat keperluan tampil di Piala AFF 2016. Alfred Riedl memanggil 37 pemain, yang mayoritas di antaranya berusia muda.
Pelatih asal Austria tersebut ingin melakukan penyegaran sekaligus regenerasi. Ia memiliki keyakinan di antara sederet pemain belia yang dipanggil untuk ikut seleksi Tim Merah-Putih, ada yang bisa menggantikan peran Firman Utina.
Bola.com mencatat sekurangnya ada tujuh gelandang serang potensial yang bisa difungsikan sebagai jenderal lapangan tengah Timnas Indonesia. Siapa-siapa saja mereka?
Evan Dimas Darmono
Popularitas Evan Dimas Dimas Darmono melesat saat dirinya memperkuat Timnas Indonesia U-19 besutan Indra Sjafri. Gelandang serang didikan SSB Mitra Surabaya tersebut jadi motor permainan Tim Garuda Jaya saat memenangi trofi Piala AFF U-19 edisi 2003.
Evan jadi raja passing di Timnas U-19. Di usia yang terbilang belia, Evan amat matang memainkan peran sebagai pengatur tempo permainan. Istimewanya, Evan juga punya naluri mencetak gol yang tinggi.
Lihat saja bagaimana ia menjebol tiga kali gawang timnas Korea Selatan U-19 dalam fase Kualifikasi Piala AFC U-19 2014 (pertandingan berkesudahan 3-2 buat Indonesia). Jangan heran, kalau kemudian ia banjir tawaran dari luar negeri.
Evan yang kini memperkuat klub Bhayangkara Surabaya United sempat menjalani trial selama tiga bulan dengan klub Spanyol, Espanyol B, pada awal tahun 2016 ini. Saat kembali terlihat permainannya semakin matang.
Sukses BSU menembus papan atas Torabika Soccer Championship 2016 presented by IM3 Ooredoo, tak lepas dari peran Evan sebagai motor permainan.
Di usia yang terhitung muda 21 tahun (kelahiran 13 Maret 1995), Evan jadi satu-satunya pemain timnas U-19 yang mendapat kesempatan promosi ke skuat Tim Garuda senior di Piala AFF 2014.
Indonesia gagal melaju ke semifinal, namun publik sepak bola Tanah Air belum lupa bagaimana gol Evan ke gawang Laos pada duel penutup penyisihan Grup A. Saat itu timnas menang 5-1 dan Evan jadi salah satu pemain yang tampil trengginas sepanjang laga.
Ichsan Kurniawan
Ichsan Kurniawan, salah satu generasi emas Timnas Indonesia U-19 didikan Indra Sjafri. Hanya saja namanya kurang mentereng, karena lebih sering jadi cadangan.
Kualitas permainan Ichsan yang kelahiran Ogan Komering Ulu Timur, 25 Desember 1995 itu baru terlihat saat membela Sriwijaya FC di ajang Torabika Soccer Championship 2016 presented by IM3 Ooredoo. Ichsan yang awalnya hanya menjadi serep dari Firman Utina, pelan namun pasti menancapkan diri sebagai pemain inti Tim Laskar Wong Kito.
Sama seperti seniornya, Ichsan Kurniawan yang sudah mengoleksi satu gol buat Sriwijaya FC, punya kelebihan dari sisi melayangkan umpan terukur. Ia jadi pelayan yang baik bagi duet striker asing, Alberto Goncalves dan Hilton Moreira.
Ichsan Kurniawan, punya keistimewaan dari sisi kecepatan. Mobilitasnyamenyisiri lapangan juga tinggi. Jangan heran, walau berusia 21 tahun, Widodo C. Putro pelatih Sriwijaya FC secara kontinu memberi kepercayaan menghuni pos posisi inti di sektor tengah. Kepercayaan tersebut dijawab dengan performa stabil di 13 pertandingan yang ia jalani bersama Laskar Wong Kito.
Adam Alis
Adam Alis Setyano mulai mencuri perhatian kala membela Persija Jakarta di awal tahun 2015. Walau masih berusia muda ia langsung jadi pelanggan posisi inti tim besutan Rahmad Darmawan.
Sayang karier sang pemain pendek di Tim Macan Kemayoran, seusai membela Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2015 ia memutuskan untuk menyudahi kontrak dengan Persija. Ia kecewa berat dengan manajemen klub yang kerap menunggak pembayaran gaji.
Dasar pemain berkualitas, tak lama bagi Adam menemukan klub baru. Berbekal rekaman video pertandingan yang dibawa agen pemain, Muli Munial, ia dikontrak klub kontestan Liga Bahrain, East Riffa.
Adam yang kelahiran 19 Desember 1993, tanpa kesulitan berarti langsung menembus skuat inti. Ia sempat bermain sebanyak enam laga sebelum East Riffa memutus kontraknya. Pemutusan kontrak kabarnya bukan karena kemampuan Adam, tapi karena sanksi pembekuan FIFA yang dijatuhkan ke PSSI.
Bali ke Tanah Air, Adam Alis kemudian dipinang Barito Putera. Di klub yang diasuh Mundari Karya tersebut, Adam jadi pemain andalan. Tak hanya menjalankan peran sebagai gelandang serang, Adam bisa bermain multifungsi sebagai gelandang sayap.
Akurasi umpan sang pemain di atas rata-rata. Demikian pula kemampuannya melakukan ekselerasi ke area pertahanan lawan. Dengan bekal skill individu yang mumpuni, Adam Alis jadi pemain lini kedua yang amat berbahaya. Ia kerap jadi pemecah kebuntuan.
Keistimewaan lain yang dimiliki Adam, adalah kemampuannya mengesekusi bola mati. Ia kerap menciptakan gol dari tendangan-tendangan keras jarak jauh.
Muhammad Hargianto
Bareng Evan Dimas dan Zulfiandi, sosok Muhammad Hargianto jadi mesin permainan Timnas Indonesia U-19 saat menjuarai Piala AFF 2013. Akurasi umpan ketiga gelandang mempermulus strategi penguasaan bola ala Barcelona yang diusung pelatih, Indra Sjafri.
Catatan statistik menempatkan Hargianto sebagai raja operan pendek kedua setelah Evan Dimas. Saat membela Tim Garuda Jaya, posisi Hargianto ditempatkan lebih ke belakang. Ia mengisi ruang kosong saat Evan Dimas menari-nari membantu serangan.
Saat menguasai bola, pemain kelahiran 24 Juli 1996, jadi momok yang menakutkan. Bukan pemandangan aneh melihat Hargianto yang notabene jebolan Diklat Ragunan, dikerubuti banyak pemain yang berebut ingin mematikan pergerakannya.
Dibanding Evan, naluri bertahan Hargianto lebih baik karena memang ia full diplot sebagai gelandang tengah oleh Indra Sjafri. Gaya bermainnya kerap disebandingkan dengan Xavi Hernandez.
Sepanjang era turnamen pada tahun 2015 grafik permainan Hargianto menurun karena berulangkali didera cedera. Ia sempat menghilang cukup lama dari skuat inti Bhayangkara Surabaya United. Memasuki ajang Torabika Soccer Championship 2016 presented by IM3 Ooredoo, Hargianto terlihat kembali menemukan bentuk permainan terbaik.
Ia nyaris tak tergantikan jadi penghuni lini tengah BSU di sepanjang putaran pertama TSC 2016. Ia pengatur tempo permainan ulung yang dimiliki BSU, bahkan mungkin timnas jika ia diberi kepercayaan masuk skuat inti Piala AFF 2016.
Hendro Siswanto
Hendro Siswanto, mencuat di antara kepungan gelandang asing yang memadati skuat Arema Cronus. Ia satu-satunya gelandang tengah lokal yang posisinya aman menghuni skuat inti Tim Singo Edan di sepanjang Torabika Soccer Championship 2016 presented by IM3 Ooredoo.
Permainannya setipe dengan Ahmad Bustomi, gelandang senior andalan Arema beberapa musim terakhir. Pelan namun pasti ia mulai melepaskan diri dari bayang-bayang seniornya, yang dua musim terakhir kerap absen berlaga di lapangan karena cedera.
Gelandang kelahiran Tuban, 12 Maret 1990 tersebut sejak 2009 hingga 2013 kerap wira-wiri di skuat Timnas Indonesia level U-23 dan senior. Hanya saja ia selalu kalah bersaing saat perebutan posisi inti.
Hendro tipikal gelandang energik. Mobilitasnya didukung stamina yang prima. Ia bisa memainkan peran ganda saat tim bermain menyerang atau bertahan. Walau perawakannya terhitung kerempeng, Hendro Siswanto tak pernah takut berduel satu lawan satu dengan pemain lawan. Tipikal pekerja keras inilah yang membuatnya disukai banyak pelatih.
Rahmad Hidayat
Saat Persib Bandung ditinggal duo gelandang serang, Firman Utina dan Makan Konate, Dejan Antonic tak perlu lama-lama berfikir mendatangkan Rahmad Hidayat ke Tim Maung Bandung. Pelatih asal Serbia tersebut punya keyakinan bekas anak asuhnya di Pelita Bandung Raya bisa mengisi kekosongan sektor ofensif lini tengah Persib.
Sebelumnya, nama Rahmat tak pernah terdengar. Dejan yang menukangi Pro Duta FC pada 2013 melihat potensi terpendam pemain kelahiran Medan, 10 Maret 1991 itu. Ia kemudian diboyong ke PBR.
Di PBR, Rahmat unjuk gigi dengan mengantarkan klub yang dihuni banyak pemain kelas semenjana ke semifinal Indonesia Super League 2014. Ia jadi pelanggan pemasok umpan-umpan terukur ke duet lini depan, Gaston Castano-Bambang Pamungkas.
Sayang, karier Rahmat stagnan di Persib. Begitu Dejan lengser sebagai pelatih, kesempatan bermain di era arsitek baru Djadjang Nurdjaman kian mengecil. Walau begitu, Alfred Riedl tetap memberinya kesempatan mengikuti seleksi Timnas Indonesia di Piala AFF 2016.
Pelatih asal Austria tersebut agaknya terkesima melihat aksi sang pemain yang gaya bermainnya khas gelandang-gelandang modern saat ini, cepat, agresif, berani. Akan terasa unik jika nantinya Rahmat Hidayat, yang spesialis cadangan di Persib justru lolos seleksi Tim Merah-Putih.