Jelang Manchester Derby: Perbedaan City Era Pep dan Pellegrini

oleh Arinaldo Habib Pratama diperbarui 10 Sep 2016, 16:28 WIB
Pep Guardiola dan Manuel Pellegrini. (Skysports).

Bola.com — Josep "Pep" Guardiola resmi melatih Manchester City pada 1 Februari 2016, menggantikan posisi Manuel Pellegrini. Kehadiran manajer asal Spanyol itu pun langsung membawa sejumlah perubahan dalam skuat The Citizens. 

Pep, yang sudah memenang berbagai gelar bersama Barcelona dan Bayern Muenchen, adalah sosok perfeksionis yang tidak segan-segan mengejar perubahan. Salah satu contoh hal itu adalah mendepak pemain yang dianggap tidak memenuhi standar. 

Advertisement

Berbeda dengan Guardiola, Pellegrini lebih dikenal sebagai sosok manajer kalem yang mengutamakan stabilitas dalam tim. Pada musim lalu, Pellegrini bahkan membuat formasi khusus untuk menyesuaikan kombinasi antara pemain senior dan muda. 

Masih banyak perbedaan antara Guardiola dan Pellegrini dalam hal menangani tim. Berikut ini adalah sejumlah perbedaan tersebut: 

Kiper asal Inggris, Joe Hart. (Skysports).

1. Joe Hart dan Raheem Sterling

Joe Hart bisa dikatakan adalah anak emas Manuel Pellegrini, meskipun kiper timnas Inggris ini punya banyak kelemahan, seperti lemah terhadap tembakan rendah pemain lawan. Bahkan, pada saat Pellegrini masih memegang tongkat komando City, Hart menjadi kiper dengan gaji mingguan termahal di dunia, yakni 120 ribu pounds atau Rp 1,7 miliar rupiah.

Namun, situasi berubah saat Guardiola datang. Guardiola mengaku kecewa menyaksikan penampilan Hart saat tampil bersama timnas Inggris pada ajang Piala Eropa 2016. Oleh sebab itulah, pada akhirnya Hart memutuskan hengkang dari Etihad.

Sementara itu, Sterling saat masih di bawah asuhan Pellegrini beberapa kali mendapat kritik. Pada musim lalu, ia hanya mencetak enam gol dari 31 pertandingan. Menurut media-media Inggris, faktor melempemnya performa Sterling karena ia tidak suka dengan taktik Pellegrini.

Akan tetapi, kedatangan Guardiola,mampu memberikan Sterling kesempatan untuk mengembangkan potensi sebagai pemain sayap. Dengan formasi 4-3-3, dia tidak harus bergantung pada penyerang tunggal dan dia bisa menciptakan peluang sendiri untuk mencetak gol.

2 dari 3 halaman

Bosan dan Ekspresif

David Silva memperkuat Manchester City sejak tahun 2010. Di bawah pelatih Manuel Pellegrini, David Silva selalu menjadi motor permainan City dan sudah menghasilkan gelar juara Liga Inggris dan 2 trofi Piala Liga. (EPA/Peter Powell)

Saat masih melatih Manchester City, Pellegrini dikenal sebagai sosok yang "membosankan". Julukan itu bukan tanpa sebab karena manajer asal Cile itu jarang menantang pelatih lain serta mengeluarkan pernyataan kontroversial. 

Meski begitu, Pellegirini menolak jika dianggap "membosankan". "Jika kamu orang yang ramah dan bersahabat, seringkali kamu akan dikatakan sebagai orang yang membosankan dan tidak punya semangat positif ke rekan kerja," jelas Pellegrini.

"Namun, saya lebih memilih menjadi orang yang ekspresif pada saat saya melatih di lapangan, serta saya adalah orang yang bersemangat jika berbicara soal sepak bola. Saya senang karena sikap saya banyak diterima fans klub yang saya latih," tambahnya.

Kepribadian Guardiola berbanding 180 derajat dengan Pellegrini. Guardiola adalah sosok yang selalu ingin yang terbaik, termasuk mengutarakan hal-hal yang dianggap mengejutkan. Salah satunya terjadi pada 29 April 2016, saat Bayern Muenchen menghadapi Atletico Madrid. Ketika itu, dia sesumbar bisa mengalahkan Atletico Madrid.

"Pada akhirnya, saya akan membuat keputusan. Saya akan bermain dengan satu penyerang dan memenangi pertandingan ini. Ini belum berakhir, kami masih bisa menang. Jika kami gagal, kalian boleh memukul saya," ucap Pep.

3 dari 3 halaman

Tim Ideal

Para pemain Manchester City merayakan gol yang dicetak Raheem Sterling ke gawang West Ham pada laga Premier League di Stadion Ettihad, Manchester, Inggris, Minggu (28/8/2016). City menang 3-1 atas West Ham. (Reuters/Carl Recine)

Di dalam tim ideal ala Pellegrini, terdapat nama-nama seperti Samir Nasri, Yaya Toure, Wilfried Bony, dan Elaquim Mangala.

Pada musim 2015/2016, Pellegrini mengharapkan agar Nasri mampu bekerja sebagai motor serangan City. Namun, harapan itu tidak berjalan mulus. Nasri hanya tampil 12 kali karena sering mengalami cedera. Serangan City pun macet. 

Yaya Toure juga dianggap terus mengalami penurunan performa dari musim ke musim. Pada musim lalu, gelandang asal Pantai Gading itu tampil sebanyak 32 kali, namun hanya mampu menjebol gawang lawan sebanyak 6 kali.

Penurunan ini cukup mencolok, karena pada musim 2014-15, dia tampil dalam 29 laga dan mencetak 10 gol. Salah satu faktor penurunan performa Toure disebabkan juga karena penampilan Kevin de Bruyne dan Sterling kian meningkat. 

Demikian halnya Wilfried Bony yang gagal mengulangi penampilan gemilang saat membela Swansea. Mangala pun kesulitan bersaing dengan Victor Kompany. Padahal kondisi Mangala lebih prima ketimbang Kompany yang sering mengalami cedera. 

Guardiola kemudian melakukan peremajaan. Untuk mengakomodasi taktik, eks pelatih Barcelona tersebut memerlukan pemain-pemain muda. Meski Nasri dan Mangala saat ini sudah hengkang dengan status pinjaman, Guardiola mampu mencari pengganti cukup baik. 

Sebut saja, kehadiran John Stones dan Nolito yang dianggap sebagai salah satu calon bintang masa depan The Citizens. Belum lagi dengan cara memoles pemain yang sudah berada dalam tim, seperti De Bruyne hingga Sergio Aguero. 

Sumber: Berbagai sumber

Saksikan cuplikan pertandingan dari Liga Inggris, La Liga, Liga Champions, dan Liga Europa, dengan kualitas HD di sini