Bola.com, Jakarta - Semenjak kembali ke kasta tertinggi pada tahun 2010, Semen Padang langsung menjelma menjadi salah satu kekuatan menakutkan sepak bola Nasional. Berstatus sebagai tim promosi di ajang Indonesia Super Indonesia 2010-2011, tim berjulukan Kabau Sirah ini mampu mengakhiri musim di urutan keempat.
Musim selanjutnya, Semen Padang hijrah ke Liga Primer Indonesia (LPI) dan berhasil menjadi juara, yang juga berarti tiket ke ajang antarklub Asia sebagai wakil Indonesia. Turun di ajang Piala AFC 2013, Ferdinand Sinaga dkk. kala itu mampu menembus babak perempatfinal, sebelum takluk dari East Bengal.
Baca Juga
Kembali turun di ISL 2014 di bawah komando Jafri Sastra, tim asal kota Padang, Sumatera Barat, ini mampu menembus babak 8 Besar kompetisi kasta elite, dengan sebelumnya menempati peringkat ketiga Wilayah Barat. Prestasi mumpuni terakhir yang dicatat oleh Semen Padang adalah runner-up turnamen Piala Jenderal Sudirman 2015.
Di pentas Torabika Soccer Championship (TSC) 2016 presented by IM3 Ooredoo, Semen Padang mengalami inkonsistensi penampilan. Hingga usai pekan ke-19, racikan Nil Maizar hanya ampuh di partai kandang. Keganasan Kabau Sirah tak tampak saat bermain away.
Ketimpangan performa dan raihan Semen Padang di TSC mengingatkan kita pada klub asal Papua, Persiwa Wamena. Di musim ISL 2008-2009, Tim Badai Pegunungan mampu mencuri perhatian dengan finish sebagai runner-up di bawah Persipura Jayapura.
Padahal, sebelum capaian tersebut, tidak banyak orang yang tahu kiprah tim dengan warna kostum hijau-hitam tersebut.
Di akhir musim, Persiwa mengoleksi 66 poin, yang jika dikulik, 51 poin diantaranya diraih di kandang sendiri. Mereka menjadi satu-satunya tim dengan rekor kemenangan 100 persen di kandang kala itu. Catatan yang bahkan tidak bisa disamai oleh sang juara, Persipura.
Namun, saat bermain tandang, tim yang kala itu diarsiteki oleh almarhum Suharno itu menelan 10 kekalahan dan tiga kali bermain imbang. Sisanya, empat kemenangan mampu diraih saat bertemu tim-tim papan bawah kala itu.
Catatan yang hampir mirip diraih Persiwa di tiga musim berikutnya, dengan rekapitulasi 39 kemenangan dari 48 pertandingan di Stadion Pendidikan, Wamena.
Di musim 2013, rekor kandang Persiwa mulai luntur hingga akhirnya ìmenyerahî dan harus terdegradasi di akhir musim.
Semen Padang di TSC 2016 hingga pekan ke-19 punya raihan yang cukup sama dengan Persiwa. Dari sembilan laga yang dimainkan di Stadion H. Agus Salim, Padang, Hengki Ardiles, dkk. mampu meraih delapan kemenangan dan sekali hasil imbang.
Sebaliknya, dari 10 laga tandang yang sudah dilalui, hanya tiga poin yang mampu diraih dari tiga kali bermain imbang.
Putaran Pertama Sapu Bersih Kemenangan
Pada paruh pertama TSC 2016, Semen Padang mampu mempertahankan rekor 100 persen kemenangan di kandang. Rekor tersebut pupus di partai pertama putaran kedua, saat Persija Jakarta mampu menahan imbang tuan rumah tanpa gol.
Jelang pekan ke-20, Semen Padang masih menjadi satu dari empat tim yang belum pernah kalah di kandang. Sebanyak 20 dari 26 gol yang disarangkan Semen Padang hingga pekan ke-19 dicetak di kandang.
Hanya empat gol yang bersarang ke gawang Jandia Eka Putra dan Rivky Mokodompit saat bermain di Ranah Minang.
Di sisi lain, catatan enam gol tandang Semen Padang merupakan catatan terburuk di antara tim-tim 10 besar. Bahkan, catatan tersebut hanya unggul dari tim-tim papan bawah seperti Persija (4) dan PS TNI (6).
Saat bermain kandang, Marcel Sacramento cs. mampu menguasai rata-rata penguasaan bola sebesar 53 persen, sedangkan saat bermain tandang, hanya 51 persen.
Catatan yang cukup mencolok adalah angka rata-rata percobaan tembakan, di mana publik Padang setidaknya menyaksikan 11 tembakan per laga.
Sebaliknya, saat bertamu ke kandang lawan, hanya 8.1 tembakan yang dilepaskan para punggawa Semen Padang. Persentase skurasi tembakan saat bermain kandang juga memunculkan polaritas yang berat sebelah: 54% kandang, 44 persen tandang.
Dari aspek pertahanan, juga tampak bahwa tembok Semen Padang lebih kokoh di kandang. Hal tersebut dibuktikan dari angka persentase sukses tekel yang berbeda: 59 persen di kandang dan 55 persen saat tandang.
Kiper-kiper Semen Padang juga lebih sering berjibaku menyelamatkan gawangnya saat bertamu, di mana angka rata-rata penyelamatan gawang di kandang (2,3) lebih sedikit jika dibandingkan dengan saat bermain tandang (3,7).
Keuntungan Letak dan Kondisi Geografis
Tidak bisa dipungkiri, salah satu resep kekuatan Persiwa Wamena di masa jayanya adalah letak dan kondisi geografis Stadion Pendidikan, Wamena. Untuk mencapai stadion tersebut, butuh perjalanan panjang yang memakan waktu dan tentunya melelahkan. Selain itu, kondisi geografis pegunungan di Wamena juga menjadi tantangan tersendiri bagi tim-tim yang bertamu ke sana.
Di TSC 2016, Semen Padang juga punya keuntungan letak geografis, di mana mereka merupakan tim dengan domisili paling Barat. Praktis, hanya Sriwijaya FC yang lokasinya paling dekat dengan Padang. Namun, Laskar Wong Kito pun takluk 1-2 saat bertandang ke sana (15/07/2016).
Tim-tim asal Indonesia Timur, Persipura dan PSM, juga pulang dengan tangan hampa setelah bertamu ke Padang. PSM Makassar takluk 1-2, sementara Persipura Jayapura kalah 0-2.
Dari tim-tim yang jelang pekan ke-20 posisinya berada di atas Semen Padang, hanya Arema yang belum pernah bertandang ke Padang.
Akhir musim TSC 2016 memang masih panjang. Namun, jika Semen Padang belum mampu membenahi penampilannya saat bermain tandang, gelar juara tentu akan semakin menjauh dari Padang.
Pada Sabtu (17/9/2016) Semen Padang bakal menghadapi ujian berat saat mereka menyatroni markas Persipura Jayapura di Stadion Mandala. Tim Mutiara Hitam tentu tak ingin kandang mereka ternoda dengan kekalahan atau hasil seri. Akankah Kabau Sirah sukses memutus mitos mereka hanya jago kandang?