Bola.com, Cibinong - Tim sepak bola Jawa Tengah bisa bernafas lega di kancah Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX/2016 Jabar. Hal tersebut setelah protes tim DKI Jakarta akan status pemain Jateng, Heru Setiawan yang dinilai ilegal ditolak dewan hakim PB PON.
Dalam surat Nomor 02/KEP/DH/PON-XIX/OX-16 yang ditanda tangani ketua Alfred Simanjuntak menolak protes yang diajukan tim PON DKI Jakarta. Jateng sendiri memastikan tiket ke babak 8 Besar usai bermain imbang tanpa gol dengan Bali, Minggu (18/9/2016).
''Pemain Tim PON Jawa Tengah Heru Setyawan adalah sah,'' bunyi surat itu yang diterima Bola.com, Minggu (18/9/2016) malam.
Ketua Asosiasi Provinsi PSSI Jateng, Johar Lin Eng memuji kinerja dewan hakim PB PON yang dinilai berjalan fair. Menurutnya keputusan tersebut sudah benar sebab banyak peserta yang belum faham tentang status pemain di ISC B. ''Masalah sangat sepele jadi besar karena gagal faham,'' ketusnya.
Baca Juga
Manajer tim PON Jateng, Khairul Anwar sedari awal optimistis jika tak ada masalah dalam status pemain termasuk Heru. Ia menjelaskan, status amatir dan profesional seluruh pemain sudah diverifikasi PB PON, termasuk milik Heru.
Proses verifikasi tersebut diakuinya juga panjang dan ketat. ''Kami sedari awal sudah sesuai prosedur sehingga saat dilaporkan kami tidak takut. Sekarang terbukti bahwa kami memang jujur,'' tuturnya.
Tak hanya itu, tim Jateng juga resmi melaporkan pelatih DKI Jakarta, Sudirman ke aparat Polres Bogor atas dugaan tindakan tak menyenangkan.
Arsitek yang juga mantan pemain Persija Jakarta itu dinilai menebar fitnah tentang tim Jateng kepada media. ''Pernyataan Sudirman di salah satu media menganggap jika Jateng adalah maling. Kami jelas tidak terima. Ini jadi pembelajaran bagi seluruh peserta agar menjaga sopan santun dalam berbicara,'' tegas Khairul.
Setelah Kalah Protes
Kasus pemain ilegal mencuat pasca pertandingan penyisihan Grup A yang mempertemukan DKI Jakarta kontra Jawa Tengah di Stadion Pakansari, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jumat (16/9/2016). Duel dimenangkan oleh Jateng dengan skor tipis 1-0.
Tim ibu kota bereaksi setelah pertandingan. Mereka menuding Jateng menurunkan empat pemain profesional dari aturan maksimal hanya tiga pemain.
Empat pemain itu, Septian David Maulana (Mitra Kukar), Ricky Fajrin (Bali United), Haudi Abdillah (PSCS Cilacap), dan Heru Setiawan (Persita Tangerang). Nama terakhir yang dipersoalkan kubu DKI Jakarta.
DKI Jakarta bahkan menuding secara keseluruhan Jateng memakai jasa sembilan pesepak bola profesional dalam skuatnya.
Dalam pasal 22 poin 1 C aturan pertandingan cabang sepak bola PON Jabar 2016 disebutkan bahwa status pemain yang diperbolehkan bermain berasal dari kompetisi amatir maupun profesional yang dibatasi jumlahnyalima pemain dengan hanya tiga pemain yang diperbolehkan bermain dalam starting line-up.
"Apa yang dilakukan oleh Jateng menyalahi aturan main. Kami berharap ketegasan dari panpel pertandingan PON, apa yang dilakukan Jateng merupakan skandal melanggar aturan main dan tak bisa ditoleransi," tutur Sudirman, pelatih tim PON DKI Jakarta.
ISC Dianggap Bukan Kompetisi Resmi
Sudirman menyebut nama Heru Setiawan, yang jelas-jelas berstatus pemain profesional murni dengan status kontrak penuh di Persita Tangerang.
Manajer tim Jateng, Khairul Anwar, membenarkan jika Heru merupakan pemain Persita. Namun, status Heru di klub berjulukan Pendekar Cisadane itu masih amatir sejak diboyong dari Persita U-21.
"Dia dipromosikan dari tim Persita U-21 ke senior. Namun, kompetisi Divisi Utama vakum, yang ada hanya ISC B sehingga dia belum dialih status dari amatir ke profesional karena regulasi turnamen itu membebaskan pemain amatir atau profesional karena tidak di bawah PSSI," tegas Khairul Anwar kepada Bola.com, Sabtu (17/9/2016).
Kubu DKI Jakarta sejatinya tidak menerima alasan PB PON, yang menghitung kompetisi Indonesia Soccer Championship level A dan B karegori amatir, hanya karena pergelaran ajang tersebut dilakukan oleh pihak ketiga (dalam hal ini PT Gelora Trisula Semesta).
Padahal pada kenyataan kompetisi ini pelaksanaannya profesional murni. Para pemain mengantongi kontrak profesional. Secara otomatis pelarangan penggunaan pemain profesional tidak perlu dilakukan, karena di Indonesia tidak ada kompetisi profesional.
"Saya pribadi hanya berharap kejujuran dari semua pihak. Kalah atau menang itu urusan kedua, tapi bagaimana cara mencapainya perlu mendapat perhatian. Sepak bola kita sudah hancur karena konflik berkepanjangan serta sanksi FIFA, masak sebagai bagian di dalamnya kita mau terus terjebak dengan masalah ketidakjujuran yang tidak berkesudahan," ungkap Sudirman, yang notabene pilar Timnas Indonesia saat memenangi SEA Games 1991 itu.