Bola.com, Bandung - Pemanah andalan Indonesia, Riau Ega Agatha, mengatakan emas nomor perseorangan recurve di PON Jabar 2016 yang diraihnya Rabu (21/9/2015), bukan menjadi pengobat kekecewaannya setelah gagal pada Olimpiade Rio de Janeiro. Emas tersebut justru dianggap Ega sebagai titik awal lagi untuk meraih tiket ke Olimpiade Tokyo 2020.
Baca Juga
Petualangan Riau Ega pada Olimpiade Rio harus terhenti di babak 16 besar, setelah kalah dari pemanah Italia, Mauro Nespoli. Kekalahan itu sangat mengecewakan karena pada baabak sebelumnyaa dia berhasil membuat kejutan dengan mengalahkan unggulan pertama asal Korea Selatan, Kim Woo-jin. Sayang kejutan itu tak berlanjut saat menghadapi Naspoli.
Ega mengaku sempat down seusai kekalahan tersebut. Dia terus berdiam diri selama dua hari. "Saat itu sang pelatih membiarkan saja. Namun, dia juga bilang sekarang boleh sedih. Tapi, setelah itu saya harus bisa menebusnya di PON," kata Ega, saat diwawancarai wartawan seusai meraih medali emas di nomor recurve perseorangan putra, di Lapangan Panahan Si Jalak Harupat, Soreang, Kabupaten Bandung.
Tantangan dari sang pelatih langsung disambar Ega. Setelah pulang dari Rio de Janeiro pada 15 Agustus, pemanah berusia 24 tahun tersebut hanya berstirahat selama satu hari. Pada 17 Agustus dia sudah kembali berlatih di Surabaya.
“Olimpiade jadi pelajaran yang sangat berharga bagi saya. Olimpiade tentu jadi target tertinggi. Jadi PON ini saya jadikan sebagai titik awal kembali, untuk bisa lebih berkembang lagi di masa mendatang dan berusaha meraih tiket untuk Olimpiade berikutnya,” beber Ega.
Ini merupakan emas kedua bagi Ega di ajang PON. Total, pemanah kelahiran Blitar, Jawa Timur tersebut telah tiga kali turun di ajang PON. Emas pertama didapatnya pada PON di Kalimantan Timur pada 2008. Sedangkan pada PON Riau 2012, dia gagal mendulang medali karena kondisinya tak fit akibat mengalami sakit hepatitis.
“Target saya untuk PON ini ingin menyapu bersih semua medali di nomor yang saya ikuti, yaitu beregu putra dan juga beregu campuran. Di PON seperti ini, lawan terberat sebenarnya bukan pemanah lain, tapi malah diri sendiri, jadi harus benar-benar fokus,” beber Ega.
Untuk menjaga konsentrasi, Ega mengaku memilih mematikan telepon genggamnya. Dia tak mau menerima telepon maupun pesan singkat dari siapapun, sampai pertandingan yang harus dijalaninya kelar.
“Sebenarnya tak ada kewajiban dari tim pelatih untuk mematikan telepon genggam pada PON ini. Hanya kesadaran masing-masing. Saya memilih mematikan HP biar fokus, baru dipakai kalau memang ada urusan yang benar-benar penting,” kata Ega.