Bola.com, Jakarta - Kabar memprihatinkan datang dari Maulwi Saelan. Kiper legendaris Timnas Indonesia itu terbaring sakit di ruang ICU Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan. Sudah sepekan ia terbaring tak berdaya, karena sakit penumpukan cairan di paru-paru.
Sang mantan Ketua Umum PSSI di era Orde Lama, selama ini dikenal sebagai sosok periang yang jarang sakit. Ia masih aktif menjalani aktivitas sebagai pembina sekolah Al-Azhar Kemang.
Baca Juga
"Bapak masuk rumah masuk rumah sakit bertepatan pada hari raya Idul Adha. Awalnya beliau tidak langsung masuk ke ruang ICU, tapi di kamar biasa. Tapi belakangan tim dokter memindahkannya ke ICU untuk keperluan pengambilan cairan di paru-paru," cerita Asha Saelan putra keempat Maulwi Saelan.
Asha menyebut kondisi ayahnya saat ini pun tergolong cukup sehat untuk orang berumur 90 tahun (kelahiran Makassar, 8 Agustus 1926).
"Karena dulu bapak mantan atlet dan pernah di militer, maka ia amat menjaga kondisi kesehatannya. Tidak mengherankan jika bapak tetap terlihat bugar untuk pria seusianya yang terhitung sepuh," kata Asha.
Belum dapat diketahui kapan Maulwi Saelan yang pernah jadi ajudan Presiden Republik Indonesia pertama Soekarno boleh keluar dari RS. Namun, yang pasti sang putra senang karena dari ke hari kondisi orangtuanya terlihat mulai membaik.
Saat terbaring sakit di RS Pondok Indah, Maulwi Saelan sempat dikunjungi Sekjen PSSI, Azwan Karim dan pengurus PSSI, Chandra Solechan. "Semoga beliau cepat sembuh dan bisa beraktivitas dengan normal lagi," ungkap Azwan.
Salah satu calon Ketua Umum PSSI, Moeldoko, juga berkesempatan menjenguk Maulwi pada Kamis (22/9/2016) siang.
“Saya bukan mencari simpati karena menjadi calon Ketum PSSI. Kalau beliau sakitnya setelah kongres, saya juga tetap akan menjenguknya. Bagi saya, kemanusiaan itu di atas segalanya,” tambah Moeldoko.
Moeldoko menganggap Saelan sebagai seniornya, baik di dunia sepak bola maupun kemiliteran. “Beliau adalah salah satu pahlawan Indonesia. Jasa-jasanya sudah tak terhitung. Di lapangan hijau, dia adalah salah satu pemain terbaik yang pernah dilahirkan negara ini,” ujar pria yang sempat menjabat sebagai Panglima TNI tersebut.
Aksi Ciamik di Olimpiade 1956
Lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Agustus 1926, Maulwi Saelan adalah salah satu pemain sepak bola legendaris Tanah Air. Ia adalah salah satu saksi hidup saat Timnas Indonesia berlaga di Olimpiade 1956 Melbourne, Australia.
Langkah Tim Merah-Putih terhenti di perempat final melawan tim raksasa, Uni Soviet. Pertandingan ini berjalan dramatis. Skor 0-0, meski sudah ada perpanjangan waktu 2X15 menit.
Kala itu aturannya jika pertandingan berakhir seri, pertandingan harus diulang sehari sesudahnya. Pada laga ulangan Indonesia menyerah 0-4.
"Saat itu sama sekali tidak ada yang menghitung Indonesia akan bisa merepotkan Uni Soviet. Kami dianggap tim kemarin sore. Nyatanya kami membuat mata publik terbelalak. Harus diakui tingginya jam terbanguji coba internasional yang dijalani Timnas Indonesia ikut mendongkrak kepercayaan diri para pemain. Sebelum tampil di Olimpiade kami sempat menggelar tur Eropa Timur," cerita Maulwi Saelan saat dikunjungi Bola.com beberapa tahun silam.
Kiprah mempesona Maulwi Saelan terdengar hingga telinga Presiden RI, Soekarno. Bersama skuat Tim Merah-Putih, sang kiper diundang ke Istana Negara. “Bung Karno tanya siapa ayah saya,” cerita Saelan. Saya kemudian menjawab dengan tegas, “Amin Saelan, seorang pendiri Taman Siswa di Makassar.”
Tahun 1962, Resimen Tjakrabirawa dibentuk. Saelan dipanggil Bung Karno untuk mengisi jabatan sebagai staf, dan kemudian menjadi wakil komandan menjelang peristiwa G30 S/PKI meletus. Lalu, pada tahun 1966, Maulwi Saelan menjadi ajudan Bung Karno.
Saelan menjadi penjaga Bung Karno yang paling setia. Ia menemani Bung Karno hingga akhir hidupnya. “Bung Karno meninggalkan Istana memakai kaus oblong, piyama, serta sandal usang. Bajunya disampirkan ke pundak,” katanya.
Tidak mengherankan, ketika Bung Karno sudah meninggal dan Soeharto naik ke tampuk kekuasaan, Maulwi Saelan sempat dipenjara beberapa tahun tanpa pengadilan. Ia, sebagaimana tahanan yang dianggap terlibat G30 S/PKI, mendapatkan diskriminasi politik ketika orba berkuasa.
"Jujur saya merasa kecewa saat itu karena diperlakukan layaknya musuh negara. Padahal saya telah berjuang membela negara sebagai pemain Timnas Indonesia serta prajurit. Namun, karena saya dekat dengan Bung Karno, maka saya ikut disingkirkan oleh rezim penguasa baru," ungkap Maulwi Saelan yang sehari-hari menggunakan tongkat saat berjalan.
Selain, menjadi pemain Tim Merah-Putih, Maulwi juga sempat menjadi Ketua Umum PSSI periode tahun 1964-1968.
Walau sudah sepuh, Saelan masih amat perhatian terhadap PSSI. Ia sempat meluapkan kekecewaannya dengan konflik berkepanjangan sepak bola Tanah Air.
"Bagaimana mau berprestasi jika terus berkelahi? Semestinya pelaku sepak bola dan pemerintah bergandengan tangan untuk membangun sepak bola kita. Malu dengan negara-negara tetangga yang terus bergerak maju," katanya.
Kendati telah lama pensiun di sepak bola, Maulwi ternyata masih mengamati persepakbolaan nasional. Bahkan, ia masih sempat menonton pertandingan Indonesia Vs Malaysia di Stadion Mahanan, Solo, pada Selasa (6/9/2016) silam.
"Bapak masih menyaksikan pertandingan lewat layar kaca saat berada di rumah sakit. Ia sempat berujar pemain Indonesia muda-muda dan bagus-bagus," kata Asha Saelan, putra Maulwi.
Semoga Maulwi Saelan, sang kiper legendaris Timnas Indonesia segera bisa sembuh dan menjalani hari tuanya dengan kebahagiaan.