Wawancara Moeldoko: Sinergi PSSI dengan Pemerintah Harga Mati

oleh Ario YosiaBenediktus Gerendo Pradigdo diperbarui 27 Sep 2016, 08:00 WIB
Wawancara Eksklusif Moeldoko (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Jakarta - Masuknya Jenderal TNI (Purn) Moeldoko dalam daftar calon Ketua Umum PSSI meramaikan persaingan Kongres Pemilihan PSSI. Mantan Panglima TNI periode 2013-2015 tersebut diyakini bakal jadi lawan sepadan bagi Edy Rahmayadi atau Erwin Aksa, yang masuk bursa unggulan calon nakhoda PSSI pengganti La Nyalla Mattalitti.

Pria berusia 59 tahun ini merupakan orang keempat yang secara resmi  mendaftar bursa pencalonan kepada Komite Pemilihan yang dipimpin oleh Agum Gumelar itu di Kantor DPP Pepabri, Jakarta, Senin (9/9/2016).

Ia mengikuti jejak anak-buahnya Edy Rahmayadi, yang sebelumnya namanya menghiasi media massa sebagai jagoan pemegang hak suara di PSSI yang tergabung dalam Kelompok 85 (K-85).

Nama Moeldoko sebenarnya sudah muncul pada Kongres PSSI Surabaya pada 18 April 2015. Saat itu namanya mencuat mengoyang kepamapanan La Nyalla Mattalitti, yang tidak mendapat dukungan dari pemerintah RI.

Advertisement

Pria kelahiran Kediri, Jawa Timur, 8 Juli 1957 itu, kala itu urung maju dalam pertarungan final menuju PSSI 1. Kabarnya hal tersebut dikarenakan ia kurang mendapat dukungan maksimal dari para pemegang suara, yang condong memilih La Nyalla. Di sisi lain ia tengah sibuk dengan jabatan strategis lainnya sebagai Panglima TNI.

Kini orang nomor satu di federasi sepak bola Tanah Air tersebut masuk penjara, tengah menjalani persidangan kasus korupsi dana hibah KADIN Jawa Timur.

Moeldoko, tertantang membenahi sepak bola Indonesia lewat PSSI. (Bola.com/Peksi Cahyo)

La Nyalla Mattalitti secara resmi telah menyatakan mundur dari jabatannya. Calon-calon Ketua Umum PSSI pun bermunculan.

Setelah resmi pensiun sebagai prajurit, Moeldoko bertekad bulat ikut bertarung dalam bursa pemilihan nakhoda baru PSSI. Moeldoko mengaku amat tertantang dan punya keyakinnan bisa untuk memperbaiki persepak bolaan nasional yang beberapa tahun terakhir terkoyak karena konflik.

Pada Jumat (23/9/2016) siang Bola.com berkesempatan mendatangi kediamanan sang jenderal bintang empat di kawasan Jl. Lembang, Menteng, Jakarta Pusat. Selama dua jam, Moeldoko yang alumnus Akabri tahun 1981 dengan predikat terbaik dan berhak meraih penghargaan bergengsi Bintang Adhi Makayasa buka-bukaan berkaitan keberaniannya masuk rimba belantara sepak bola nasional, yang selama ini dikenal kejam dan sarat konflik. Berikut petikan wawancaranya:

Apa yang melatarbelakangi Anda maju dalam pencalonan Ketua Umum PSSI?

Saya masih ingat betul pada saat saya menjadi Panglima TNI, saya diminta oleh Bapak Presiden RI (Joko Widodo). Beliau meminta saya untuk ikut menangani persoalan PSSI.

Saat itu, saya katakan kepada Bapak Presiden, 'Mohon maaf Bapak Presiden, karena kesibukan saya menjalankan tugas sebagai prajurit yang profesional, saya belum bisa menjalankan tugas itu. Tetapi, suatu saat nanti saya memiliki waktu yang cukup baik saya bersedia untuk itu.'

Saya pikir setelah saya punya waktu, ada waktu yang bisa saya gunakan untuk melanjutkan pengabdian saya terhadap negara ini.

PSSI merupakan salah satu organisasi yang terkenal dengan unsur kontroversial. Apakah tidak takut dengan langkah yang Anda ambil?

Dalam rumusan hidup, saya menempatkan tantangan sebagai sebuah kebutuhan. Jadi saat ada sesuatu yang menantang, saya senang menghadapinya.

Saya pikir yang akan saya hadapi di dalam PSSI juga demikian. Harapan masayarakat yang begitu tinggi yang tidak pernah tercapai dengan prestasi-prestasi selama ini, PSSI yang dari waktu ke waktu dirundung situasi-situasi yang tidak baik, adanya konflik ketegangan antara pemerintah dan PSSI juga muncul. Saya pikir itu semua adalah tantangan yang perlu dibenahi.

Nama Anda tergolong baru di dunia olahraga sehingga banyak orang yang meragukan kapabilitas Anda jika maju dalam pencalonan ketua umum PSSI. Bagaimana tanggapan Anda dengan keraguan yang muncul?

Dalam dunia olahraga, terutama sepak bola, ketika saya menjabat sebagai Panglima Kodam III/Siliwangi, saya telah membangun lima lapangan sepak bola. Saya juga memperbaiki Stadion Siliwangi yang memiliki kapasitas 18 ribu orang dan saya tingkatkan menjadi 36 ribu tempat duduk.

Bagi saya tidak apa-apa muncul rasa skeptis dari banyak orang, tapi yang perlu dicatat adalah jika seorang pemimpin yang pandai mengelola sepak bola tidak banyak berbuat, untuk apa? Bagi saya lebih banyak berbuat itu lebih penting.

2 dari 5 halaman

Antisipasi Persaingan Tidak Elegan

Moeldoko, berharap para pemegang hak suara memilih pemimpin PSSI berdasarkan konsep pemikiran dan pengalaman. (Bola.com/Peksi Cahyo)

Bagaimana tanggapan Anda dengan kemungkinan akan adanya persaingan tidak elegan dalam pencalonan sebagai calon Ketua Umum PSSI?

Kalau melihat teman-teman calon ketua, wakil ketua, dan calon Komite Eksekutif (Exco) PSSI yang ada, saya jujur senang karena banyak calon. Artinya, dari sisi sumber daya manusia ini sudah cukup bagus.

Sebuah catatan yang saya ingin sampaikan adalah dalam pemilihan ini harus berjalan demokratis dan bermartabat. Tidak boleh ada yang merasa ditekan, tidak ada yang merasa takut, karena itu akan membawa implikasi yang membuat pemilihan menjadi tidak adil.

Pemegang suara mempunyai peranan yang penting dalam pemilihan. Apa harapan Anda terhadap para pemegang hak suara?

Perlu menjadi kesadaran bersama bahwa pemegang hak suara itu benar-benar memahami bahwa nasib PSSI ke depan itu di tangan mereka. Siapa yang mereka pilih akan menentukan PSSI ke depan. Untuk itu saya berharap mereka memiliki intuisi yang baik dan cerdas dalam memandang semua calon-calon ketua umum agar kemudian tidak mengecewakan semua pihak.

Apa Anda telah melakukan pendekatan kepada pemegang suara?

Itu pasti, tapi yang jauh lebih penting bagi saya adalah bahwa seorang pemimpin itu tidak lahir tiba-tiba. Pemimpin memiliki kisah sukses sehingga itu menjadi referensi bagi semua orang dan itu sebuah seni yang dimiliki seseorang dalam membangun komunikasi yang sehat.

Dari kacamata seorang Moeldoko. Apakah yang salah dari dunia olahraga sepak bola Indonesia dan harus dibenahi?

Merujuk kepada prestasi sepak bola Indonesia di masa lalu yang sangat bagus, mengapa dalam perjalanannya sepak bola kita menjadi seperti ini? Menurut saya ada persoalan yang sangat krusial yang harus kita pecahkan.

Salah satunya hubungan yang tidak harmonis antara PSSI dan pemerintah. PSSI juga harus menyadari bahwa upaya menjalin hubungan baik dan harmonis dengan pemerintah tidak bisa lantas diartikan sebagai sebuah intervensi. Bentuk intervensi itu harus diterjemahkan dengan baik.

Mengapa demikian? Bagi saya hubungan tidak baik antara PSSI dan pemerintah itu yang pada akhirnya membawa implikasi buruk yang panjang. Prestasi kita dari waktu ke waktu semakin menurun dan kompetisi tidak berjalan dengan baik.

3 dari 5 halaman

Ambisi 2045 Indonesia Bersaing di Piala Dunia

Moeldoko, ingin menularkan ilmu kepemimpinan sebagai Panglima TNI di lingkup PSSI nanti. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Seandainya Anda terpilih, apa yang pertama Anda lakukan?

Pertama saya akan membangun hubungan yang baik dengan semua stakeholder, bukan hanya dengan pemerintah. Kemudian saya akan memperkenalkan program yang saya usung, yaitu Panca Setia.

Dalam konteks prestasi, saya membuat proyeksi 2045, atau tepat 100 tahun Indonesia merdeka, PSSI harus masuk dalam putaran Piala Dunia, bahkan kalau memungkinkan pada tahun-tahun sebelumnya.

Dalam konteks kompetisi, kita harus menjadi yang terbaik di level Asia, saya rasa itu sesuatu yang mungkin jika memang dilakukan secara bertahap.

Berikutnya dari konteks finansial, PSSI harus bisa mandiri dan harus membangun kondisi para pemain harus sejahtera. Sementara dari sisi pembangunan sumber daya manusia yang unggul, kita mengarah ke pengembangan sepak bola yang harus dibenahi.

Dalam konteks sumber daya manusia, yang pertama adalah pemain. Kita harus merujuk bagaimana kita bisa mengembangkan pemain usia dini. Saya akan memperkenalkan strategi manajemen bakat, di mana lembaga kecil ini bisa memantau semua talenta usia dini dari seluruh penjuru Indonesia.

Untuk masalah wasit, saya juga mau membangun performa wasit yang memiliki standar internasional sehingga wasit kita bisa memimpin pertandingan di luar negeri dengan percaya diri. Dari sisi pelatih, kami bertekad menciptakan pelatih sesuai standarisasi. Sebenarnya dalam menjalankan organisasi berbasis FIFA ini tidak sulit karena semua sudah ada SOP. Demi itu semua pelatih harus memiliki standar yang baik agar generasi usia dini tidak salah dalam penanganan.

Yang terakhir adalah infrastruktur. Perlu upaya keras dalam membangun kolaborasi dengan pemerintah daerah. Sehingga mulai dari kampung dan desa hingga tingkat provinsi bisa ditangani dengan baik.

Pecinta sepak bola Indonesia sudah rindu akan prestasi Timnas di ajang internasional. Bagaimana Anda melihatnya?

Saya bagian dari masyarakat Indonesia juga cukup rindu dengan prestasi itu. Piala AFF 2016 akan diselenggarakan di Filipina pada November mendatang, dan pada 2017 kita akan menghadapi SEA Games di Malaysia. Ini sebuah tantangan menarik bagi siapa pun nanti yang memimpin PSSI. Kalau menurut saya, tidak ada yang tidak bisa. Bekerja keras, bertanggung jawab, dan yakin akan kemampuan yang kita miliki, pasti bisa!

Menurut Anda bagaimana peran pemerintah terhadap perkembangan sepak bola Indonesia?

Sepanjang ada hubungan yang sehat, saling menghagai, sebenarnya pemerintah juga menginginkan hadirnya PSSI yang dibanggakan. Pemerintah punya semangat seperti itu. Untuk itulah mari kita bangun sinergi yang baik dan menempatkan pemerintah sebagai mitra strategis yang saling menguntungkan.

Kita tahu program kerja PSSI membutuhkan dana tidak sedikit. Apa strategi untuk menangani masalah ini?

Sepak bola bisa dianggap sebagai entitas baru dalam konteks industri. Kehadiran pengusaha yang konteksnya saling menguntungkan perlu dimaksimalkan. Sumber pembiayaan PSSI yang paling besar adalah konteks bisnis itu, berikutnya ada sumbangan pemerintah dan juga ada kontribusi dari FIFA dan AFC. Yang lebih penting adalah bagaimana menempatkan PSSI sebagai entitas baru dalam industri yang semakin besar.

4 dari 5 halaman

Rivalitas dengan Mantan Anak Buah

Edy Rahmayadi, mantan anak-buah Moeldoko di TNI yang akan bersaing di bursa pemilihan Ketua Umum PSSI. (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Sering ada tunggakan gaji pemain dari klub dalam sepak bola Indonesia. Bagaimana Anda akan mengatasinya?

Ini membutuhkan kiat-kiat manajemen yang memadai. Bagaimana menyeimbangkan neraca yang dimiliki klub itu dan klub harus bisa melakukan pembatasan-pembatasan gaji pemain. PSSI harus bisa memberi keleluasaan bagi klub sehingga mereka bisa membantu menghidupi diri dengan baik.

Jika Anda terpilih menjadi ketua PSSI, kepengurusan seperti apa yang Anda inginkan?

Bicara PSSI tidak lepas dari urusan bisnis karena itulah cara membesarkan PSSI. Perlu orang-orang dari latar belakang pengusaha, entrepreneur yang tangguh, dan diperlukan orang-orang yang secara manajerial memiliki keahlian mengurus PSSI dengan baik. Setelah itu ada kekuatan-kekuatan lain pada akhirnya membuat PSSI ini menjadi kuat. Bagi saya, mengelola PSSI hampir sama seperti mengelola TNI.

Tugas Panglima TNI itu hanya dua. Tugas pertama Panglima TNI menjaga, memelihara, dan menyiapkan pasukan untuk siap tempur. Tugas kedua Panglima adalah menjaga dan memelihara kesejahteraan prajurit. Saya pikir sama halnya dengan PSSI, bagaimana kita menyiapkan tim-tim untuk memiliki ketangguhan dan siap menghadapi siapa pun. Yang kedua bagaimana pimpinan PSSI bisa menjaga dan memelihara kesejahteraan pemain. Selain itu, mantan-mantan pemain juga kesejahteraannya bisa lebih baik.

Salah satu saingan Anda di pencalonan ini adalah mantan anak buah Anda di TNI? Bagaimana Anda melihat persaingan dengannya?

Menurut saya cukup bagus. Berarti saya sebagai pemimpin berhasil menciptakan generasi berikut dengan semakin baik. Saya melihat hal ini dengan sudut pandang kita bisa menempatkan diri di posisi yang proporsional dan semua berjalan dengan fair play, serta harus menghormati aturan yang telah ditetapkan komite pemilihan.

5 dari 5 halaman

Konsep PSSI Mendengar

Moeldoko, saat mengunjungi kiper legendaris Indonesia Maulwi Saelan yang purnawirawan TNI dan mantan Ketua Umum PSSI. (Istimewa)

Belum lama ini Anda mengunjungi Maulwi Saelan, salah satu sosok legendaris sepak bola Indonesia. Bagaimana tanggapan Anda mengenai sosok beliau?

Satu hal yang saya kagumi dari diri beliau dan merasa perlu diwarisi kepada pemain muda Indonesia adalah kita mendapatkan posisi yang sangat terhormat di mata dunia pada era beliau ada di Timnas Indonesia. Saat itu kita pernah menahan imbang Rusia dengan skor 0-0. Saya melihat beliau memiliki semangat yang luar biasa. Saya kagum dengan semangat beliau.

Konsep apa yang akan Anda ajukan untuk memajukan sepak bola Indonesia?

Kami harus membangun sebuah komunikasi yang egaliter, di mana PSSI sangat perlu mendengarkan. Jadi konsepnya adalah "PSSI mendengar". Pemimpin PSSI itu harus memahami apa yang menjadi keluhan para pemain, wasit, atau pelatih. Pemimpin PSSI memahami apa yang harus dilakukan agar semua tujuan bisa tercapai.

Jadi PSSI mendengar adalah program yang perlu dikembangkan agar pemimpin bisa selalu memahami dengan baik karakter yang ada di dalam organisasi, memahami segala keluhan yang ada di dalam organisasinya. Jika itu dilakukan semua akan memiliki semangat kompetitif yang semakin tinggi.

Apa klub favorit Anda?

Saat saya menjadi Pangdam III/Siliwangi saya juga menjagokan Persib Bandung, tapi saya juga orang Kediri jadi saya juga mendukung Persik Kediri. Kalau untuk di luar negeri saya pilih Arsenal. Saya senang melihat pelatihnya yang sedikit sombong. Saya melihat karakter yang kuat dari dirinya sebagai sosok pemimpin.

Berita Terkait